#14

31 4 2
                                    


Dua pria dewasa berjalan dengan sedikit terburu-buru menuju ruang laboratorium 1A. Derap kaki mereka menggema sepanjang lorong lantai 2 gedung penelitian pada siang itu.

Pintu laboratorium terbuka, disusul dengan kehadiran dua pria berseragam biru tua lengkap dengan lencana 'Kapten' yang menggantung pada masing-masing dada kiri mereka.

"Itu, kau lihat? Batu hitam kecil itu."

Masih meneruskan langkahnya, Ben menunjuk ke sebuah kotak kaca tebal dengan batu hitam kecil seukuran biji apel tergeletak di dalamnya. Kotak kaca itu terletak di dalam ruangan steril berukuran 2x3 meter yang memiliki kaca transparan cukup besar menghadap kotak kaca. Suasana laboratorium siang itu sangat ramai dikarenakan kedatangan benda-benda temuan dari Tim Fire.

Harry tampak bingung dan berhenti sejenak. Ia menolehkan kepalanya ke arah Ben.

"Jadi warnanya hitam?"

Lalu ia kembali meneruskan langkahnya dan memasuki ruang sanitasi. Harry mencuci tangannya lalu menggunakan pakaian steril dan diikuti oleh Ben.

"Ya, saat Claire memberikannya padaku batu ini berwarna hitam. Tapi, Claire bilang sebelumnya ada kilatan berwarna merah saat batu ini menempel pada inangnya."

Harry sontak menoleh ke arah Ben. Menatap Ben dengan tajam sehingga tampak kerutan pada dahinya.

"Di mana Claire sekarang?"

---

Suhu yang kian menurun diikuti kabut yang menebal tak mampu menghentikan langkah Ruby. Ia masih terus berlari menuju area 6 meskipun napasnya sudah tak karuan.

Namun tiba-tiba langkah kaki Ruby terhenti tatkala mendengar suara ledakan tak jauh dari posisinya berada. Asap akibat ledakan itu bahkan lebih tebal daripada kabut yang menyelimuti area 6 malam itu. Familiar.

"Tidak mungkin..."

Ruby mengaktifkan pengelihatan darahnya sembari berlari masuk ke kepulan asap ledakan. Ia terus berlari mencari Luke, Eryq dan Senna. Ledakan ini terasa sama seperti ledakan yang mengenai Juna kemarin, pikir Ruby.

Napas Ruby tercekat saat melihat pola cahaya merah tak beraturan di depannya. Meski ragu, ia mendekat dengan cepat dan menonaktifkan pengelihatan darahnya.

"Eryq!!" jeritnya di ujung napas yang tak beraturan. Dengan sigap ia memindahkan gumpalan air yang sedari tadi menempel di bahu kanannya ke tubuh Eryq yang terkapar bersimbah darah.

"HAHAHAHAHA!! Dasar bocah kecil merepotkan!"

"Ryq!!" Luke datang menghampiri Eryq dan Ruby. Saking terburu-burunya, Luke tak sempat menghentikan langkahnya dengan benar.

Sraaak

Luke berhenti tepat di genangan darah Eryq. Tangannya tak sengaja mendarat tepat di atas genangan darah Eryq.

"S-Sial!" ucapnya dengan suara serak, memandangi kedua telapak tangannya yang berwarna merah segar.

Ruby masih berkonsentrasi sekuat tenaga untuk memberikan pertolongan pertama kepada Eryq yang saat ini tak sadarkan diri.

"L-Luke... batu... berkilau... Di belakang leher monster itu. Hancurkan... cepat." Dengan bibir bergetar karena menahan tangis, Ruby memberikan perintah kepada Luke. Tanpa banyak bertanya, Luke segera lari meninggalkan Ruby dan Eryq.

"Eryq, bertahanlah. Kumohon..."

Melihat terlalu banyak darah yang terbuang dan Ruby khawatir nantinya Eryq akan kehabisan darah, maka Ruby menggunakan pengendalian darahnya dan mengumpulkan kembali darah yang tercecer dan menggabungkan dengan air suci miliknya.

AVATAR : The Soldier Of PeaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang