Kelopak Terakhir

860 35 7
                                    

Kelopak bunga sakura jatuh berguguran, memeluk setiap debaran perasaanku. Kata-kata yang pernah saling terucap sekarang masih tersimpan dalam kenangan.

Kelopak bunga sakura menari bersama rindu, mengulang kembali masa itu. Dimana pertama kali aku melihatmu tersenyum pada kelopak sakura dan tersipu saat kukatakan aku telah memilihmu.

Tapi, itu semua hanya semu.

Karna sampai sekarang aku masih merasa bahwa aku belum terbangun dari mimpi. Mimpi yang sulit, padahal sekedar berharap bisa menghabiskan musim gugur ini bersamamu.

Son, aku merindukanmu.

**********************

Musim semi

"Ayah!"

Seorang anak berlari menghampiriku, langkahnya yang dulu tertatih kini telah kokoh dan tegak mengayuh, menorobos segala sesuatu yang menghalangi, tak terkecuali manusia bertameng yang menghadang.

Aku tersenyum, menyelipkan kelopak bunga sakura dalam buku. Lalu beranjak menyambutnya.

Pelukannya sangat hangat. Seperti pelukan Ibunya.

"Hari ini aku lulus! Artinya besok adalah penobatanku," anak itu tertawa, bahkan suaranya terlalu mirip dengan dirinya.

"Pilihlah yang baik untukmu," kataku.

Lihatlah, sekarang ada sosok yang sangat mirip denganmu. Mata coklat dan sikap pemberaninya. Sangat membuat dadaku menggebu. Aku rindu.

"Sudahlah, dia baik-baik saja," katanya menguatkan.

"Son Dui," pekikku.

"Aku suka nama depanku," ia tersenyum.

Entah sudah berapa musim telah kulewati. Sendirian tanpa ada sosok yang selalu menantangku. Memata-matai dengan amarah membara.

Son, tidakkah kamu mendengarku?

Son Dui, Putra kita. Sekarang ia tumbuh menjadi sosok yang gagah dan terlalu berani. Saat ia kembali dari peperangan, sesaat aku teringat denganmu. Yang saat itu, kembali dengan membawa pedang. Katanya ingin mengahabisi diriku. Benar, aku selalu tersenyum dan merasa lucu saat mengingatnya.

Dui berhasil melewati semuanya, dan mungkin Purnama ini ia akan menjalani tradisi penobatan. Ia akan melewati masa-masa seperti yang telah kita lalui. Aku berharap kebahagiaan saja yang menurun, tak akan ada kepedihan dan siksa jiwa raga, seperti yang kita alami.

Son, datanglah. Saat itu, aku ingin memberimu kuncup pertama bunga sakura. Aku tahu kamu sangat menyukainya.

.............................

Lekuk tubuh gadis-gadis cantik terlihat lues menarikan sebuah tarian. Tersenyum manis bersama dengan alunan kecapi. Mereka sempurna dimata para pria. Terkeculi diriku.

Malam ini bukanlah masaku lagi. Malam penobatan sebagai ahli tata dalam kerajaan ini. Karna, kini kerajaan sudah dalam genggamanku. Giliran generasi selanjutnya untuk naik tahta sebagai Pengeran.

Sebagai Raja, sekaligus Ayah aku harus duduk disini. Melihat Dui, satu-satunya garis keturunanku beranjak dewasa. Dalam proses pendewasaan.

Aku teringat kembali padamu Son.

Tubuhku memang terlihat kuat, tapi ada lubang di hatiku yang kian melebar. Kesedihan yang amat dalam belum bisa terobati. Semenjak sepeninggalanmu.

"Putra Mahkota datang!!"

"Salam kami Putra Mahkota!"

Sujud semua tamu undangan dalam aula ini. Pria itu masuk dalam balutan kebahagiaan. Ada senyuman yang coba ia sembunyikan, namun jelas terlihat dari sudut pandangku. Hanya aku yang bisa mengerti dirinya. Seperti aku mengerti dirimu Son.

Embrace The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang