Arfa Nadin Celsia. Orang asing pertama yang ku ajak berkenalan di kelas. Mukanya cuek dan tatapannya sinis. Mungkin dia memang enggan berteman denganku. Namun setelahnya, kami bersahabat sangat dekat. Menjadi saksi nyata bagaimana aku mencintai 'si Jangkung' itu.
"sampaah sampah" ini kali kedua Arum membuang sampah kertas entah dari mana asalnya. Sosok Yana berlari tergopoh dari ujung kelas membawa berita gembira.
Yana, ketua kelasku pada masa awalku merasakan putih abu-abu.
"hei! Pengumuman!" kan betul. "hari ini Bu Fitri nggak masuk, jadi kita nggak jadi ulangan" saat itu juga kelas mendadak riuh.
"EITS! Jangan pada seneng dulu guys. Beliau ngasih tugas. Coba buka buku cetak halaman seratus, kerjakan semuanya"
"hah?! Semua?!" timpal salah satu preman kelas.
"iya. Semua."
Rintik hujan sedari tadi enggan pergi. Ia sengaja menemani hati pilu yang membeku. Memadamkan amarah yang meluap dan menjanjikan mimpi indah untuk para pemimpi.
"Din, gue males ngerjain tugas nih, gue nggak ngerti sama materinya. Besok aja ya kita kerjain"
Lima detik berlalu, tetapi tidak ada sahutan dari Nadin.
"woi, Din. Kayak orang gila gue ngomong sendirian"
Arum menoleh, melihat Nadin membaringkan kepalanya di meja yang tertutup jaket pink kesayangannya.
"etdaah, pasti molor ni anak" lalu melihat semakin dekat "hmm, kan bener apa gue bilang. Udah deh, gue ikutan tidur aja, malah hujan lagi, pas bangeeet" seraya mengambil jaket dan terlelap setelah itu.
***
Sebentar.
Oh iya, semua itu masih rapih tersimpan dalam mimpi Arum setiap ia terlelap.
"udah jam berapa nih?"
"lo tidur apa mati sih? Gue tau lo lagi galau, tapi ya nggak selama itu juga lo mimpi"
"paansi resek" lalu Arum terfokus pada Dika yang mungkin sudah beberapa waktu lalu ada di sana menemani Nadin.
"oh, lagi bucin toh. Jauh-jauh lo pada. Risih gue liatnya"
"ya elah ni anak bangun-bangun sensi. Yaudah nih gue panggilin Neva"
"gue tabok lo Nadin!" mata Arum membesar dan mengawasi keberadaan Neva.
"hahaha! Ampun nyai, ampuun" balas Nadin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tio
Romancemungkin sudah biasa ketika cinta tak tergenggam, bahkan amat menyakitkan jika dipertahankan. mungkin melepaskan adalah sebuah jalan. dan mungkin percaya takdir adalah suatu jawaban.