Author's POV
"Dia mayat hidup."
Spontan, Juna menolehkan kepalanya ke arah Ruby.
"Hah? Mayat hidup?" Juna mengulang pernyataan Ruby, takut-takut ia salah dengar. Ruby mengangguk pelan, ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Juna kembali menghadap ke mayat hidup yang kini mulai menghancurkan sebuah rumah yang bersebelahan dengannya. Juna tak banyak bertanya, karena Ruby sebelumnya telah menceritakan bahwa ia dapat merasakan aura-aura jahat dan sebagainya. Jadi ia percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Ruby. Walaupun hal ini terasa mustahil baginya.
"Ayah!"
Seorang bocah kecil keluar dari rumah yang kini bangunannya sudah setengah rata dengan tanah. Bocah itu menatap penuh rindu ke arah mayat hidup dengan pakaian compang-camping, lusuh, berkulit abu-abu pucat dengan otot-otot tubuh yang mencuat berlebihan dengan jarak kurang lebih 3 meter di depannya.
"Tobi! Awas!" Juna berlari ke arah Tobi dengan secepat kilat dan membuat perisai tanah untuk melindungi Tobi dari hujaman bola-bola batu besar yang dibuat oleh 'ayah'-nya sendiri.
"Ibu! Ayah pulang! Lihat!!"
Juna memeluk Tobi dengan erat, untuk menahannya agar tidak berlari ke arah 'ayah'-nya.
"By, tolong bawa zombi itu ke tempat lain! Nanti gue nyusul!"
Tobi masih merengek-rengek memanggil ayahnya di dalam pelukan Juna. Kini buliran air mata mulai membasahi pipi tembamnya.
"Tobi, dia bukan ayahmu." Bisik Juna lirih kepada Tobi seraya mengusap lembut rambut Tobi. Sedangkan ibu Tobi terduduk lemas tak jauh dari tempat Tobi dan Juna. Kedua tangannya bergetar hebat membungkam mulutnya agar tidak mengeluarkan isak tangis yang mungkin akan meledak-ledak.
Ruby yang telah mengerti situasi ini segera menarik kabut tebal di sekeliling zombi itu dan menyisakan sedikit ruang untuk memancing si zombi agar mengikuti Ruby ke tempat lain. Ruby melancarkan serangan-serangan pancingan kepada zombie itu dan benar saja, zombie itu mengejar Ruby yang kini berlari menjauhi pemukiman.
---
"Aura apa ini? Sangat aneh. Berbeda dengan aura roh jahat.
Manusia.
Aku melihat aura manusia, walau sangat kabur.
Ah iya! Akan kucoba sekarang.
Baiklah, tempat ini sepertinya sudah cukup jauh dari pemukiman dan jarak pandang pun sangat terbatas."
Ruby menghela napasnya dalam-dalam. Tatapannya lurus ke arah zombi yang kini berteriak jengkel karena ia tidak bisa melihat dengan jelas akibat kabut tebal yang mengelilinginya.
Sret.
Ruby membuat kuda-kuda dengan memajukan kaki kanannya selangkah dan merendahkan sedikit tubuhnya.
"Fuuh," Sekali lagi Ruby menghela napasnya sembari memejamkan matanya.
Sedetik kemudian, Ruby membuka matanya, yang sekarang memiliki pupil berwarna merah darah, dan dengan sekejap kabut yang mengelilingi zombi menghilang. Dengan konsentrasi penuh, Ruby berusaha mengendalikan zombi yang mengamuk berlari ke arahnya dengan pengendalian darah.
"Khaaakkk!!"
Zombi itu mematung. Sejurus kemudian ia berlari ke arah Ruby sembari melayangkan batu-batu besar ke arah Ruby.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVATAR : The Soldier Of Peace
Fantasía"Sudah ada 3 laporan orang hilang dari daerah rawa di pinggiran Basingse selama 1 bulan ini, Kolonel!" Ucap Claire sembari mengecek kembali laporan tersebut. "Baiklah, kamu, Ruby dan Juna selidiki kasus ini!" Kolonel Harry beranjak dari kursinya dan...