Ia tercipta bagai metafora dalam puisi yang sulit Adara mengerti. Yang harus ia baca berulang kali. Ia juga seperti puisi, singkat, indah, bermakna, namun selalu menimbulkan tanya pada akhiran lariknya. Di sebelahnya, selalu terasa aman dan nyaman. Laki-laki bermata sayu nan teduh itu selalu bisa mencipta ruangannya sendiri.
Kini rambutnya yang tengah berantakan, kadang berponi, bahkan sampai menghalangi mata sayunya, kadang ia sisir ke atas, ke samping, atau kadang dibiarkan berterbangan mengikuti arah angin. Tak peduli bagaimana caranya, kendati Arial selalu saja menyenangkan untuk dilihat.
BST kali ini lumayan sepi, entah karena apa, Adara juga tidak mengerti. Ataukah Kota Solo sedang lelah-lelahnya? Tapi tak apa, suhu di dalam bus jadi lebih dingin karena sedikit orang.
"Mau coba dengar, Al?"
"Playlist kamu?"
"Iya, siapa tau kamu mau."
"Boleh boleh."Adara memberikan satu earphone-nya untuk dipakaikan di telinga Arial. Kemudian Adara menekan tombol "play" dan seketika ia masuk ke dalam sebuah labirin yang sunyi, labirin yang bercahaya temaram, hanya ada mereka berdua dalam labirin itu.
"Suka sama banget sama Sheila On 7 ya Ra?" tanya Arial setelah lagu Seberapa Pantas mengudara dimenit-menit ke dua.
Adara mengangguk semangat. "Kamu gimana?"
"Suka juga, lagu-lagunya bagus kok. Selalu ada pesan yang mau disampaikan, terus begitu dalem juga."
"Mungkin kini kau tlah menghilang tanpa jejak, mengubur semua indah kenangan. Tapi aku slalu menunggumu di sini, bila saja kau berubah pikiran." Adara refleks menatap Arial ketika lirik itu mengudara. Ia menatap lekat bagaimana Arial memaknai setiap napas yang telah diberikan Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arial & Adara
Teen Fiction[ TERSEDIA DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA ] Di sudut Kota Solo, di rengkuh semesta yang sedih melihat pemuda bernama Arial Sakti Dhanurendra. Pasalnya, Arial yang dikenal rajin, berwibawa, dan baik hati itu ternyata memiliki keluarganya tidak seharm...