11. Heartbeat

1.1K 120 36
                                    

Maaf kalau banyak typonya...

Warning 2500+ words!!!!! Awas mual.

Happy Reading!!!!!

.
.
.
.
.
.

Suara detak jarum jam menjadi pemecah keheningan pada ruang tunggu kamar ICU. Pada deretan kursi tunggu dua orang pemuda-pemudi terlihat saling diam satu sama lain. Dimana tampak jelas bahwa sang gadis bersurai legam terlihat sesekali bercuri pandang ke arah pemuda yang tengah terduduk lesu disampingnya. Seakan dirinya sedang memastikan bahwa pemuda tersebut baik-baik saja.

"Wonwoo-ya," keduanya kompak menoleh kearah pemilik suara baritone barusan. Si pemuda tadi langsung berdiri tegap dan berlari menuju pria yang diketahui adalah ayahnya.

"Ayah..." Wonwoo langsung memeluk erat pria tersebut. Dalam dekapan sang ayah ia meluapkan segala emosinya. Tidak peduli bahwa nantinya gadis pujuan yang kini tegah melihatnya akan menganggap dirinya cengeng.

"Dokyeom-ie..." tanginya kian pecah ketika nama sang adik diucapkan. Rasa bersalah yang teramat dalam ia rasakan. Masih terngiang di kepalanya bagaimana menyedihkan sekaligus mengerikannnya keadaan sang adik tadi.

"Tenanglah. Dokyeom pasti baik-baik saja. Dia anak yang kuat. Ayah yakin!"

Wonwoo yakin bahwasannya sang adik mampu bertahan di dalam sana. Tapi tetap saja, pikiran yang tidak-tidak pasti akan terlintas pada siapa saja yang melihat kejadian tadi.

Clek

Semua orang yang berada dalam ruang tunggu seketika menoleh ke arah pintu ruangan tempat Dokyeom berada. Bersamaan dengan itu seorang pria berjas putih keluar dari dalam ruang ICU dengan ditemani oleh perempuan berbaju perawat yang membawa sebuah papan kayu ditangan kanannya.

"Apakah kalian keluarga dari pasien?"tanya pria berjas putih tadi.

"Iya, saya ayahnya."

"Mari ikut ke ruangan saya. Akan saya jelaskan keadaan putra anda lebih lanjut di sana."

"Aku ikut!" pinta Wonwoo.

"Tidak. Lebih baik kau pulang dan ganti baju. Kau juga harus istirahat, Nak," ujar Minho yang ikut prihatin melihat keadaan putra sulungnya itu. Seragam sekolahnya yang berwarna putih telah berubah dengan dipenuhi oleh warna merah pekat dimana-mana. Di tubuhnyapun juga terdapat luka. Tidak terlalu parah. Hanya pada lengan kiri dan bagian pelipis. Tetapi tetap saja hal tersebut juga membutuhkan istirahat. Apalagi wajahnya juga tampak pucat.

"Benar apa yang dikatakan ayah anda. Sebaiknya anda istirahat dulu di rumah. Keadaan anda juga tidak begitu baik. Lagipula Dokyeom masih belum bisa untuk dijenguk. Keadaan masih sangat lemah. Datanglah kemari besok." Mendengar penuturan sang dokter Wonwoo lantas mengangguk patuh.

"Akan aku antar," tawar Haeun.

Wonwoo hanya memandang gadis tersebut sejenak dan kemudian berjalan lunglai melewatinya.

"Paman, Haeun pergi dulu." Pamit Haeun. Minho mengangguk dan tersenyum lemah menanggapi perkataannya. Dengan perasaan sedih Haeun berlari kecil menyusul keberadaan Wonwoo yang sudah terlebih dahulu meninggalkan ruang ICU.

Minho menatap punggung putranya yang makin lama makin mengecil dengan perasaan sedih. Matanya mulai berkaca-kaca memikirkan semua kejadian barusan.

Baru saja ia merasa lega bahwa permasalahan di keluarganya akan selesai, ternyata masih diberikan cobaan baru. Dimana lagi-lagi cobaan itu diberikan kepada putra bungsunya.

Brother and I (Wonwoo-Dokyeom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang