Lagi-lagi membahas Tio. Iya Tio, teman kecil Arum yang tinggi itu.
Tangal 2 Mei nanti seluruh siswa akan mengadakan upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional. Saat yang bersamaan Nadin pasti merayakan ulang tahun Dika, pacarnya.
Sedari tadi tangannya lincah mengotak-atik yang ada di atas pahanya sementara satu tangannya lagi memegang kening.
"ck, tapi kalo gini..." sepintas suaranya mengaduh.
"woi! Lo gila ya main hape di jam Bu Ayu, bisa kena pidana lo sama dia" bisik Arum pelan.
Nadin cepat-cepat mematikan ponsel pintarnya dan kembali ke dunia menyeramkan ini.
***
Ting!
"Anda telah diundang ke dalam grup 'Ulang Tahun Dika'"
"apaan nih? Gue juga ikutan?"
"tenang, ada Tio kok di grup"
"dia juga ikutan? Emang parah lo. Kan lo sendiri yang bilang kalo gue nggak cocok salting depan orang!"
"udah ah berisik"
Arum diam dan kembali memperhatikan handphone. Sesekali Nadin melihat Arum dengan sebuah pertanyaan di raut wajahnya namun kembali lagi pada ponsel pintarnya. Ia terlihat panik juga gugup.
"Kenapa nggak mereka aja yang ke kelas kita?" tanya Arum setelah melihat beberapa percakapan di grup.
"gila lo. Kalo Dika tau kan bisa gagal" balasnya seraya membesarkan bola matanya.
"yaudah santai aja kali, lo nggak usah kayak ngeliat setan gitu"
"iya, lo setannya"
"hahaha bangke."
Nadin dan Arum segera menuju X MIA 2 setelah seluruh siswa SMA Cinta Damai pulang ke rumah masing-masing. Terlihat beberapa punggung anak cowok dari luar pintu. Aih! Arum bahkan sudah mulai mengenali bidang bahu Tio yang kurus itu.
Arum anak manis, jangan salting yaa. Lu kalo salting nggak bakalan kayak artis sinetron di tipi yang mukanya bakal cantik jelita. Sadar diri yuk, gumamnya dalam hati sebelum benar-benar masuk ke kelas Tio.
"udah, santai" bisik Nadin yang tak berpengaruh apa-apa untuk Arum.
Mereka berbincang sedikit mengenai acara besok, acara kejutan untuk Dika. Arum tak terlalu memperhatikan percakapan melainkan wajah Tio yang sudah kusut sore ini.
Kok bisa ya gue deg-degan sama ini anak? Itu adalah pertanyaan yang sama setiap harinya ia tanyakan. Pertanyaan yang memang tak tahu apa maksud semesta menemukannya dengan Tio, dan menemukan hatinya untuk Tio.
***
Rumah terasa geming ketika Arum mengucapkan salam. Tiba-tiba suara Papa menggelegar, menyudutkan Rara.
Ah, baru aja pulang, percuma ke rumah kalo gini.
Langkahnya lesu memperlambat jalan menuju ke kamar. Mama mungkin juga dikamarnya, mau menegur Papa, tapi pasti akan lebih merunyamkan suasana.
"ini juga! Sama saja kalian berdua, tidak yang kecil, yang besar, tidak bisa paham orang tua!" seketika menoleh kepada suara itu yang muncul dari ruang tamu.
"sudah sama-sama besar seharusnya paham! Tidak usah disuruh-suruh lagi kayak anak kecil! Badan aja besar, tapi utek e cilik!(bahasa jawa: otaknya kecil)" sambungnya.
Sial! Yang salah Rara, gue juga yang kena imbasnya!
***
2 Mei 2016

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romancemungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.