Dunia abu-abu yang kata orang sangat klase itu tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa aktor yang sengaja menjadikan dunia itu sebagai kehidupan barunya, ada juga beberapa yang lain menjadikan itu ajang mencari jati diri. Lalu, bagaimana untuk Arum? Ah! Abu-abu tak se-abstrak itu!
Memang benar, Arum menjadi salah satu pemeran yang memiliki dunia baru sekarang. Lalu, bagaimana keadaan Neva setelah mereka tak lagi bersama? Oh! Neva masih sendiri hingga saat ini. Pernah beberapa waktu lalu ia mencoba bersenda gurau dengan Arum yang sudah dingin terhadapnya. Ia juga beberapa kali mengirim pesan kepada Arum yang digubris sesekali saja.
Maaf ya, Neva. Arum tak benar-benar mencintaimu. Tapi yang perlu kamu tahu, itulah kebenarannya.
Memang, memang hampir semua kebenaran terasa pahit awalnya.
Memang juga sangat klase jika siswa harus mengikuti ujian akhir semester. 'formalitas' kata orang-orang.
"dih, tumben banget jam segini lo udah siap?" sapa Rara di meja makan. "eh bentar, kok akhir-akhir ini penampilan lo beda sih, Mba? Kayak lebih alim gimanaa gitu," sambungnya.
"sebaik-baiknya perempuan adalah yang menutup aurat," ucap Arum perlahan mengikuti cara Mamah Dedeh bicara di elevisi.
"Alhamdulillah ya Allah Engkau sadarkan dia." Ujarnya seraya mengadahkan tangan.
"berisik ah!" lalu melanjutkan sarapan.
Hari Terakhir Ujian Semester Genap.
"gue pulang duluan ya Nadiiin. Jumpa lagi di kelas sebelas. Semoga kita sekelas lagi, kalo engga yaa mungkin ada jalan baik Allah dibalik itu." Ucap Arum dan memeluk Nadin setelah itu.
"aduuuh, so sweet banget temen guee. Iya, semoga ada hikmah dibalik rencana Allah ya, Rum. Lo hati-hati pulangnya, jangan mikirin Tio dulu." Balasnya membuat Arum menyipitkan matanya.
"apaan sih lo, resek. Lo pulang sama Dika kan? Hati-hati juga yaa. Meet you at fasting time, babe!" ucapnya lagi.
"eh iya ntar lagi puasa. Iyaa, ntar kajian bareng ya pas jadwal udah keluar"
"siap boss. Yaudah gue duluan yaa. Bye!!" kemudian meluncur ke bawah, ke mobil Papa.
***
Ia memutar beberapa lagu favoritnya dan sesekali mengikuti lirik yang dinyanyikan oleh seseorang. Tak lama itu musik terhenti, ada yang menghubunginya.
"halo?" ucapnya tanpa salam.
"Aruum! Penting!?" balas seseorang lebih tidak sopan.
"apaa!? Kenapa!? Lo hamil!?" katanya juga tak berakhlak.
"bangs*t mulut lo! Bukan ya!"
"Hahaha! Iya maaf. Lo nggak pake salam main nyamber aja. Jadi ada apa?"
"gila lo emang. Baru aja tadi manis-manis sama gue"
"gue cuman drama aja sih tadi, nggak usah dibawa baper ya, hahaha"
"sarap lu. Oh iya ini, lo tau, tadi kan Dika dipanggil sama Bu Ayu di majelis. Pas itu gue nunggu di depan meja piket, di sana ada beberapa anggota OSIS gitu, kalo nggak salah ada Kak Zaki juga," baiklah, kali ini mungkin Nadin ingin mendongeng terlebih dahulu.
"trus?"
"gue nguping tuh, mereka bilang bakal nempelin pembagian kelas baru. Pas juga kak Zaki pengen ke lantai dua kelas sebelas"
"trus lo ikutin dia nggak?"
"ya enggak lah, bisa abis gue sama Dika"
"cupu"
"diam! Terus, Kak Zaki turun tangga sambil senyum ke gue dong! Gue senyumin balik lah! Untung Dika masih di dalam majelis."
"hahaha! Sinting lu!"
"nggak lama itu Feby lewat, jadi gue sama Feby ke atas ngeliat nama-nama kelas baru. LO TAU!?"
"engga"
"kita sekelas lagi, Nyet. Di MIPA 2," ucapnya berubah datar.
"sumpah?" tanya Arum tidak yakin.
"hm. Bosen gue"
"sumpah lo!!?"
"iya anjiiir!" kali ini ia kembali histeris.
"gilaaa!!!! Parah sih doa gue langsung dijabanin sama Allah. Makasih ya Allah, nggak repot-repot Arum ke kantin karena penyediaan pangan yang mencukupi selama satu tahun hahaha!"
"bangke lo, Rum! Hahaha!"
"eh bentar, jadi beneran kalo ujian semester itu cuman formalitas? Kok cepet banget dibagiin?"
"aelah! Lo kayak anak baru aja di sini"
"haha! Oh iya by the way, Dika nggak sekelas nih ama lo?"
"engga, dia bawah, MIPA 3. Kalo Tio di sebelah, tetanggaan sama kita. Dia masuk di kelas MIPA 1. Udaah, gue tau lo pasti shock tapi seneng kan?" ucapnya lagi.
"Idiiih sotoy banget jadi kukang! Gu-gue biasa aja tuh! Gue juga nggak ada nanya Ti-Tio kan!?" tukasnya berantakan. Huh, Arum memang benar-benar gadis yang tak bisa berdrama soal perasaan.
"trus kenapa lo gugup? Udah ah, lo nggak cocok jadi artis, nggak bisa drama. Eh, Rum, ntar udah sampai rumah gue kabarin lagi, ya. Dika udah nungguin. Assalamualaikum Bu Aji!" tukasnya di ujung telepon.
"waalaikumsalam, hati-hati!" ujarnya dan mematikan panggilan.
See? Tanda apa lagi ini? Bukankah Arum benar-benar sedang diuji lagi perasaannya? Melihat Tio di ujung lapangan saja jantungnya sudah tak karuan kebingungan, apalagi harus melihat Tio secara dekat setiap hari?
Ia tersenyum sepanjang jalan menuju rumah. Rara disampingnya sudah tau apa sebab kakaknya menjadi lebih bahagia sekarang.
Semoga Kak Tio nggak buat Mba Arum patah lagi, gumamnya sembari melihat kakaknya yang masih tersenyum itu.
Tetanggaan? Sebelahan? Parah! Bener-bener nutup aurat nih gue!
Yap, bahkan Arum masih salah melangkah. Atau, apakah ini langkah pertama yang ia tempuh? Sejatinya manusia mencintai Tuhannya bukan karena manusia lain, bukan? Melainkan ketika manusia mencintai manusia lain karena Tuhannya.
Apa mungkin Tio adalah perantara Arum dan Allah menjadi dekat? Apakah kehadiran Tio adalah suatu petunjuk bahwa Allah sangat mencintainya? Bahkan seorang penjahat pun akan setuju dengan ini.
Semoga memang apa yang Arum semogakan benar.
"apa itu jawaban dari harapku?" kataku saat itu.
"atau... apa ini ujian?" tanyaku lagi.
Harapan itu semakin besar, Tio.
Harapan itu membuatku gila.
Bagaimana tidak?
Kau yang aku lihat dari kejauhan setiap hari,
Kau yang membuatku menunduk setiap menuju ke kelasku,
Kau yang mulai aku doakan.
Arum sesekali melihat langit yang cukup terik siang ini. Entah apa yang ia pikirkan. Namun satu hal pasti, ia sedang sangat bersyukur karena Allah telah membuatnya jatuh cinta kepada seseorang yang tak pernah ia duga. Allah menjatuhkan hatinya kepada seseorang yang memang mengingatkan ia kembali padaNya. Entah itu sementara atau memang melekat selamanya.
Dari semua kejutan tak terduga, kejutan ini menjadi bagian paling berkesan selama hidup enam belas tahun. Tumbuh menjadi remaja labil yang masih belajar mengatur dirinya untuk masa depan.
Mungkin bersama Tio?
Terima kasih Yaa Rabb, kau datangkan ia ke hidupku kala itu.
Terima kasih Yaa Rabb, kehadirannya merubah jalan pikiranku.
Terima kasih Yaa Rabb, ia membantuku bertapak ke jalan yang Kau inginkan.
Kau jadikan ia perantara kita sedekat ini sekarang.
Tio, mengapa kau semenakjubkan itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romancemungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.