Forget—me—nots
¤¤¤
(True Love and Remembrance)•
•
•
Aku pernah merasakan apa itu kesakitan dan keterpurukan.
Rasanya sesak, benar-benar sesak. Seperti dirimu ditimpa oleh ribuan ton beban yang berat dan menghasilkan aroma darah disekujur tubuh—tapi kurasa itu berlebihan karena kesakitan yang kumiliki tidak dapat dihitung dengan angka dan diibaratkan dengan sebuah massa. Hal terbesar yang sering menghancurkan hidup manusia adalah sebuah kenangan. Jika itu kenangan indah maka kalian beruntung—dapat bernapas dan menyicipi kebahagiaan setidaknya kalian beruntung. Sedangkan aku? Hah, lihatlah aku?
Aku hanya sampah. Eksistensiku sampah untuk dunia fanaa yang tak cukup memberiku ruang sempit untuk tertawa hingga saat dia datang. Dia datang menawarkan secuil kebahagiaan, dia memberiku apa arti kehidupan. Senyumnya, matanya, bibirnya, semuanya adalah candu. Dia seperti nikotin yang wajib kuhirup untuk bertahan. Dia seperti kanabis yang membuatku ketagihan. Hanya dengan suara manis dari dua bilah bibirnya mampu menggetarkan denyut nadi menjadi tak beraturan. Suara manis dan lembut bak madu yang membuat siapapun akan bertekuk lutut dan terpikat pesonanya yang luar biasa.
Ah, maafkan aku. Hampir saja lupa mengatakan tentang dia—tentang sebuah nama, nama malaikatku. Jeon Jungkook laki-laki berperawakan tegap dan wajah rupawan layaknya pahatan dewa.
Awalnya hidupku suram, awalnya hidupku gelap. Jungkook datang dengan segala keistimewaannya merangkulku dari kematian untuk ikut bersamanya. Jejaknya yang indah dan sempurna lalu rengkuhan yang hangat hingga tak jarang membuat rona merah muda dikedua pipi menjalar terang-terangan.
Aku tidak cantik—aku buruk rupa. Fisik yang tak sempurna disebagian sisi. Orang-orang akan mengejek selalu tak pernah tidak. Mereka selalu berseru agar aku lekas mati dan tidak mengotori tanah bumi.
Kadang saat benar-benar sudah geram dan tak tahan aku balas berseru dan berteriak lantang nan keras, "IYA! TENANG SAJA NANTI AKU AKAN MATI!"
Tapi Jungkook tidak pernah suka itu. Dia selalu menggelengkan kepala dan berdecak gemas tak setuju lantas menyentil hidungku, "Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak merendahkan dirimu sendiri, Sayang."
Balasanku sederhana aku hanya merengut sebal dan melipat kedua tanganku seraya berkata, "Kau selalu seperti itu, Jeon."
Jungkook mencebikkan bibirnya lucu atau memang dia secara harfiah sudah lucu dan menggemaskan bagai kelinci paskah. "Aku memang seperti ini kau lupa?"
"Aish, sudahlah." Aku yang semakin merajuk dengan memalingkan wajah.
Satu menit berlalu, Suasana diam dan tak ada pergerakan dari kami berdua. Semilir angin malam menusuk pori-pori membuatku seketika bergeming merasa dingin yang menusuk hingga tak pelak bibirku ikut bergetar. Keputusanku mengajak Jungkook untuk melihat suasana malam kota Seoul di pinggiran sungai Hangang sepertinya ide yang cukup buruk.
Harusnya aku tahu sekarang sudah mulai memasuki musim dingin tapi aku malah menjerumuskan diri sendiri dengan memakai pakaian tipis. Aku mendengkus sebal tidakkah Jungkook sadar kalau aku ini hampir membeku, dasar laki-laki tidak peka, huh! Tapi ketika tak lama kemudian samar-samar aku mendengar kekehan dari sampingku sontak aku menolehkan kepala, Jungkook yang sedang mengulum bibirnya yang berkedut menahan tawa. Jadi dia menertawakanku begitu? Menyebalkan, kau Jeon.
"Sayang, kau kenapa?" tanya Jungkook tak tahu—atau memang pura-pura.
"Tidak apa-apa!" jawabku ketus kembali memalingkan wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletheia [BTS Oneshot]
FanfictionDon't hide, don't cheat. Be brave, show up. A project for celebration and first debut 31 December, 2018 Crownses