Hari ini Selasa, 12 April 2016.
"hei guys! Ada pengumuman nih dari OSIS" seperti biasa Yana menjalankan tugasnya.
"hari Kamis, 14 April 2016, kakak kelas dua belas kita mengadakan acara perpisahan. Jadiii, akan ada perwakilan dari masing-masing kelas dua orang, bukan dari anggota OSIS. Ada yang berminat?" sambungnya.
Yana masih sabar menunggu respon dari manusia-manusia kelas yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"hellow! Ada manusia nggak sih di kelas ini!?"
"gue aja Yan" Arum mengangkat tangan.
"Arum? Oke, satu lagi dong yang mau nemenin Arum. Oh yaa! Nadin aja biar sepaket" katanya.
"gue nggak bisa, Yan. Kan ngisi acara" sambung Nadin.
"gue aja deh Yan yang nemenin Arum" suara Nandy terdengar dari kursi belakang.
"emm, gue tau nih lo mau ngeliatin siapaa"
"apaan sih Yan. Dari pada nggak ada yang mau ikut?"
"hehehe. Baiklaaah Nandy. Fix ya dari kelas kita Arum sama Nandy. Sekian. Makasih semua" tutup Yana kemudian berlari lagi keluar kelas.
Aku tak menyesal, hanya masih bertanya.
Aku tak bertanya, haya berguman.
Aku tak bergumam, akhirnya aku berpasrah.
Aku hanya mengikuti jalanNya saja.
***
"halo, Arum. Jadi gimana nih?", kata Nandy di telepon.
"halo Nandy, gini aja, lo tunggu di halte SMA Suka Bumi"
"ooh disitu, oke deh. Gue berangkat sekarang ya"
"sip", menutup telepon, menunggu Nandy.
Lima menit kemudian Nandy datang. Mereka bersama menuju ke Restaurant Sea Food dengan Papa Arum. Halaman restaurant masih terlihat sepi. Anggota OSIS masih sibuk merapikan semuanya agar sempurna. Sungguh akan menjadi acara yang luar biasa nanti. Dua tahun lagi Rum, sabar, gumamnya.
Arum dan Nandy mengisi buku tamu. Masuk ke dalam ruangan yang lumayan besar yang masih sangat sepi, bahkan satu kakak kelas pun belum hadir. Duduk di bagian belakang yang sudah di siapkan.
Sudah jam delapan lewat tiga puluh. Satu persatu kakak kelas hadir dengan gaun cantik nan anggun. Kak Andy juga datang degan segerombolan pasukannya membuat seisi ruangan terpana.
"ganteng banget Kak Andy" kata Arum tak sadar.
"dia emang ganteng, Rum. Asli kece badai!!" lanjut Nandy di sampingnya tanpa kedip. Tidak ada satu cewek pun yang tak terhipnotis oleh ketampanan Kak Andy, termasuk Arum.
"Rum! Liat tuh Tio pake topi kayak gitu dia hahaha. Ganteng bangeeet" kata Nandy yang mengalihkan perhatian Arum.
"siapa? Tio? Tio X MIPA 2? Lo nggak salah orang?" alis Arum mengernyit tak terima. Kesambet apaan anak ini, gumam Arum dalam hati.
"iya, liat deh. Gaya-gayaan pake topi kayak anak-anak band gitcuu" katanya lagi dengan nada mengolok.
Si polos Arum menanggapinya dengan serius,"woi! Gantengan juga kak Andy!"
"ah Aruum, serius banget hidup lo. Ya enggak lah, gue becanda aja gila. Coba tuh liat bibirnya, seksi banget kayak disulam, hahaha!" lanjutnya lagi masih menghujat Tio, Tio yang malang. Arum ikut tertawa memperhatikan bibir Tio yang 'seksi' itu.
"bangke, parah sih becanda lo!" seraya menggelengkan kepala.
Mungkin Dia sedang tersenyum kala itu.
Mungkin Dia mengatakan "jatuh cinta lagi, ya?"
Mungkin Dia sedang menghitung mundur itu akan dan pasti terjadi.
Kita buta tapi memandang.
Kita diam tapi bicara.
Kita acuh tapi menjaga.
Kita, karena Dia.
Tio, aku perempuan itu. Perempuan yang tak sengaja berdebar terbayang wajah dinginmu karena kejadian itu. Perempuan yang masih bertanya hingga kini.
Tio, aku perempuan itu. Berusaha mengubah diri menyamai denganmu. Perempuan dengan harapan kali ini aku dilihat, dicinta.
Aku memang bukan perempuan cantik nan anggun. Namun, mencintaimu juga diluar dugaanku.
Acara selesai. Arum sudah berada di rumahnya sekarang. Ia masuk ke kamar dan mendapati adiknya sedang membuat tugas.
"hei Rara yang sok cantik"
"apaan sih nggak jelas" balasnya.
"capek juga ya cuman ngeliatin kakak kelas poto-poto"
Menuju cermin hendak melepas jilbab,
"astaghfirullah! Sakiit" ia tak sengaja menusuk jari telunjuknya dengan jarum pentul dari hijabnya.
Deg.
Cepat-cepat membuka mata, berharap wajah tadi hilang. Memejam mata lagi, masih sama. Ketiga kalinya mengulang perbuatan barusan, semakin jelas.
Mulai terasa kejanggalan yang luar biasa. Perasaan tidak enak. Seperti ada yang berubah, ada yang berseru di hati. Melepas jilbab perlahan, teringat kata-kata Nandy.
Nggak mungkin, gumamnya.
"apaan sih malah muka dia yang gue bayangin"
"nggak-nggak. Kenapa harus dia coba?" lanjutnya gusar. Ia memejamkan matanya sekali lagi.
"nggak beres nih." tutupnya menghadap cermin.
Oh sungguh, hatinya tak tahan ingin menyebut nama itu. Tapi mengapa? Tuhan, berikan petunjuk kenapa harus dia yang terbesit di hati Arum saat ini. Mohon, tidak patah lagi.
Tio?
Lanjutlah membaca, ini baru dimulai, Tio.
***
"Ra, gue salah apa ya sama Tio? Apa jangan-jangan pas hari Senin hampir ketabrak sama dia?"
"Tio? Siapa?" malah balik bertanya,
"lo nggak tau? Ituu, Tio anaknya Tante Ratna"
"emm, Tante Ratna mana sih?!" kan bener.
"oke jadi gini, pas gue kecil dulu, ada temen ngaji gue namanya Tio. Sekarang kami satu sekolah. Lo.. ya.. belum ada sih waktu itu"
"terus, tujuan lo cerita apa?" katanya lagi dan kembali menulis.
"gue kepikiran Ra sama dia"
"naksir kali, lu" balasnnya santai yang mendapat jitakan pelan dari kakaknya.
Malam ini Arum sedikit gelisah karena wajah itu. Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata namun tak ada hasil. Semakin ia terpejam, semakin jelas wajah itu terlihat.
Ada apa ini? Oh tidak, tak mungkin akan terjadi. Arum masih sangat mencintai Dirga yang sudah termiliki itu.
Namun siapa sangka? Semua keputusan milik Tuhan, begitu pula hati. Apakah tidak cukup jelas dengan semua petunjuk yang sudah diberikan?
"kayaknya gue ada salah nih sama Tio"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romancemungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.