XIII

158 1 0
                                    

Suasana di tempat rapat yang terdiri dari raja berserta para pangeran dan para menteri tampak tegang, laporan yang bawa oleh burung pengintai membawa berita buruk. Desa Kyoran diserang kemarin malam.

“De-desa Kyoran diserang? It-itu tidak mungkin!” seru Runia serak. Air matanya mengalir seketika dan tubuhnya terasa lemas. Kenangan tentang desa itu, melintas dibenaknya dan perlahan menghilang ditelan kegelapan. Ia tidak menyangka desa Kyoran akan bernasib buruk seperti ini.

“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Teo pada burung pengintai.

“Kwoook! Tidak ditemukan penyebabnya Kwoook! Kebakaran itu terjadi seketika Kwoook! Api berasal dari rumah besar Kwoook!” jawab burung pengintai itu. Mendengar itu Runia benar-benar terkejut.

“Rumah itu, kan….” Luwalk menatap Runia yang menunduk dan tubuhnya gemetar. Seluruh orang yang berada diruangan itu pun ikut menatapnya. Runia mendongak lalu menatap sang raja.

 “Yang Mulia! Izinkan hamba pergi untuk melihat keadaan desa Kyoran!” pinta Runia dengan tatapan memohon. Semua anggota rapat terkejut, mereka saling berpadangan dan berbisik.

“Untuk apa kau ke sana Runia? Bukan kah kau tahu kalau tidak seorang pun yang selamat?” tanya raja, “lebih baik kau tetap disini, biar prajuritku yang akan pergi, aku akan mengirim beberapa orang kesana...”

“Ta-tapi Yang Mulia! Ham—”

“Cukup Runia, aku tahu perasaanmu. Ingat, kekuatanmu kubutuhkan disini. Lagipula kita tidak tahu siapa yang telah melakukannya dan apa alasannya. Bisa saja itu merupakan jebakan atau taktik perang musuh..” kata sang raja tenang lalu memanggil salah satu pengawalnya untuk menyiapkan semuanya.

 “Baiklah, rapat selesai. Untuk Runia dan Frozan tetap ditempat dan yang lain silahkan kembali ke tempat masing-masing. Terima kasih,” sang raja dan para anggota rapat beranjak pergi.

Diruang rapat itu hanya ada sang raja, Frozan dan Runia. Sang raja menatap tajam keduanya, Frozan sedang bersandar seraya kedua tangannya terlipat dan matanya terpejam sedangkan Runia tertunduk dengan kedua tangannya terletak diatas meja, tertangkup gemetar. Mereka terdiam dalam pikiran masing-masing.

“Aku punya tugas untuk kalian berdua…” kata sang raja untuk membuka pembicaraan. Frozan membuka matanya tanpa memperbaiki posisi duduknya dan Runia mendongak, menatap sang raja dengan tatapan ingin tahu.

“Kalian berdua kutugaskan ke suatu tempat… ke desa Eville.” kata sang sang raja, membuat keduanya sedikit terkejut. “Aku punya firasat akan terjadi sesuatu di tempat itu. Kukirim kalian berdua untuk berjaga-jaga..”

“Berjaga-jaga? Dari siapa? Bukan kah desa itu cukup tersembunyi dan tidak mudah diserang?” tanya Frozan.

“Hanya untuk mengantisipasi. Lagipula selain aku tidak ingin firasatku terjadi, sebelumnya aku menerima permintaan dari Taichou mereka yang disampaikan oleh wakil mereka. Taichou itu meminta bantuanku untuk mengirim bala bantuan. Dan sebagai balasannya mereka juga akan menjadi sekutu kita..”

“Sebuah perjanjian kalau begitu?” kata Frozan, mendadak ia teringat elf berambut jabrik oranye yang pernah datang tempo lalu.

“Ya bisa dibilang begitu… entah apa yang mereka rahasiakan dari kita, kupikir pasti itu ada hubungannya dengan sesuatu yang sangat penting. Maka dari itu, kalian berdualah yang cocok untuk tugas ini. Kurasa dengan kekuatan kalian, tidak perlu banyak prajurit yang dibutuhkan untuk tugas ini. Dan sekalian selidiki apa yang sebenarnya terjadi…. Kalian bisa berangkat secepatnya, aku sudah menyiapkan suatu kendaraan khusus agar kalian segera sampai disana…”

“Baik, Ayahanda..”

“Kami akan melaksanakan tugas yang berikan oleh Yang Mulia…”

“Baiklah.. kalian boleh pergi…” kata raja, kemudian Runia dan Frozan berdiri lalu membungkuk dan beranjak dari ruang rapat.

DragwolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang