01. Pagi yang menyakitkan

2K 169 39
                                    

Don't forget to 'Comment' and 'Like'!!!

Happy reading❤~❤

.
.
.

Sepasang sosok ayah dan anak tampak sibuk berkutat dengan alat-alat dapur di depannya. Obrolan-obrolan kecil diantara keduanya  menjadi penambah suasana hangat yang begitu kentara.

“Taruh semua makan ini di meja makan! Biar ayah yang menyelesaikan sisanya.” Dokyeom mengangguk patuh.

Sesuai dengan intruksi sang ayah, Dokyeom mulai membawa satu persatu makanan yang mereka buat menuju meja makan dan menatanya dengan rapi. Saat itu juga, indra penglihatannya tidak sengaja manangkap bayangan sang kakak yang terlihat sudah rapi dengan balutan seragam sekolah seperti yang ia kenakan.

“Sarapannya sudah siap. Ayo makan bersama!” ajak Dokyeom dengan semangat.

Namun, perkataannya barusan tidak ditanggapi sama sekali oleh sang kakak. Menatap ke arahnya saja tidak.

Tetapi ia tetap memilih untuk mempertahankan senyumnya. Menunggu sosok yang sedang mengikat tali sepatu tersebut menjawab ajakannya.

“Kau tidak ikut sarapan bersama?” tanya Minho -ayah dari kedua pemuda itu- dari arah dapur.

“Ada suatu hal yang harus segera aku selesaikan di sekolah,” jawab Wonwoo dengan datar.

Bohong- Dokyeom.

Dokyeom tahu alasan mengapa sang kakak tidak pernah mau ikut makan bersama adalah karena dirinya.

“Aku pergi dulu,yah.”

“SEMOGA HARIMU MENYENANGKAN!!!” teriak Dokyeom dengan lantang.

Lagi-lagi perkataannya hanya dianggap angin lewat.

Jika ditanya, apakah itu menyakitkan? Tentu saja, iya.

Sejak datang ke rumah ini, tidak pernah kakaknya tersebut bertegur sapa dengannya. Menatapnya saja seakan enggan.

‘Apakah aku pernah berbuat kesalahan?’ batin Dokyeom sambil tersenyum kecut.

Minho menatap anak bungsunya itu dengan tatapan iba. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa putra pertamanya itu berubah menjadi sosok yang sangat dingin.

Seingatnya, Wonwoo dulu merupakan anak yang periang dan penyayang.

Ia bersyukur sifat ceria dan sabar dari mendiang sang istri menurun kepada Dokyeom.

×=================×

Dokyeom duduk sendiri di halte bus yang masih sepi. Ia terlihat sangat tenang menatap jalan raya di depannya.

Suasana di pagi hari adalah favoritnya. Angin yang masih terasa segar dan sinar matahari yang tidak tarlalu menyilaukan membuatnya merasa sangat nyaman dan dapat melupakan segala pelik permasalahan yang menimpanya. Apalagi tidak terlalu banyak kendaraan yang berlalu-lalang.

Ditengah menikmati keindahan ciptaan Tuhan tersebut, tiba-tiba sepasang tangan menutupi ke dua matanya.

“Ah, kok gelap? Udah malam, ya?” canda Dokyeom.

Shin Ye Eun memukul pelan punggung sang kekasih.

“Udah la-”

“Busnya sudah datang!”

Belum selesai Ye eun menyelesaikan kalimatnya, Dokyeom sudah menarik paksa gadis berambut sebahu itu.

“Baru juga mau duduk, Kyeom.”
Dokyeom terkikik geli.

Seperti biasa, bangku 2 dari depan adalah spot favorit Dokyeom dan Ye eun. Menurut mereka lokasi tersebut adalah tempat yang strategis untuk berduaan. Jauh dari jangkauan kaca spion si sopir dan pandangan penumpang lain. Tenang mereka tidak akan sampai berbuat mesum di dalam bus. Hanya saling bersandar dan menautkan tangan untuk mendapatkan kehangatan. Seperti yang terjadi sekarang.

“Gagal lagi,” ujar Dokyeom memulai percakapan.

Ye eun mengangkat kepalanya ke arah sang kekasih yang tengah memandang kosong kursi di depannya. Gadis tersebut tahu ke mana arah perkataannya barusan.

Ia tatap sosok tersebut dengan lembut. Kini kedua tangannya sudah menggenggam erat tangan si kekasih. Berharap hal tersebut dapat mentransferkan sisa energi yang ia punya.

“Tidak apa. Coba lagi! Suatu saat dia pasti akan menatapmu dan menyesal telah mengabaikanmu.”

Dokyeom dan Ye eun sudah saling mengenal sejak mereka di bangku SMP. Sering berangkat dan pulang bersama membuat mereka menjadi dekat dengan sendirinya. Sehingga, hubungan yang tercipta diantara keduanya itulah yang membuat Dokyeom berani untuk menceritakan permasalahan yang menimpa dirinya dengan sang kakak.

“Kau tidak berniat untuk menyerah, bukan?” tanya Ye eun penuh selidik.

Dokyeom menghela nafasnya dengan berat.

“Dokyeom-ah, perjuanganmu sudah sampai sejauh ini. Apa kau tidak merasa rugi jika rasa sakit yang selama ini kau tahan tidak membuahkan hasil sama sekali? Berjuanglah sedikit lagi. Aku berjanji akan salalu berada disampingmu dan menyemangatimu.”

Setelah Dokyeom pikir-pikir, perkataan Ye eun ada benarnya juga.

Bagaimana pun ia dan Wonwoo adalah saudara kandung. Tidaklah baik apabila dalam sebuah keluarga ada yang bermusuhan.

Setidaknya ia harus tahu apa alasan sang kakak membencinya. Sehingga ia akan menyelesaikan masalah tersebut dan keluarga harmonis yang sejak dulu ia inginkan dapat terwujud.

“Gomawo Ye eun-ah. Aku pegang janjimu.”

TBC

×=================×

Sedikit informasi, buat yang belum tahu Shin Ye eun, dia adalah pemain drama web A-TEEN. Pada tahu, kan? Sebong ngisi ost disana juga.

Ok, sampai ketemu minggu depan👐👐👐

Aku tunggu kritik dan saran dari kalian~

©DratnaK (12/01/19)

Brother and I (Wonwoo-Dokyeom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang