Prolog - Diselimuti Rasa Sepi

72.5K 3.6K 423
                                    

"Hidup di Solo itu nggak mudah, lo harus tau itu!"

"Apalagi temen-temen lo baru semua, dan lo anaknya pendiem. Duh, udah pasti deh nggak bakalan betah dan akhirnya lo balik lagi ke sini."

"Lo beneran mau ninggalin Bandung? Fix itu kan Ayah lo yang pindah lu ngapain ikut pindah juga Ra?"

"Nanti yang nemenin gue ngopi di sejiwa dan beli macilor lagi siapa Ra, kalo bukan lo?"

***

Adara belum bisa mengira kalau perkataan teman-temannya di Bandung itu selalu terepetisi dalam pikirannya. Perempuan berambut sebahu itu selalu memikirkan bagaimana ia bisa mendapatkan rumah yang nyaman seperti dulu. Seperti teman-teman yang dulu, menerima apa pun kekurangan dan kelebihannya dengan tulus. Bagaimana jika di sini ia merasa sendirian? Ah hal tersebut membuat Adara pusing. Hari ini adalah hari pertama ia masuk di kelasnya setelah selesai mengurusi surat-surat pindah sekolah dari Bandung. Seharusnya kemarin jadwal pertama masuk Adara, tapi karena ada satu lain hal membuat ia baru bisa masuk hari ini.

"Nanti pulangnya bisa naik bus ya kalau Ayah belum bisa jemput," ucap Ayahnya seraya membelai halus rambutnya itu.

Adara hanya mengangguk lantas berkata, "Ayah hati-hati ya! Adara masuk kelas dulu."

Sang Ayah hanya tersenyum lantas berkata, "Tentu saja sayang, ya sudah Ayah duluan ya! Kamu semangat ya belajarnya."

Adara tersenyum dan masih mematung sampai mobil ayahnya melaju dan tak terlihat lagi oleh pandangannya. Ia lantas berjalan mencari kelasnya yaitu 12 IPA 1. Tadinya Adara sempat salah kelas. Untung diberi tahu oleh salah satu murid di sana, dan sekarang Adara bingung mau duduk di mana. Ia hanya tertuju pada dua kursi kosong di belakang. Mau tidak mau, ia harus duduk di sana.

Setelah meletakan tas, ada seseorang laki-laki berbadan gempal yang mengajaknya berkenalan. "Halo gue Bimo, lo anak baru ya?"

"Hei, gue Adara, dari Bandung. Oh iya, gue mau tanya dong. Emang kalau di sini itu duduknya dicampur ya cewek sama cowok?" tanyanya ingin tahu setelah melihat beberapa kursi itu diduduki oleh cewek dan cowok, tidak seperti di sekolah lamanya. Yang notabenenya selalu dipisahkan bahkan berjarak.

"Hehe, pasti lo kaget ya? Iya nih, tujuannya ya biar semuanya itu bisa berbaur Ra. Nggak sendiri-sendiri, dan nggak berkubu."

Adara hanya mengangguk kemudian tersenyum, merasa bahwa hal seperti ini sangat mendukung proses adaptasinya di Solo. Namun beberapa hal yang menjadi pertanyaanya lagi adalah, ketika semua kursi telah terisi. Kursi kosong di sebelahnya belum juga ada yang menempati. Atau kah belum datang orang yang seharusnya ada di sini? Atau memang tidak ada yang menempati?

Ingin sekali ia bertanya pada Bimo namun mulutnya selalu terkunci. Kebiasaanya sebagai "gadis introvert" selalu membuatnya sulit untuk beradaptasi. Tapi saat seorang guru masuk kemudian diikuti satu siswa yang membantu membawakan sejumlah buku dan laptop guru itu. Membuatnya langsung berpikir bahwa kursi ini adalah tempat murid itu duduk.

"Pagi Nak, seperti yang kita tahu bahwa ada murid baru pindahan dari SMAN 2 Bandung di sini. Nah agar kalian semua bisa berteman dengan baik jadi Ibu persilakan maju Nak, perkenalkan namamu," ucap Bu guru itu menunjuk Adara dan menyuruhnya untuk maju.

Adara menghembuskan napas berat sebelum melangkah dan ia usahakan untuk percaya diri. Apalagi tatapan hangat dari laki-laki yang juga berdiri di depan membuatnya yakin kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Halo teman-teman, perkenalkan nama saya Adara Thamrin bisa dipanggil Adara, saya pindahan dari SMAN 2 Bandung lalu ke Solo karena pekerjaan Ayah saya yang pindah kantornya di sini. Salam kenal semuanya."

Arial & AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang