"Yah ternyata hujan Ra," ucap Arial maju selangkah dari tempat mereka berdiri, tangannya menengadahkan rintik hujan yang jatuh cukup deras disertai desir angin yang membuat mereka lumayan menggigil malam ini.
"Ya udah duduk dulu aja di sini Al, kita tunggu sampe bener-bener reda," balas Adara sambil tersenyum, kemudian mengamit pundak Arial.
Arial mengangguk, lantas mereka berdua duduk dan menikmati hembusan angin yang membuat malam ini sedikit berbeda. Sama-sama menatap jalanan yang licin dengan volume kendaraan yang sedikit. Hanya sedikit pengendara motor yang berani menerobos derasnya hujan sampai pakaian mereka basah kuyup. Apa mereka tidak takut sakit, ya? Padahal kan besok masih hari-hari kerja? Ah, mungkin mereka sedang ditunggu istri dan anak-anaknya makan malam bersama, atau mungkin mereka sudah ada janji kepada ibu dan bapaknya untuk membicarakan sesuatu, atau mungkin ada sesuatu yang begitu lelah sehingga lebih memilih untuk segera merebahkan badan di rumah.
Oh iya Arial baru saja ingat bahwa sedari tadi siang Adara belum makan.
"Terobos aja yuk Ra? Perut kamu harus diisi dulu, nanti sakit lagi gara-gara aku."
"Kalo nerobos sama aja kan Al? Maksudku—ya kalau nanti hujan-hujanan bakal sakit juga, malah yang sakit nggak cuma aku, tapi juga kamu."
Arial mengangguk mengerti, tapi bukan Arial namanya kalau tidak mencoba. "Emang kamu nggak mau apa hujan-hujanan sama aku Ra?"
Adara hanya mengernyitkan dahi, seakan berkata, pertanyaan macam apa itu?
Ia lantas mencopot jaket birunya dan membentangkannya seperti payung yang siap untuk mereka berdua pakai menaungi diri dari rintikkan hujan.
"Ayok Ra," Arial menggenggam tangan Adara meskipun gadis itu belum siap melangkah.
"Eh? Serius? Jangan ngelawak gini deh kamu bukan batman tauu! Nanti seragam kamu basah, besok kan kita masih sekolah," jawab Adara yang sebenarnya percuma saja, tidak akan didengar oleh Arial.
"Aku masih ada satu lagi di rumah. Yuk, aku juga udah laper banget nih."
Akhirnya Adara melangkah bersama dengan Arial, keduanya menembus hujan dan angin dingin bersama.
Adara hanya bisa menahan senyumnya kala Arial berusaha membentangkan jaket biru ini sembari menyebrang jalan, duh kebayang kan bagaimana manisnya?
Begitu hangat suhu tubuhnya, dan begitu harum aroma vanilla yang melekat dalam dirinya, meskipun dari pagi sepertinya aroma itu tak pernah luntur dan hilang.
"Nah udah sampe deh," Arial segera mengibaskan jaketnya yang kini sudah basah kuyup, juga seragam putihnya yang sedikit basah, dan rambutnya yang kesana kemari tak karuan karena diacak-acak oleh desir angin.
Adara segera mengambil tisu dan refleks mengelap wajah Arial, dari sekitaran dahi sampai leher.
Arial yang begitu kaget hanya tersenyum kuda, "Makasih ya Ra makin cantik deh."
Adara hanya menepuk pundak Arial dan berkata, "Apaan sih, aku mah emang udah cantik dari lahir ya."
***
"Pesan baksonya dua ya Pak, satunya pedes, satunya lagi biasa."
Jadi bakso malang yang mereka beli malam itu dijual dekat halte BST depan tempat bimbel, tadi sebelum hujan lumayan ramai dan sekarang hanya mereka berdua yang ada di sana.
"Wah enak banget nih Al, dingin-dingin terus makan bakso," Adara hanya bisa takjub ketika asap yang menyeruak dari mangkuk baksonya menghembuskan aroma yang lezat dan menggugah nafsu makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arial & Adara
Teen Fiction[ TERSEDIA DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA ] Di sudut Kota Solo, di rengkuh semesta yang sedih melihat pemuda bernama Arial Sakti Dhanurendra. Pasalnya, Arial yang dikenal rajin, berwibawa, dan baik hati itu ternyata memiliki keluarganya tidak seharm...