0.13

2K 108 34
                                    

"Kenapa semuanya serba tiba-tiba? Seperti dia yang datang dengan tiba-tiba. Memberikan kabar secara tiba-tiba. Dan lama-lama ia akan menghilang dengan tiba-tiba pula."

🥀 🥀 🥀

Revan sibuk memandang handphone nya. Hatinya bimbang, ia ingin menelepon Nadya, tapi ia juga takut kalau sampai Nadya menolaknya. Sudah cukup lama ia berdiam diri dengan posisi seperti itu. Kurang lebih 1 jam cowok itu di sana, mengabaikan kopi panas yang ia pesan sampai menjadi dingin.

"Hai, Van. Kita ketemu lagi." kata Fani riang seperti anak SD yang mendapat boneka baru.

Revan hanya mendongak lalu mengangguk singkat sebagai respon. Fani mendengus sebal. Padahal ini kali kedua mereka bertemu, sama-sama sendiri pula. Harusnya ini menjadi momen yang bagus untuk pdkt kan?

"Masih sendiri, Van? Keliatan banget sih jomblonya haha." ucap Fani sambil menarik kursi di depan Revan untuk duduk.

"Lo juga sendiri. Jomblo juga kan?" kata Revan masih dengan pandangan fokus ke layar ponselnya.

Fani sedikit penasaran dengan isi ponsel Revan. Cowok itu terlalu fokus memandanginya. Jangan-jangan itu isinya yang iya-iya?

Cewek itu sedikit berdiri lalu menunduk dengan badan condong ke depan pura-pura mengambil saus yang ada di dekan ponsel Revan. Mata Fani sedikit melirik, ada tulisan "Cengil😙" dengan nomor ponsel di bawahnya. Sepertinya Revan hendak meneleponnya.

Hati Fani sedikit nyeri serasa dihimpit
2 batu bata. Bibirnya melengkung ke atas dengan sedikit paksaan. Dengan cepat Fani kembali duduk, mata sedikit memanas. Patah hati? Tentu sangat jelas. Ia sudah hampir 1 tahun menyukai Revan. Ia rela stalk sana sini demi mendapat info si ketos ganteng itu. Dan setahunya cowok tampan eh, ganteng di depannya ini tidak memiliki pacar ataupun teman yang lebih dari teman.

"Lo kenapa, Van?" tanya Fani dengan suara yang dibuat sebiasa mungkin.

Revan mendongakan kepalanya, diletakan ponsel itu di dekat cangkir kopinya. Matanya menatap Fani penuh keraguan. Ia ragu jika ingin bercerita dengan cewek di depannya ini.

"Gue ragu." katanya pelan dengan mata melirik layar ponsel yang bertuliskan "Cengil😙".

"Maksudnya?" tanya Fani pura-pura tidak mengerti. Hhh dirinya kenapa mendadak menjadi bodoh? Bukankah jika begini ia justru semakin terluka? Hatinya akan menjadi lebih sakit bukan?

"Gue takut buat telpon dia. Gue udah lama tertarik sama dia. Tapi, beberapa minggu yang lalu gue baru bisa ngobrol sama dia. Dia itu imut, lucu, katanya sih pintar, dan ah hidungnya sedikit mancung. Pokoknya cantik." ucap Renan dengan mata penuh dengan pancaran bahagia. Bahkan sangat bahagia. Sepertinya cowok itu begitu suka atau mungkin sayang dengan cewek itu. Fani lagi-lagi hanya mampu tersenyum kecut. Mata cewek itu menjelajah ke seluruh penjuru Cafe. Ia tak mau kalau sampai menangis di depan cowok ini.

"Oh gitu, telpon aja. Dia,, pasti terima. Secara lo ganteng gini." kata Fani dengan suara semakin serak. Matanya benar-benar sudah memanas.

"Tapi.. Dia udah ada pacar, Fan." adu Revan kepada Fani. Kepala cowok itu menunduk dalam membuat hati Fani semakin sakit.

"Kenapa? Kenapa lo gak pernah liat gue, Van? Dan lo bilang lo suka sama cewek yang udah punya pacar? Lo gila! Yang jomblo aja banyak, Van!"

Ingin Fani berkata seperti itu di depan Revan. Tapi sayangnya ia tak kuat. Ia tak tega menyakiti cowok yang amat sangat ia sukai. Fani mengusap pipinya pelan menghilangkan air mata yang berani menetes.

Dengan tangan sedikit bergetar cewek itu menepuk pundak kokoh milik Revan. "Gue yakin lo bisa dapetin dia. Oiya, gue pamit ya udah malem." ucapnya segera berdiri berjalan menuju pintu keluar.

Hey Mantan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang