Tugas yang dikumpulkan minggu depan kini sudah tertata rapi diatas meja belajar. Huh, tumben sekali Arum serajin ini. "gue kenapa ya?" sembari menutup buku dan merebahkan diri ke kasur. Arloji bulat di dinding kamarnya bergerak tak kenal istirahat, sementara dirinya harus menabung energi untuk hari selanjutnya.
"ya Allah, Arum ada salah apa sama Tio? kenapa Arum kepikiran dia terus? Apa jangan-jangan dia nyimpan dendam sama Arum waktu kecil ya?" ia mengernyitkan alis sembari memperhatikan langit-langit kamarnya. Berharap Allah mendengar dan memberi jawaban dari keluhnya.
"atau.. gara-gara dulu Arum patahin kepala robot-robotan dia ya? Kan Arum nggak sengaja ya Allaaah" lanjutnya seraya menutupi muka cubbynya dengan kedua telapak tangan.
"Tio? Tio saha? Tio aja gitu nama dia? Kok gue jadi penasaran"
Arum bergegas mengambil telepon pintarnya dan berusaha mencari identitas laki-laki asing itu.
"ya elah, banyak banget nama Tio di Instagram. Yang mana satu ya?"
"nah, gue tanya Nadin aja nggak ya? Tapi pasti dia curiga tiba-tiba tengah malam gue nanya yang aneh-aneh"
Bodo amat dah.
Ia mencari kontak Nadin dan segera menelponnya.
"hm?" katanya di seberang sana.
"lo udah tidur ya?"
"hm. Apaan?"
"gini, gue butuh nama panjang Tio sekarang. Penting!"
"hah? Tio? Lo nggak tau nama panjang dia? Temen apaan lu?"
"udaah buruaaan"
"afi padu pasetyo"
"hah?"
"udah ah gue kirim di chat aja. Ngantuk nih, udah lima watt"
"oke-oke. Nice dream princess"
"haha, makasi nyet." kemudian percakapan berakhir dengan pesan yang dikirimkan oleh Nadin malam itu.
From :
Nadin C : "Alvin Pandu Prasetyo"
"oalah, Alvin Pandu Prasetyo, panggilannya Tio. Kenapa nggak Alvin aja gitu biar keren? Eh tapi nggak cocok ama mukanya, Indo banget hahaha".
"good nite all. Thanks for today. I love you my self" then she sleeps.
***
"woi! Cepetan dong! Pake baju aja lama banget sih!" suara nge-bass dari Rara menyadarkan Arum yang lagi-lagi mematung di depan kaca.
"iya-iyaaa. Ini bentar lagi siap kok. Tinggal pake parfum"
"tumbenan pake parfum segala. Kak Dirga ke sekolah lo hari ini?"
"hah!? Dirga!? Apa urusannya gue sama anak itu"
"oalah, udah move on. Bagus deh"
"hm"
"atau jangan-jangaaan... Kak Tio yaaa?"
"eh anjir mulut lo! Gak ah! Ada-ada aja. Gue kemaren kepikiran bentar doang, sekarang udah biasa aja tuh"
"tapi kok senyum-senyum gitu?" Rara berhasil membuatnya kalah telak pagi ini.
"bodo ah! Buruan!"
Arum bersikap sedikit menyenangkan hari ini. Yaa, setidaknya tak semenyebalkan hari-hari sebelum rasa aneh itu timbul di hati Arum.
Jalanan riuh pagi ini seolah tenang dimatanya.
Parah nih. Kalo iya pun, jangan sampe kayak Dirga deh. Gue capek jadi orang bego, hatinya bergumam tanpa aba-aba.
***
Sekali-sekali senyum terukir di bibirnya yang sedikit merah itu. Ia mengucap memanggil namaNya sepanjang tapak menuju kelas. Rasanya benar-benar tidak mungkin. Tapi itulah yang terjadi.
Arum jatuh cinta pada Tio.
"kok tumben lo nanya-nanya Tio?"
Seriusan sepagi ini Nadin nanya begituan?
Lima detik hampa tanpa jawaban. Ia bingung harus mengatakan apa. Hal penting apa yang harus disampaikan sama Nadin? Ia hanya penasaran siapakah pujaannya itu sekarang.
"ah!? Nggak ada sih, gue cuman penasaran doang"
"masa?"
"iya beneran. Udah deh nggak usah dibahas. Nggak penting"
"Rum" intonasi Nadin berubah, begitu pula raut wajahnya. Ada yang ingin ia sampaikan kepada Arum.
"apalagi sih Nadin!? Gue bilang nggak penting!" perasaannya sangat menggebu. Ia tak bisa mengontrol ucapannya. Arum membalasnya sedikit tinggi. Tidak, itu benar-benar tinggi. Nadin tersentak dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Arum. Tak pernah-pernahnya ia berkata kasar kepada sahabatnya itu.
Nadin mengernyitkan alis. Arum juga demikian.
"lo kenapa sih Rum? Apa yang lo sembunyiin dari gue? Gue cuman pengen curhat. Gue pengen cerita sama lo. Dan lo bilang nggak penting? Okey. Fine. Gue emang kayaknya nggak penting buat lo" lalu beranjak pergi meninggalkan Arum yang merasa bersalah.
"Nadin tunggu! Guenggak maksud begituu! Ah! Tio sialan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romancemungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.