11. Konsernya

28 5 0
                                    

Secarik kertas masih menemani perasaannya. Hari itu, foto itu, mereka.
Tinta pena sengaja basah menemani air mata. Rasanya sudah biasa berpuing, namun tetap saja itu menyakitkan. Mencintai sendirian, membangun harapan itu sendirian, dan hancur oleh harapan itu sendiri.

Miris.

Hari itu,
Kau sadarkan aku
Hari itu,
Menjadi sebuah pelajaran hebat dalam hidupku
Hari itu,
Menjadikanmu topik utama dalam perbincangan kami.
Perbincangan aku denganNya.
Tio, maafkan aku atas rasaku yang menggila
Tio, maafkan aku atas seteguk harapan yang kucipta

***

“Aruum!” teriak Nadin mengejutkan lamunan.

“kenapa? Ada apa sama Dika?”

“ah lo tau ajaa! Besok temanin gue yaa!”

“kemana? Dika ulang tahun lagi?”

“bukaaan. Dia ada lomba nge-Band di mall, jadi gue mau lihat. Yaa!”

“bukannya kalian lagi berantem ya?”

“hmm, gue cuman pengen ngeliat dia aja”

“dasar, gengsi”

Hening.

“ada Tio?” ternyata kalimatnya tak berhenti. Lidahnya masih saja menurutikata hati.

“iya sih. Pliss yaa temanin. Masa gue sendirian kesana.” Hembusan napasnya sedikit panjang,

“yaudah iya.”

Semoga ada hal baik disana

***
November 2016.

Sosok perempuan satu ini memang tak pandai bergaya. Baju warna apa, celana juga nggak senada. Waktu itu penampilan bukanlah segalanya. Pikirnya, Tio suka dengan gadis sederhana. Ah! Omong kosong.

Tak lama itu Nadin sudah siap dengan motor dan style anak SMA-nya.

“hei! Ayo buruan, udah mau mulai”

“lu ngapain sih? Nyuci kain dulu?”

“hehehe, iya map neng, biasa lah cewe”

“udah kayak mau perpisahan aja dandanan lo.”

“berisik. Udah ayuk”

Mereka menuju Mall. Tio lagi, Tio lagi.
Perbincangan sekolah menyita perhatian mereka, hingga beberapa wajah yang mereka kenali sudah ada di depan mata.
Aih! Tio lagi, Tio lagi.

“woi nyet! Coba lu liat ibu-ibu pake baju peach yang lagi ngobrol sama anak kecil” hati Arum Kembali berdebar.

“iya liat. Cantik. Siapa?”

“iyaa memang. Jadi ya nggak heran kalo selera Tio juga cantik banget”

“ohh, itu nyokap Tio? Iya sih cantik memang. Udah ah, Namanya juga masih SMA, wajar belum cantik. Lo belum saatnya aja seperti itu, Rum. Ntar kalo udah cantik pasti Tio mau kok hahaha”

“takutnya nih, pas gue udah cantik, selera gue bukan Tio lagi, ehe”

“Betul!”

“hahaha!”

“kita ke atas aja ya. Lihat dari atas”

“oke siap, hayuk!”

***
Tidak Tio, harapan itu tak semudah itu luntur.
Harapan itu tidak semudah itu pudar.
Aku hanya mundur dari kenyataan kau mencintainya,
Namun tidak karena aku mencintaimu

Mereka tampil luar biasa. Memang SMA Cinta Damai meluncurkan orang-orang berbakat seperti mereka. Iya, seperti Tio. Ah!

Mereka turun lagi ke lantai satu, ada Dika disana. Sudahlah, Nadin dan dirinya sudah baikan, peran Arum dihenti-kerjakan sekarang.

“Nadin! Kirain beneran nggak mau datang”, “eh, btw gimana penampilan kami?”,sapa Dika dengan wajah berseri.
“hmm iya. Bagus kok tadi. Papa mamamu ikut ya? Gue mau nyapa tapi takut” balas Nadin dengan wajah imutnya.

“ngapain takut, kan calon mertua, hehehe”

“ih apaan! Iya kalo sama abang lo gue mau. Sama lo? ogah!”

“halaaah, yakin?”

“udah deh, foto dulu yuk”

“ayuk ayuk. Oh bentar gue panggil yang lain, gue panggil TIO dulu” sembari melihat Arum dengan sengaja.
Arum melirik Dika tajam, dan Kembali menatap handphonenya. Semuanya mengesalkan hari ini.

Tio datang dengan wajah berseri. Ia tampan dua kali sore ini. Ah Tio, aku tak kuasa. Hatiku malah tersayat melihatmu.

“ayuk foto rame-rame”,ajak Dika sekali lagi
Mereka berdiam sejenak. Teman band mereka yang lain mengambil gambar.

“eh sudah ya? Sekali lagi dong” kata Arum tak sadar

“oh boleh” balas Nadin kemudian pergi melepas genggamannya.

“laah!? Mau kemana Din!” ia kemudian ke tempat Dika. Arum paham wajah mereka.
Sekarang tinggal dirinya dan Tio yang ada di photo boot itu. Sial. Mereka tersenyum hampir ketawa. Nadin menutup mulut menahan tawa, dan Arum tak bisa berkata.

Didekatnya saja, aku sudah membeku. Apalagi bersatu.

“oke siap-siap. Satu, dua, tiga!” foto itu dialbumkan secara sengaja.
Arum dan Tio, untuk pertama kalinya.
***

Tidak, ia mencintai Alfira. Namun harapan ini semakin mengerunyam di selubuk jiwa. Tapi sekali lagi aku tahu apa yang harus aku lakukan.
Mundur.

Untuk TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang