Menciptakan sebuah momen tidak harus dengan pergi ke tempat mewah ataupun ke luar negeri dengan memakan makanan mahal dan elit. Hal yang terpenting dari sebuah momen bukan mengenai kemewahan, melainkan perasaan bahagia yang kita rasakan. Dan disinilah Kim Namjoon dan Lee Daehee berada, di rooftop apartemen bersama beberapa kaleng bir dan beberapa makanan ringan dari supermarket. Bagi mereka hal itu cukup untuk melengkapi perbincangan keduanya sepanjang malam.
Mengingat saat ini adalah bulan Desember. Suhu di luar ruangan tentunya mencapai minus. Namun, hal itu tidak menghalangi Namjoon dan Daehee untuk tetap menggelar selimut usang Daehee yang tidak terlalu tipis dan melakukan piknik di malam hari dengan baju tebal, sarung tangan, dan beanie. Namjoon bilang pada Daehee sebelumnya jika malam ini langit pasti akan cerah hingga bulan dan bintang bisa terlihat, lalu Daehee mengusulkan ide yang bisa membunuh penderita penyakit pernafasan karena menantang dinginnya malam tapi Namjoon menyetujuinya.
"Kau masih kuat, kan?" Namjoon bertanya dengan menatap Daehee yang pastinya juga kedinginan.
"Tentu saja. Kenapa? Kau mau menyerah?" Daehee menatap remeh Namjoon, "Payah."
"Siapa bilang aku mau menyerah?! Hanya saja kau kelihatan agak menggigil. Aku tidak yakin kau akan bertahan hingga tengah malam." Namjoon menaikkan salah satu sudut bibirnya.
"Suhunya hanya -6°, ini masih biasa bagiku. Kau belum pernah kan keluar di malam hari saat suhunya -10°?"
"Kau tidak ingat? Malam itu kau keluar bersamaku, dasar bodoh. Tidak mungkin kau berani keluar malam sendirian jika tidak bersamaku. Dasar sombong."
"Ah iyakah? Sepertinya aku lupa. Hehe."
Namjoon terlihat kesal pada Daehee, ia menghiraukan kalimat terakhir Daehee. Namjoon tahu jika Daehee selalu menutupi kesalahannya bukan karena malu, tapi gengsi. Namjoon cukup memahami sifat Daehee selama 3 bulan mereka saling mengenal. Sebenarnya mereka saling mengenal bukan karena tinggal di gedung apartemen yang sama. Percayalah jika di antara mereka berdua tidak ada yang tinggal di apartemen yang mereka injak saat ini.
🐨
Awal pertemuan mereka adalah di jembatan penyebrangan Noryangjin, Daehee membagikan pamflet restoran tempatnya bekerja paruh waktu. Namjoon membantu mengambil pamflet Daehee yang terbang karena angin tapi saat itu Daehee tidak terlalu memperdulikan Namjoon. Sejak saat itu, mereka sering bertemu di tempat yang berbeda. Keduanya merasa jika mereka memang ditakdirkan untuk bertemu hingga berteman seperti saat ini. Oleh karena itu, Oktober lalu keduanya baru saling berbicara dan akhirnya sering berkelana saat malam hari. Banyak hal yang mereka bicarakan, mulai masalah remaja, perkembangan teknologi, kejahatan masyarakat, pemerintahan, dan lain-lain.
"Hei, ayo bermain sesuatu." Daehee memecah lamunan Namjoon, sebenarnya ia masih malas untuk mempedulikan Daehee tapi apa boleh buat.
"Bermain apa?"
"Truth... or dare." Daehee sedikit menekan nada bicaranya, ia menatap Namjoon dengan bersemangat.
"Tidak mau." Namjoon menolak dengan agak bergidik ngeri.
"Kenapa? Biasanya kau mau bermain apa saja." Daehee merasa heran dengan Namjoon yang seperti ini. Tiba-tiba Daehee ingat sesuatu tentang yang terjadi minggu kemarin, lalu ia tertawa. Lebih tepatnya menertawakan Namjoon.
"Kau masih takut ya? Hahahaha."
Namjoon menatap heran Daehee lalu membuang mukanya.
"Ya ampun, Namjoon... Kau tahu kan kalau itu hanya film? Lagi pula kita tidak sedang bermain di gereja tua yang seram hahahaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletheia [BTS Oneshot]
FanficDon't hide, don't cheat. Be brave, show up. A project for celebration and first debut 31 December, 2018 Crownses