Bakat murni para wanita

957 54 1
                                    

Fisik bisa saja berubah , tapi watak sulit kau ubah karna memang sudah melekat sejak kau pertama kali menangis dalam dekapan ibumu.

------------------------
"Lancang sekali!"

Tubuhku terpaku melihat Pengeran. Masih dengan pakaian bertahtanya, ia berbalik menghadapku. Kedua sorot mata menajam, mengepal salah satu tangan, seperti akan menikam wanita jelatah di depannya.

Seketika aku membungkukkan badan. Memberi penghormatan sambil berharap tidak ada yang terjadi padaku setelah ini.

Ragu, aku berniat mundur. Lebih baik pergi daripada mati ditangan salah satu penguasa negeri ini. Belum juga membalikkan badan. Pangeran melempar pedang ke arahku. Untungnya, meleset dan menancap pada lantai.

"Untuk apa peserta sayembara datang ke aula sepagi ini?"

"I-i-itu... "

"Apakah para peserta bisa bebas berkeliaran di istana?"

Alasan apa yang harus kukatakan padanya. Ia bukanlah seorang yang mudah dibohongi. Berasal dari keturunan Raja. Kecerdasannya sudah dipastikan melebihi orang lain. Jika aku berbohong, itu akan membuat keadaan semakin rumit. Dan bisa saja karna ini, Pangeran akan mengeluarkanku dari sayembara.

"Emm, aku harus... Emm bangun sepagi ini untuk membersihkan aula."

"Ada banyak pelayan yang membersihkan setiap ruangan di istana, apa kau berusaha membohongiku?"

Sialan! Sudah kukatakan tak mudah membohongi pria setingkat lebih rendah dari Raja.

"Seorang Dayang memberikanku hukuman, karna suatu hal. Karna itu aku bangun pagi untuk menerima hukuman membersihkan aula."

Pangeran melirikku, menatapku dengan wajah curiga. Saat pertama kali bertemu padahal ia tampak mudah tertawa. Mendengar namaku saja ia tak habis terbahak-bahak. Kenapa sekarang jadi seseorang yang menakutkan seperti ini.

"Katakan pada Dayang Han, aku mencabut hukumanmu. Pergilah, kau menggangguku saja."

"Baik Pangeran."

Aku segera keluar dari aula. Menghentikan langkah lalu menghela nafas lega. Syukurlah, ia mempercayai alasanku. Jika tidak aku bisa dikeluarkan dari sayembara ini.

Tapi, aku kemari kan untuk menemui si pengirim tulisan semalam. Apa mungkin... Pangeran. Tidak, bukan ia pelakunya. Tidak ada alibi yang kuat untuk menuduh pangeran. Lagipula ia terlihat tak menampakkan seperti mengenalku. Memang bukan Pangeran yang menulis surat itu. Tentu saja, aku pun tak pernah berfikir bahwa dia orang yang menggangguku selama ini.

/@@/

Seperti biasa, kegiatan pelatihan kami dimulai setelah matahari terbit. Para gadis bergegas merapikan diri kemudian berbondong-bondong pergi ke aula. Bersama Min si aku berjalan beriringan. Berniat tidur sebentar di dalam aula sebelum para dayang datang.

Melelahkan sekali. Setelah ancaman dan surat-surat itu. Pikiranku terus terusik. Aku hanya takut, jika si pengirim ingin balas dendam hanya karna pukulan tak seberapaku. Bukannya pulang membawa koin emas, aku bisa membawa raga tanpa nyawa saat pulang.

"Kau kelihatan kurang tidur Son, apa Ice diam-diam mengganggumu lagi."

"Tidak, aku hanya... "

Grekk.

"Hormat kami para dayang!

Serempak kami berdiri memberikan salam pagi ini pada wanita-wanita cantik yang sudah semakin akrab. Mereka tersenyum lembut dan membalas salam kami.

Kami kembali duduk setelahnya.

Hari ini misi apalagi yang akan dihadapi. Jujur saja mental dan fisikku sudah lelah. Rasanya ingin menyerah sampai di sini. Tapi tentu saja itu tidak bisa aku lakukan.

Embrace The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang