#15

54 4 3
                                    


Author's POV

Bulan sabit masih bertengger di langit Desa Dhoomil. Bintang-bintang juga ikut menghiasi langit malam. Kabut tebal yang sedari tadi menyelimuti desa, tidak menghalangi warga desa untuk berkumpul di rumah kepala desa. Mereka khawatir dengan kondisi Tim Ace, terlebih setelah mendengar berkali-kali bunyi dentuman selama 1 jam terakhir. Selain itu, mereka juga penasaran dengan kabar munculnya mayat hidup yang merupakan warga desa serta rupa monster yang selama ini menghantui Desa Dhoomil.

Pintu rumah pak kepala desa terbuka. Dari balik pintu, muncul pak kepala desa bersama dengan 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Mereka merupakan keluarga dari mayat yang beberapa saat lalu menjadi zombi, anak buah sang monster. Masih dengan ekspresi pilu, mereka memberi salam kepada pak kepala desa dan pergi meninggalkan rumah pak kepala desa.

Warga lainnya yang sedari tadi menunggu di depan rumah pak kepala desa semakin riuh. "Kepada seluruh warga desa, diharapkan untuk segera kembali ke rumah masing-masing. Kondisi Tim Ace, baik-baik saja. Tidak ada korban jiwa. Monster yang meneror desa kita sudah dikalahkan. Untuk saat ini, itu saja informasi yang bisa saya sampaikan." Pak kepala desa menurunkan pengeras suara di genggaman tangan kanannya. Lalu ia dengan halus menyuruh warga yang berkerumun di depan rumahnya untuk pulang ke rumah masing-masing serta untuk tidak menganggu keluarga korban, yang mayatnya dijadikan zombi, yaitu dengan tidak bertanya berlebihan dan membuat spekulasi-spekulasi sendiri. Dengan sabar, pak kepala desa menjawab beberapa pertanyaan warga mengenai zombi yang merupakan warga desa.

"Besok dikabari kembali lebih lengkapnya."

Perlahan, warga yang berkerumun pun mulai mengambil langkah menuju rumahnya masing-masing.

Di pekarangan belakang rumah pak kepala desa, nampak seorang pria dengan tinggi 185cm sedang sibuk mencari sesuatu dalam kotak pendingin tak jauh dari gudang. Ia mengeluarkan 3 kantung darah segar dan segera melangkah menuju pondok penginapan.

"Oh, bapak sudah kembali."

Sapanya ramah kepada pak kepala desa yang baru saja memasuki pekarangan belakang disertai senyum yang memperlihatkan deret giginya.

"Iya, kapten. Warga-warga sudah saya suruh pulang." Balas pak kepala desa dengan senyuman yang ramah pula.

"Ah begitu.. tapi pak, panggil saya Harry saja, hehe"

"Kapten Harry lebih baik mungkin," lalu mereka berdua tertawa sejenak. Harry kemudian memohon izin untuk masuk ke pondok untuk melanjutkan tugasnya. Pak kepala desa mengiyakan, "Kalau butuh apapun, panggil bapak saja di rumah ya." Pak kepala desa tidak ingin mengganggu para kuda putih yang sedang sibuk dengan segala temuan mereka. Para kuda putih juga sudah mengatakan kepada pak kepala desa agar tidak perlu repot-repot membantu mereka saat ini. Jika semuanya sudah beres, mereka akan segera melaporkannya kepada kepala desa. Maka pak kepala desa menyerahkan semuanya kepada para kuda putih.

Harry terseyum dan mengangguk lalu ia melanjutkan langkahnya masuk ke pondok penginapan dengan setengah berlari.

Di kamar paling belakang, kamar yang sebelumnya ditempati oleh Ruby, pintu terbuka dan masuklah Harry.

"Ini kantung darahnya."

Seorang wanita dengan rambut hitam yang disanggul dan memakai pakaian medis dengan cepat menyambar ketiga kantung darah yang dibawa Harry. "Thank you." Balasnya singkat seraya menggantung ketiga kantung darah tersebut di satu tiang lalu menyambungkannya dengan selang.

"Ruby, sebaiknya kamu istirahat. Kamu telah melakukannya dengan baik." Mollisa menepuk bahu Ruby dengan lembut. Ruby menoleh ke arah Mollisa, lalu ia menarik air suci yang ia gunakan dan memasukkannya ke kantung yang menggantung di sebelah kiri pinggangnya. Kini air itu sudah tidak sejernih seperti sebelumnya.

AVATAR : The Soldier Of PeaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang