Bunga Euphorbia

1K 46 1
                                    

Aroma bunga dari sudut ruang, menuntut keberanian dan kekuatan yang terpendam. Sayang, itu hanya ilusi.
--------------------------

"Apa kau sejak awal menyimpan pedang ini?"

Aku mengangguk pelan. Tak bisa menepis maupun membela diri. Kenyataannya memang seperti itu. Pedang itu kusimpan sejak awal sayembara. Meski aku tahu aturannya, tapi aku nekat membawa senjata tajam untuk menjaga diri.

Dayang Han mengintrogasiku di ruangannya setelah kejadian beberapa menit lalu. Yang tak habis kupikirkan adalah, seharusnya Dayang Han menanyakan keadaanku karna baru saja berhadapan dengan seorang penyusup. Apa ia tak melihat ada penyusup di istana.

"Kau harus pergi dari sini."

"Tapi Dayang Han... "

Wanita itu menuang secangkir teh. Kemudian melirikku dengan netra sendu bermanik coklat.

Keberanianku menyusut. Aku sangat menghormati Dayang Han, tatapannya cukup membuatku mengerti apa kemaunanya.

"Aturan tetaplah aturan, jika kau melanggar, hukum yang menyelesaikan."

Hanya karna sebuah pedang, aku harus menerima hukuman. Nyawaku hampir saja direngggut seorang penyusup. Aku tidak bisa tinggal diam.

"Setidaknya yang kulakukan untuk melindungi diri. Andai aku tak membawa pedang, penyusup itu pasti akan melukaiku atau peserta lain."

"Penyusup?"

Nada bicaranya sedikit tersentak. Terkejut atau malah tak percaya aku akan memberikan alasan seperti ini.

"Kau yakin melihat penyusup masuk?"

Aku mengangguk cepat. Mulai melihat ada sebuat kesempatan. Ternyata, ia belum paham apa yang sebenarnya terjadi.

"Mungkinkah Dayang Han tak mendengar keributan tadi? Seseorang memekik dan penyusup datang mengancamku. Aku tak yakin, peserta lain juga mendapat ancaman serupa sepertiku."

"Aku tak tahu ada penyusup masuk. Karna kupikir, kaulah yang membuat keributan di asrama."

"Lebih baik Dayang Han menanyakan pada peserta lain, sebelum serangan itu, aku mendengar salah seorang berteriak."

Dayang Han terlihat berfikir sejenak. Raut wajahnya berubah hingga tampak kecemasan dan kekhawatiran.

Ia pasti mempercayai ucapanku. Tentu saja, untuk apa aku berbohong. Apalagi membohongi Dayang Han. Tujuanku bukan itu, aku disini untuk mendapatkan koin emas.

"Kali ini, kuberi kau konpensasi. Untuk sementara, kau ikut dalam pelatihan sampai aku tahu apa kau berbohong atau tidak. Dan pedangmu itu akan kutahan hingga sayembara selesai."

Setelah menyatakan menimbang kembali hukumanku. Terlihat ia pergi dengan terburu-buru. Kejadian ini memang harus terdengar kesemua penghuni istana lain.

...............

"Kau darimana Son?" tanya Min Si.

Wanita itu belum tidur, padahal Ice dan Recca tampak terlelap.

"Aku mengalami sedikit masalah pencernaan." aku berbaring di sampingnya, sambil melepas jepit rambut di kepala.

"Aku mengkhawatirkanmu, kupikir kau kabur dari istana. Syukurlah, kau baik-baik saja."

Keadaan asrama sangat tenang. Tak ada keributan atau suara memekik seperti yang kudengar. Harusnya tak sehening ini, aku yakin mendengar suara wanita berteriak dari sini. Tapi siapa? Apa mungkin itu hanya sebuah jebakan? Tapi untuk siapa?

Selagi Min si kembali tidur. Aku masih tak bisa terlelap. Penyusup itu sudah melihat wajahku, kemungkinan besar, aku akan jadi incaran selanjutnya.

Embrace The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang