9. Motor Cokelat

21 4 0
                                    

Musim liburan kali ini juga dibarengi dengan angin kencang. Ternyata hal itu mengakibatkan langit-langit kelas Arum dan Nadin ikut terguncang. Sangat tidak memungkinkan jika mereka melanjutkan pembelajaran di dalam kelas.

"permisi, Bu Lia. Hari ini anak-anak pindah ke laboratorium dulu ya, soalnya atapnya mau dibenerin sama tukang" ujar Bu Rita disela-sela pelajaran berlangsung.

"oh, iya, Bu. Sebentar lagi anak-anak turun ke bawah ya. Nah kalian cepat kemasi barang dan pindah ke labor. Nanti Ibu nyusul," kemudian mereka serempak mengemasi barang dan turun ke labor. Beberapa menit sebelum jam berakhir diisi dengan membereskan laboratorium yang sedikit berantakan, setelah itu bel istirahat berbunyi.

"ya ampun Dik, baru juga lima menit kita pindah, lo udah nyamperin aja. Biarin dulu kenapa sih ni bocah, biar nggak manja bener," Arum kesal melihat dua sejoli itu, sementara dia tidak seperti mereka.

Sempat ingin menyapa lagi
Sempat bertanya beberapa kata
Sempat kaulah yang aku 'jaga'
Sempat kah?

***
Dika begitu sibuk semenjak dirinya diresmikan menjadi ketua divisi kesenian pada organisasi OSIS. Berminggu-minggu itu pula mereka jarang bertemu ataupun berbicara. Yaa, biasa, Arum menjadi tumpuan kekesalan Nadin karena Dika.

Sama halnya dengan Tio. Namun, tipikal cueknya tak ada yang bisa menandingi. Ia masih bisa menyeruput teh hangatnya di kantin sewaktu rapat Divisi bersama Dika.
Semua dokumen mengenai kesenian dan segala macam perlombaan harus diselesaikan oleh dirinya. Melaporkan proposal dan mengajukan ke Kepala Sekolah agar terlaksana semua agenda dengan baik.

Lagi-lagi, mukanya yang tak seindah alunan gitarnya itu tak meyakinkan bahwa ia pantas menjadi Sekretaris pada Divisinya.

Dasar, dingin.

"pasti seneng tuh si Dika banyak cewek cantik di OSIS dan adik kelas yang kecentilan!"

"udah Nadiin, udah. Coba positif thinking pasti Dika nggak akan macem-macem. Kalo lo mikirnya gitu, ya bakal kejadian nanti"

"alah Rum, Rum. Gue udah hapal gimana dia. Udah di luar kepala kelakuan dia"

"udaah"

"iya tau kok, gue nggak cantik, nggak bohay. Nggak mempesona kaya temen-temen dia yang bisa dikasih perhatian lebih. Ntar kalo gue yang ngasih perhatian ke orang banyak, gue yang dibilang selingkuh. Serba salah gue sama Dika. Makan ati, bangsat!"

"woooi. Selo-selo. Istighfar dulu boss. Aduh ngeri bener gue denger barusan"

"bodo!"

***
Minggu berikutnya Dika menyempatkan waktu untuk memperbaiki mood Nadin yang sudah tidak karuan. Syukurlah, mereka sudah membaik. Lalu Arum? Masih saja dia mencoba berdamai dengan hati labilnya yang tidak karuan.

"eh Rum!"

"paan sih! Coba ngomongnya pelan-pelan aja"

"hehe, iya maap. Gini... Drumband rekrut tiga orang nih untuk pianika. Soalnya ada event ke Batam Jumat besok. Mending lo ikut, kan lumayan, nggak sekolah, nggak ada tugas, jalan-jalan, dapat duit, juga bisa ngeliat Tio doooong!" sentak Nadin sela istirahat.

"lo nggak lagi bercanda kan?"

"beneraaan. Gue lagi seriusan inii. Ayo dong ikut!"

"hmm, boleh"

"yes! Okay, ntar gue bilangin ke Kevin ya!"

"tapi gue udah lama banget nggak niup-niup pianika"

"udaah, lo asal teken aja, nggak usah niuup"

"hahaha bisa aja ide lo"

***
Arum memang seorang gadis remaja yang periang di sekolahnya. Namun akan sangat berbeda keadaannya ketika di rumah. Ada sesuatu yang membuat Arum sengaja menciptakan tembok antara dirinya dengan kedua orang tuanya. Sesuatu yang membuatnya hilang percaya. Sesuatu yang membuatnya sedemikian hebat mempercayai hatinya. Mempercayai hatinya yang mencintai Tio.

Untuk TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang