BAB 12

6.4K 459 49
                                    

Hari ini ujian nasional akan dimulai. Dan orang tua ku masih belum kembali dari luar kota. Aku hanya di temani oleh Deya beberapa hari ini dirumah. Dan menumpang makan dirumah Azra.

Ujian berlangsung khidmat. Aku dan Deya terpisah ruangan. Kami ujian di bagi sesuai dengan nomor urut ujian, dan belum tentu ada teman sekelas yang satu ruangan. Tetapi aku, satu ruangan dengan Leo. Hal yang paling tidak kuinginkan terjadi. Ku pikir aku bisa menghindari nya selama ujian berlangsung. Tapi ternyata aku malah di tempat kan satu ruangan bersama nya.

Semenjak beberapa hari yang lalu Leo menyatakan perasaannya padaku, dan mengetahui kenyataan kalau Leo adalah 'si pengagum rahasia' yang selama ini mengirimi ku surat dan coklat. Ah ya, jangan lupa, dia juga menyelinap ke kamar ku!

Aku bahkan tak ingin menatap dirinya. Aku tak marah jika dia menyukai ku. Aku juga tak marah pada semua surat dan kalimat indah nya itu. Tapi aku benci Ketika dia mulai masuk diam-diam ke kamar ku dimalam hari disaat aku sedang tertidur. Itu sudah kelewatan batas.

Tapi syukur sekali, beberapa hari setelah kejadian itu, dia tak berusaha mendekati ku lagi saat di sekolah. Tapi aku selalu melihatnya berhenti diseberang rumah ku dan mengamati rumah ku dalam diam. Di bawah terik matahari sepulang sekolah. Entah apa niat nya aku tidak tahu. Selama dia tidak berusaha kembali menyelinap masuk ke kamar ku itu tidak masalah buatku.

Yang penting sekarang aku hanya ingin fokus ujian, dan lulus dari sini secepatnya lalu masuk kuliah. Sepertinya aku berubah pikiran. Aku akan mencari universitas diluar kota atau luar negeri sekalian.

***

"Hei, bagaimana ujian mu?" Azra menghampiri ku ke depan ruang ujian dan memberiku sebotol minuman.

"Cukup lancar juga," jawab ku mengambil botol minum dari tangannya dan meneguk habis setengah nya.

"Baguslah."

"Ayo kita keruang ujiannya Deya," ajakku menarik lengan Azra. Tapi Azra menahannya.

"Ah ya Lans, tadi aku sudah bertemu Deya, kata nya dia pulang lebih dulu karena akan ke pemakaman adik nya bersama orang tuanya."

"Benarkah?"

Azra mengangguk, "Dia sudah mengirimi mu pesan dan mencoba menelpon, tapi nomor mu tidak aktif," lanjutnya.

Aku menepuk jidat ku, aku baru ingat kalau aku masih mematikan handphone ku. Aku langsung merogoh tas ku mencari handphone ku.

Ada sekitar 4 panggilan tak terjawab dan sebuah pesan singkat dari Deya yang isi nya persis seperti yang Azra katakan.

"Kau benar," ujar ku memasukkan kembali handphone ke dalam tas.

"Ya sudah, ayo pergi."

"Maksudmu pulang?" Ralat ku.

Azra menggeleng, "Tidak. Maksud ku pergi," jawab nya, "Aku ingin mengajak mu ke suatu tempat," lanjutnya tersenyum lebar.

"Mau kemana?"

"Lihat saja nanti," Azra mengerlingkan sebelah mata nya padaku. Lalu menarik lengan ku menuju parkiran.

"Bukankah seharusnya kita pulang saja dan belajar? Ingat loh, kita masih dalam masa ujian," ujarku mengingatkan nya. Tapi Azra mengabaikan ku dan sibuk menyalakan mesin sepeda motor nya.

"Ayo naik," perintah nya.

Aku memutar bola mata ku malas. Sepertinya tidak guna juga aku berusaha mengingatkannya. Aku pun segera naik. Sepeda motor pun melesat di jalan raya. Jalanan cukup ramai juga, tapi Azra menyelip dengan mudah nya. Aksi nya membuat ku mengeratkan pegangan ku pada nya.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang