8. Jika memang harus berakhir, maka berakhirlah.

16.9K 1.8K 376
                                    

Di atas bus kota yang membawa Adara pulang ini, Arial diam-diam selalu memerhatikan Adara. Selalu menyukai bagaimana perempuan itu membangun dunianya sendiri. Adara yang ramah dan baik hati memang sangat mudah bergaul ya? Lihatlah baru saja ia berbincang-bincang sebentar lantas mendapat mawar putih dari ibu-ibu penjual bunga di Pasar Gedhe tadi yang sisa jualannya tinggal satu.

Pasalnya juga, waktu mereka masuk BST senja tadi. Semua kursi penuh dan hanya tersisa satu. Arial langsung memberi tahu Adara untuk duduk di ujung sana, dekat pintu belakang. Maka dari itu meski jaraknya lumayan berjauhan dari tempat Arial berdiri. Arial selalu memerhatikan supaya Adara baik-baik saja di sana.

Pendar-pendar senja yang menembus kaca bus ini membuat Solo terasa begitu hangat, perpaduan warna jingga dan birunya langit untuk menyambut petang ini membuat Solo kian cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendar-pendar senja yang menembus kaca bus ini membuat Solo terasa begitu hangat, perpaduan warna jingga dan birunya langit untuk menyambut petang ini membuat Solo kian cantik.

"Lho, kamu ngapain balik ke sini Ra? Udah baik-baik kan duduk di sana?" Tanya Arial kaget karena Adara menghampiri dirinya dan memilih berdiri, bersebelahan dekat pintu otomatis terbuka bus ini.

"Aku mau deket dan temenin kamu Al, kasian sendirian," balas Adara sembari menelisik mata teduh Arial yang sebenarnya pun senang karena Arial tak perlu celingak celinguk untuk memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Arial hanya mengangguk lantas muncul segaris senyum dari bibir laki-laki itu. Sebenarnya masih banyak perbincangan seru yang bisa menghangatkan suasana. Namun bagaimanapun juga Adara sadar mungkin kali ini bukanlah saat yang tepat. Karena kondisi bus yang penuh sesak, juga kondisi Arial yang sebenarnya masih lelah namun ia paksakan untuk mengantarnya pulang. Mereka hanya menikmati indahnya keheningan di bawah langit senja Kota Solo ini, sama-sama menyimpan rasa yang mereka berdua pun bingung perasaan apa.

Ah, lagi-lagi Arial.

Ketika bus sudah hampir mendekati halte rumah Adara, Arial bertanya, "Aku anterin kamu sampai rumah, ya?"

"Al... jangan ya? Aku kan bisa naik ojek. Jaga diri kamu baik-baik, Al. Minggu depan kita udah masa-masa ulangan akhir semester 1. Aku nggak mau kamu sakit-sakitan lagi. Kamu langsung pulang aja ya?" balas Adara seraya menepuk pundak laki-laki itu.

"Tapi Ra..." Arial menyergah tangan perempuan itu.

"Kenapa?"

"Hati-hati ya..."

Adara tersenyum, "Matur nuwun sanget Mas, sampeyan juga ya. Kita nggak bisa berkabar via ponsel sekarang. Tapi semoga intuisi aku ke kamu begitu kuat. Begitupun intuisi kamu ke aku ya Al."

Arial mengangguk tersenyum, lantas melambaikan tangannya ketika pintu otomatis bus tersebut terbuka dan Adara sampai di halte dekat rumahnya.

Adara melepas Arial dengan indah, dengan hangatnya senja serta teduhnya mata Arial, dengan membawa harapan baik yang ia pun berharap akan merubah semua kian baik pula.

Arial & AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang