6. Epiphany - Kim Seokjin

146 13 18
                                    

"Tuan."

Panggilan kecil itu merasuki indra pendengaran, memaksa sepasang kelopak mata yang mengatup itu terbuka perlahan. Mengerjap dua kali, pemuda jangkung itu tersenyum tulus mendapati gadis kecil pembawa keranjang berdiri di hadapannya, ia menyahut lembut,

"Ya?"

Mendapat balasan, kaki kecil miliknya perlahan melangkah mendekat. "Anda tertidur?" tanyanya kala mendudukan bokong kecilnya di samping pemuda Kim.

Melirik keranjang kusam penuh bunga tersebut, Seokjin menjawab asal, "Tidak. Hanya menutup mata saja."

"Hari mulai gelap. Kau tidak pulang?" tanya pemuda tersebut menyadari sesuatu.

Gadis kecil pun mendongak, kelelahan membayangi wajahnya, setengah putus asa sebab kembali mengingat perihal alasan ia berada di sini. "Saya tidak bisa pulang." Namun mendapati wajah bingung Seokjin, ia buru-buru menjelaskan.

"Ah, karena bangun terlambat, kau jadi tidak bisa menjual bunga-bunga itu."

"Eum." Ia mengangguk lucu, membenarkan. Sedikit merasa malu juga. "Kalau tidak mendapat uang, saya tidak diperbolehkan pulang. Hehe."

Tawa canggung menguar. Mengundang tangan lebar Seokjin mengacak rambut hitam halusnya. "Kalau begitu, tidur saja di sini. Aku akan menemanimu." ucapnya lalu menarik kepala mungil itu ke atas pangkuannya. Mengusap konstan hinggai sampai pada menit ke sepuluh, ia pun tertidur pulas. Terlihat sangat kelelahan.

Entah mengigau atau kesadarannya masih tinggal tersisa sedikit, ia memanggil lagi.

"Tuan."

Tanpa berhenti mengelus, si Kim menjawab, "Hm?"

Matanya tertutup rapat, tetapi gadis kecil itu terus bicara. "Bisakah saya meminjam sepasang sayap anda?"

"Untuk apa?"

"Saya ingin menemui ibu saya di surga."

Mendadak gerakannya terhenti, membisu sebentar, kemudian tiba-tiba Seokjin tertawa kecil, "Aku saja ditendang keluar. Bagaimana caramu bisa masuk."

Mendengar itu, gadis kecil merasa sedih, tampak dari raut muka yang suram dan bibir kemerahannya ikut cemberut. "Jika tidak bisa, saya ingin terbang sejauh-jauhnya saja. Meninggalkan tempat ini dan bersumpah tidak akan kembali."

"Aku tidak mengerti."

Seokjin barangkali hampir saja terjatuh dari ketinggian, terhempas ke tanah dan meregang nyawa (meski yah, secara harfiah ia tidak bisa mati) karena Taehyung yang mendadak muncul tanpa tahu situasi. Tetapi tidak. Berteman lama dengan Taehyung membuatnya mengenal baik pula sifatnya.

Menghela napas panjang setelah sadar dari lamunan yang membawa pada kenangan bertahun-tahun silam, Seokjin bertanya acuh, "Apa yang tidak kau mengerti?"

Pandangan Taehyung jatuh pada sosok bergerak di bawah sana. "Aku sudah beberapa kali melihatnya. Manusia itu." Seorang gadis lebih tepatnya. Mungkin berusia belasan tahun. membawa keranjang kecil dari anyaman tengah memetik bunga-bunga indah dalam hutan belantara tersebut. "Padahal rumor yang mengatakan bahwa hutan ini berbahaya dan dilarang dimasuki sudah bertahan lebih dari berpuluh-puluh tahun lalu. Akan tetapi ia yang hanya manusia lemah, berani menginjakkan kaki di sini dan tanpa rasa takut terus mendatangani tempat ini."

Dia terpaksa, Taehyung.

"Namun ada yang lebih aneh," Taehyung sengaja menjeda kalimatnya. Mendapati raut Seokjin yang memandang lekat gadis itu, ia melanjutkan, "Mengapa kau membiarkannya Seokjin?"

Aletheia [BTS Oneshot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang