BAB 3

8.9K 610 43
                                    

Hujan selalu punya alasan kenapa ia jatuh, tapi diriku tidak punya alasan mengapa hatiku jatuh padamu.
Oh ya, apa aku pernah mengatakan kalau kau tampak indah ketika berlari kecil ditengah-tengah rintik hujan? Haha, kau selalu membuat ku terpesona.
      - Pengagum mu

Aku kembali mendapati sebatang coklat dan sepucuk surat di dalam laci mejaku. Ini kali kedua aku menemukan nya. Aku jadi berpikir kalau Deya benar, bahwa surat ini memang untukku dan aku mempunyai seorang pengagum rahasia. Yang menjadi masalah adalah, siapa si pengirim surat dan coklat ini?

"Pagi Lans," sapa Deya lalu duduk di kursi nya. Aku mendengar sapaannya tapi aku tak ingin membalas. Aku sedang sibuk dengan surat dari 'si pengagum rahasia' ini.

"Dapat surat lagi?" Deya kembali bersuara. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Sudah ku bilang, kau akan mendapatkan nya lagi," ujar Deya. Aku masih tetap diam. Deya mungkin bingung dengan ku yang hanya diam tak bersuara sambil menatap surat yang ada di hadapan ku.

"Biar ku lihat apa yang ditulis 'Si tuan misterius' itu," ujar Deya lagi sambil mengambil surat dihadapan ku. Deya membaca nya sekilas lalu meletakkan nya kembali.

"Berlari-lari kecil di tengah rintik hujan?" Sebelah alis Deya terangkat menatapku bingung. Aku hanya mengangkat kedua bahuku.

"Kemarin sore, saat aku pulang dari toko buku aku memang sedikit behujan-hujanan," jawab ku mengingat kejadian yang kualami kemarin. Aku dan Deya sama-sama mengernyit.

"Itu artinya, 'Si tuan misterius' ini telah menguntit mu," komentar Deya membuatku bergidik ngeri. Menguntit adalah kata yang sedikit menakutkan menurut ku. Ayolah, tak ada orang yang ingin di untit dengan seseorang yang tak dikenal. Melihat ekspresi ku yang merasa ngeri, Deya hanya nyengir yang kelihatan sekali di paksa karena mengerti arti dari raut wajahku.

Aku menatap kalimat demi kalimat yang tertera pada secarik kertas itu. Lama ku perhatikan sampai akhirnya aku menyadari sesuatu. Jika yang dikatakan Deya benar, itu artinya orang ini, maksud ku 'Si pengagum rahasia' ini, juga berada di sana, di toko buku, cafe, dan juga halte. Tiba-tiba saja, terlintas di pikiran ku bayangan sosok pria berjaket hitam yang kemarin menatap ku saat menunggu bus di halte.

“Dey, kemarin aku ke toko buku,” ujarku membuat Deya menoleh kearahku, aku menatapnya serius, begitu pun Deya. Lalu aku melanjutkan ceritaku, “Dan saat aku sedang menunggu bus, ada seorang pria memakai jaket hitam juga masker wajah hitam diseberang jalan sedang menatapku.”

“Kau yakin dia menatapmu?” tanya Deya. Aku mengangguk yakin. Deya menatapku lamat-lamat hingga akhirnya tawanya pecah. Seisi kelas yang saat itu sudah mulai ramai jadi memandang kearah kami. Aku segera membungkam mulut Deya dengan tanganku. 

“Mengapa kau tertawa?” tanyaku bingung. Deya melepaskan tangan ku yang menutup mulutnya. Lalu mengatur nafasnya dan menatapku.

“Liandra Lans, sebagai sahabat baikmu aku ingin mengingatkan mu,” Deya berhenti sejenak, aku menunggu apa yang akan ia katakan padaku, “Jangan terlalu percaya diri hanya karena kau melihat ada orang yang menatapmu, karena bisa saja kalau orang itu tidak sengaja menatap mu,” lanjut Deya lalu kembali tertawa.

“Deyana Wulan, aku serius!”

Menyebalkan. Tawanya tak juga berhenti. Ku cubit pipi nya yang tembem hingga tawa nya berubah jadi teriakan kesakitan.

"Lans sakiitt!!!" Teriak nya. Aku melepaskan cubitanku. Dia mengusap-usap pipinya yang kesakitan ku cubit. Rasakan. Ia ingin membalas, tangannya sudah siap diudara ingin mencubit ku juga. Tapi bel tanda masuk menghentikan aksinya. Kini gantian giliran ku yang tertawa. Deya menggembung kan pipi nya menatapku kesal. Ku julurkan lidah ku mengejeknya, membuat nya semakin kesal.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang