Tepat dua tahun setelah pertama kalinya hati Arum berdebar melihat sosok Tio yang kangkung tanpa senyum itu.
Ia kembali ke cermin untuk yang terkahir kali sebelum benar-benar siap menghadiri acara pepisahan malam ini.
"Sudah.. sudah cantik anak mama." puji Mama melihat anak gadis pertamanya, "Eh ini ditutup dadanya, nanti Tio lihat kan gak enak" sembari melempar senyum nakal pada Arum.
"ih apaan sih Mama, jangan gitu dong, deg-degan nih jadinya," balas Arum menahan pipinya yang semakin merah tertutup blush on dan foundation-terlihat sangat natural.
"Ayo berangkat, sudah jam berapa ini" sambung Papa dari luar rumah.
"Iya, ayo, pa."
Keluarga kecil ini sengaja mengantar putri cantiknya pada pesta malam yang sudah lama ditunggu juga ditolaknya. Ia tak suka kata perpisahan, apapun itu.
Menurutnya, perpisahan adalah hal yang menakutkan dalam hidupnya. Acap kali mengkhawatirkan hal ini terjadi, namun selalu ditergaskan bahawa tidak akan terjadi apa-apa. Yaa, walaupun ia sendiri tahu, ini akan menjadi kisah yang memang akan selalu terputar beberapa waktu setelahnya.
***
"Halo, Nadin, lo di mana? Gue udah nyampe nih," katanya setelah berdiri di satu sisi hotel cukup mewah dengan lampu kristal terang dan elegan.
"Gue udah di Ball Room, lo ke sini aja"
"Ya elah, gue kaya jomblo beneran dong?"
"Mau gue panggilin Tio?"
"Gausah, gue turun sendiri." lalu menutup percakapan kemudian turun ke ball room sendirian.Emang sialan si Nadin, udah pake high heels susah banget, ini juga kenapa roknya tiba-tiba sempit begini sih. muka juga udah kaya badut, keluhnya bermuara di seluruh kepala dengan pandangan tertunduk masih menapaki tangga menuju Ball Room. Sendirian.
Pintu Ball Room dibuka. Memang, masih banyak yag perlu disiapkan pada acara mewah ini. Pikirnya, akan banyak pasang mata yang akan melihatnya sebagai pusat perhatian, ternyata salah. Hanya ada satu pasang mata yang sengaja menghentikan kunyahnya untuk melihat Arum sebagai putri raja malam ini.
Bajunya tak mewah, tak juga berwarna emas. Ia dibalut atasan hitam dan bawahan merah muda serta tali yang mengikat pingganggnya dengan anggun. Ia sederhana namun memukau. Panggilan Nadin tak digubris karena sepasang mata itu. Bibirnya tersenyum spontan, matanya membesar-berbinat. Rautnya sangat menyenangkan.
Arum membalas senyumannya seraya menundukkan pandangan, hatinya berucap memanggil namaNya dan bernapas Panjang.
Dia, Tio.
Laki-laki jangkung itu tersenyum karena Arum. Balutan jas hitam dan kemeja hitamnya membuatnya terlihat gagah. Aih! Apa? Tunggu dulu, adakah mereka janjian mengenakan balutan yang sama malam ini? Oh Ya Allah, sekali lagi, tidak sengaja yang sengaja. Arum suka sekali itu.
"Astaghfirullah! Allahuakbar! Ya Allah tolong hamba! Ini kaki tiba-tiba lemes Ya Allah!," lalu satu tangan memukul pundaknya pelan-menyadarkan lamunan.
"Rum! Budeg lu! Gue panggil dari tadi malah nunduk. Sini, duduk sama gue!" segera Nadin menarik tangan sahabatnya dan berjalan sedikit cepat. Arum melihatnya sekali lagi, meyakinkan bahwa yang tersenyum itu Tio. Harapnya, Tio sedang mengerjakan sesuatu apalah itu. Ia tak ingin tertangkap basah untuk kesekian kalinya.
Eh buset!
Tio masih memperhatikan Arum dari kursinya. Ia beberapa kali mengangguk Ketika temannya berbicara namun tatapan itu masih milik Arum. Ia sadar, ada yang berbeda.
Kok, dia masih ngeliatin gue, sih!
Arum duduk di samping Nadin. Acap kali melihat Tio, namun lagi-lgi Tio juga sedang melihatnya, lalu salah tingkah-begitu saja sampai Nadin sadar ada yang berbeda dengan Arum.
"kalo mau jumpa samperin, bukan curi-curi pandang kaya begitu"
"hah!? Siapa? Siapa yang curi-curi pandang, ih!" Arum mengangkat bahu dengan kedua pipinya yang naik-ia tak bisa berbohong.
"Woi! Bentar deh! Kalian janjian couple dress ya?" Nadin lagi-lagi menghentikan kunyahnya dengan mata yang membesar tak percaya.
"seriusan engga! Makanya gue kaget. Kok bisa samaan bajunya!"
"memang kalo udah jodoh, mau ga pake janjian juga ada aja barengnya"
Arum semakin salah tingkah malam ini. Ia tak perlu repot-repot touch up agar tetap terlihat cantik.
***
Rangkaian acara sudah hamper selesai, hanya tinggal sesi foto Bersama teman sebelum benar-benar berpisah.
Sekali lagi, Arum tidak suka perpisahan, seindah apapun itu.
***
Singkat cerita, Arum dan Tio mengambil gambar bersama. Balutan hitam sangat cocok dengan corak latar belakang pada dinding menjulang tinggi. Hanya Tio dan Arum. Berdua saja. Sedikit berjarak karena memang mereka belum boleh bersentuhan. Senyum tipis keduanya membuat siapapun yang melihat terheran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romantizmmungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.