07. Mesin Waktu

1.1K 139 36
                                    

Warning! Cerita bakal panjang dan GeJe

×=================×
.
.
.

Setelah mendapat telepon dari sang kakak, Minho langsung memohon izin kepada managernya untuk pulang lebih awal. Sekarang ia sudah tahu penyebab perubahan sifat milik putra sulungnya itu. Sebuah kesalah pamahan telah terjadi di keluarganya selama beberapa tahun dan ia tahu siapa dalang dibalik ini semua. Kakak iparnya Im Nana.

Im Nana, kakak kandung dari mendiang sang istri itu memang tidak begitu menyukai dirinya. Tidak seperti keluarga dari istrinya yang notebane merupakan seorang pengusaha, Minho hanyalah putra dari seorang pedagang sayur di pasar. Hidupnya serba kecukupan. Bahkan dirinya hanya lulusan SMA. Keadaan keluarga yang serba kekurangan itulah yang membuat Nana tidak merestui hubungan Minho dan Yoona.

Selama perjalanan hanya satu sosok yang memenuhi pikirannya. Si Bungsu, Dokyeom. Ia yakin putra ke duanya pasti sangat syok berat mengetahui fakta yang bertolak belakang dengan apa yang telah ia ceritakan dulu.

Minho memang sengaja berbohong perihal meninggalnya sang istri kepada Dokyeom. Ia hanya tidak mau putra bungsunya itu merasa terbebani akan kenyataan tersebut dan berujung menyalahkan dirinya sendiri. Karena bagaimanapun itu bukanlah kesalahan Dokyeom. Meninggalnya sang istri tidak ada kaitannya dengan si bungsu. Hanya saja waktunya bertepatan dengan mengandung anak ke dua saat itu.

Ketika sampai di rumah Minho langsung melesat pergi ke kamar Dokyeom.  Ia putar knop tersebut dengan pelan.

Minho menatap sedih sosok yang tengah meringkuk di atas tempat tidurnya. Dengan perlahan, Minho berjalan mendekat ke arah putra bungsunya. Hatinya langsung teriris ketika melihat keadaan putranya sekarang. Matanya terlihat sangat sembab, hidungnya pun terlihat begitu merah. Pria tersebut menyeka airmatanya yang entah sejak kapan turut.

Ia elus pelan surai sang putra. Berharap sentuhannya dapat menenangkan sosok yang tengah terpejam erat. Meskipun ia tahu bahwa sentuhan seorang ayah tidaklah semenghangatkan sentuhan seorang ibu.

“Kau adalah sosok terkuat yang pernah ayah temui.”

Ia kecup pelan kening sang putra sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkan si bungsu dalam ruang gelap.

Setelah mengecek keadaan Dokyeom, Minho langsung melangkahkan kaki ke lantai 2, menuju ke arah kamar Wonwoo yang dimana ia yakini sosok yang sedang dicarinya berada di dalam sana. Benar saja, putra pertamanya itu tengah duduk bersandarkan kaki ranjang dan tengah menatap kosong jendela kamarnya.

“Kau pasti sedang merindukan ibumu?” ujar Minho sambil mendudukkan dirinya disamping sang putra.

“A-ayah…,” ujar Wonwoo gelapan. Dengan cepat ia menghapus sisa air matanya.

“Kenapa ayah ada disini? Bukankah harusnya ayah masih di kantor?”

Minho menatap lekat sosok disampingnya. Keadaannya tidak jauh beda dari sang adik. Wonwoo terlihat begitu berantakan sekarang. Seorang yang berhati dingin tidak akan mengeluarkan air matanya dengan cuma-cuma. Hanya untuk hal yang paling berhargalah ia akan mengeluarkan cairan bening itu.

“Kau salah paham, sayang…” ujar Minho dengan lembut.

“Jika ayah kemari hanya untuk membela anak itu, lebih baik ayah keluar dari kamarku!” kata Wonwoo dengan penuh kebencian.

“Wonwoo-ya… ayah tahu kau pasti sangat sedih kehilangan ibumu. Ayah juga. Ayah juga sedih kehilangannya-”

“Kalau begitu kenapa ayah masih membiarkannya berada disini?”

Brother and I (Wonwoo-Dokyeom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang