BAB 15

6.1K 400 21
                                    

Deya memasuki ruang kelas membuat perhatian semua orang tertuju pada nya. Termasuk Leo yang sedari tadi membaca buku pelajaran di kursi nya yang berada di bagian paling pojok belakang kelas. Baru kali ini ada orang yang berotak pintar suka duduk di pojok belakang terasingkan.

Leo melihat semua dalam diam. Beberapa teman sekelas nya memberikan ucapan belasungkawa pada Deya. Beberapa sampai menghampiri Deya dan memeluk nya hangat.

Leo sendiri memperhatikan Deya, Deya sudah tampak agak baikan. Mata sembab dan hitam nya sudah sepenuh nya hilang, tidak seperti waktu itu Leo melihatnya saat mereka pulang dari pemakaman dari kejauhan.

Saat hendak duduk, Deya tidak duduk di tempat nya biasa, disamping Lans. Melainkan berjalan ke belakang menghampiri dua orang teman sekelas mereka Tari dan Irene.

Mereka sempat berbincang sebentar. Perbincangan yang tidak bisa Leo dengar, namun Leo tetap berusaha memperhatikan. Tak berapa lama, Irene pindah ke tempat duduk Deya dan Deya duduk di tempat nya Irene disamping Tari.

Selang beberapa menit, Lans hadir dan memasuki kelas. Semua memandang nya dengan aneh. Leo tahu, itu pasti karena Deya yang tiba-tiba pindah tempat duduk dan melihat Lans dengan tatapan tak suka.

'Apa mereka bertengkar?' pikir Leo. Ini aneh, seharusnya mereka tak bertengkar. Seharusnya, mereka sudah bisa menebak siapa pelaku pembunuhan adik nya Deya. Itulah yang Leo harapkan hari ini. Leo pikir, Deya tak datang kemarin itu karena sesuatu. Atau paling tidak masih syok lantaran mengetahui siapa pembunuh adiknya. Tapi hari ini mereka malah berjauhan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Tiba-tiba Leo kembali teringat peringatan si pria berjaket hitam tadi malam didepan rumah Lans. Apa dia telah mengetahui apa yang dilakukan Leo saat pemakaman?
Apa dia telah melakukan sesuatu yang tidak Leo ketahui?

Leo mengusap wajahnya kasar. Memang tak seharusnya dia meremehkan pria itu. Leo merasa harus mencari tahu penyebab pertengkaran Lans dan Deya.

***

Flashback on

Pagi ini, Lans dan Deya sama-sama tidak datang. Menurut kabar dari wali kelas, adik perempuan Deya telah meninggal dunia. Seluruh teman sekelas tampak terkejut dan merasa iba.

Jadwal pulang sekolah kebetulan di percepat lantaran guru-guru juga ingin ikut pergi memberikan ucapan belasungkawa kepada keluarga Deya.

Leo memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi diam-diam kerumah Deya yang masih cukup sepi. Belum ada yang pulang dari pemakaman.

Leo masuk ke rumah Deya perlahan-lahan melalui pintu belakang. Dirumah Deya hanya ada pembantu nya yang tinggal, selebihnya pergi ke pemakaman. Leo mengendap-endap menuju lantai dua rumah Deya. Membuka salah satu pintu kamar. Nuansa nya cukup feminim dengan cat dinding putih dikombinasi dengan warna merah muda di beberapa bagian. Ada sebuah foto di atas meja belajarnya. Itu foto Deya. Dan ada juga foto dirinya bersama sang adik. Di meja riasnya Leo menangkap sebuah bando yang sering Deya gunakan. Dan jam tangannya yang juga pernah Leo lihat di pakai oleh Deya.

'Ini kamar Deya,' batin Leo mengambil kesimpulan.

Leo pun Segera mengeluarkan secarik kertas dengan sebuah pesan yang dia tulis sebelum dia datang kesini. Leo meletakkan nya diatas meja rias milik Deya.

Sejenak ia terdiam. Lalu mengambil kembali kertas itu. Leo pun berjalan keluar kamar Deya setelah mengecek keadaanya aman untuk dia keluar. Lalu berjalan ke pintu disamping kamar Deya.

Kamar yang ini lebih sederhana dari kamar sebelumnya. Dinding nya di cat dengan warna putih abu-abu dan perabotan kayu yang di pernis mulus. Lebih didominasi dengan buku-buku. Leo tampak suka dengan kamar ini. Rasanya seperti cerminan dirinya. Leo yakin, ini kamar adiknya Deya.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang