12. Tanda Merah

435 95 96
                                    

-Tanda Merah-

Nb : Ayo sini ngamuk dah ngamuk ! Wkwk

Javon El Fano diantara rumus aljabar pada Matematika tidak sama sekali merasa kebingungan. Atau perihal rumus gerak lurus berubah beraturan pada Fisika bukan pula jadi masalah untuknya.

Dan anehnya, cuma karena didiamkan perempuan Fano jadi kebingungan bukan kepalang, merasa hidupnya dipenuhi seluruh permasalahan yang ada di muka bumi. Dia tidak punya solusi untuk hal itu, tidak seperti Matematika atau Fisika yang baginya akan didapati jawaban setelah dia kerjakan. Untuk persoalan perempuan Fano hilang akal harus bersikap bagaimana.

Pada Wondy dia menghela nafas panjang.

"Kenapa lo ?"
"Enggak bro..--" katanya menggantung, dihelanya napas dalam-dalam sambil pula mengerut dahi "Gue bingung cewek itu maunya gimana sih. Waktu berangkat pergi itu baik-baik saja. Begitu acara kelar langsung pulang begitu saja. Nggak ngasih tahu nggak apa" jelas Fano. Merasa kebingungan dengan situasi yang dialaminya.

"Anehnya lagi, gue jadi merasa diberi jarak yang seolah nggak boleh gue lewatin. Serius, gue sudah coba mikir sebabnya. Tapi semakin dipikir gue masih nggak bisa nemu conclusinya" lanjut Fano bercerita. Oke, jadi beginilah contoh galaunya anak OSN.

Tidak sehebat Fano tentang akademisi atau bukan pula analis yang hebat tapi kiranya Wondy sedang mencoba mencerna, mengurai dan menganalisa dari keluhannya Fano. Sekali lagi diingatkan bahwa Wondy adalah pengamat yang baik. Oleh sebab itu dia mulai angkat bicara "Itu tandanya dia ngambek"

"Kenapa harus ngambek ? Salah gue apa ?"
"Salah elo, elo nggak nyadari kesalahan elo. Nggak peka kali lo"

Meringkas perihal keluhan Fano akan membawa kembali pada cerita nonton debat 2 hari lalu. Akibat dari cerita 2 hari lalu itu pula Wondy terdiam mengingat pula cerita hari kemarin.

Malam hari, lebih kurangnya waktu usai sholat magrib. Gerimis kecil hadir pula malam itu, jelas, berkat gerimis gerimis itu udaranya jadi kian sejuk dengan kecenderungan dingin.

Tanpa direncakan Wondy datang dengan jaket denim yang terbungkus jas hujan merah maroon dengan berlogo hewan kutub utara pada bagian punggung jas hujan itu. Mengetuk pintu rumah Ellea bersambut bunda.

Lalu selang satu jam setelahnya sudah berada pada balkon kamar Ellea dengan posisi memeluk. Memeluk perempuan berponi tipis yang sedang menangis sesenggukan, Aigha Ellea Darma.

Pelukan Wondy diawali dari cerita 1 jam sebelumnya, dimana dia mengetuk pintu kamar Ellea setelah bunda bilang 'Lea dikamar, samperin aja Won lagi ngambil jadwal pelajaran katanya'

Dua kali ketukan tidak ada jawaban, sekali lagi Wondy mengetuk lalu menemui isak tangis dari cela pintu. Bersaman dengan isak tangis itu ada rasa khawatir yang muncul tiba-tiba pada Wondy oleh sebab itu dia mengetuk pintu itu kembali dengan frekuensi yang lebih cepat dari dua ketukan sebelumnya.

"Apa ?" Pintu terbuka, dengan Ellea yang sudah ada disana. Memasang tampang yang jelas sekali dibuat-buat seolah dia baik-baik saja.

Menyadari kantung mata yang tidak seperti biasanya Wondy mencoba tidak menghakimi meski serius khawatir juga penasaran setengah mati "Gue bawa batagor, lo katanya minta dibawain"

Bagi Ellea, serius, malam ini sedang tidak kepikiran batagor yang di requestnya pagi tadi. Ini bukan malam yang tepat untuk kepikiran batagor. Alih-alih menolak, Lea yang merasa tak enak hati sudah merepotkan Wondy malam-malam gerimis jadi menodong ke udara "Mana ?"

"Dibawah, sama bunda"
"Hilih" balasnya mendecih.

Wondy juga Ellea yang masih sama-sama berada didepan pintu dengan sudut berlawanan arah itu tidak juga beranjak.

BESTI - Cha Eunwoo |END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang