》Part 9 : 'Feeling & Memories'

57 9 4
                                    

Hening.Itulah suasana kelas X Ipa-4.Mengapa tidak? Kini mereka harus bertempur dengan angka.Yap! Mereka sedang mempelajari vektor,materi yang sangat menguras otak membuat semua penghuni kelas bernuansa hijau itu sangat frustasi sekarang.Apalagi ditambah dengan guru yang mengajar terkenal super killer.

Terdengar helaan napas bersamaan dengan suara pulpen yang dibanting pelan diatas meja.Membuat gadis berkacamata tebal menghentikan aktifitas menyimak penjelasan guru fisikanya."ka,lo kenapa?".Tanyanya saat melihat hadis berambut pirang disebelahnya yang sedang menjambak rambut,frustasi.

Dengan wajah yang lusuh Friska merapikan buku dan alat tulis miliknya."Gue ngak papa kok,gue ke toilet dulu yah".

Setelah menjawab pertanyaan teman baru sekaligus teman sebangkunya itu,ia mulai meminta izin kepada bu simar untuk ke toilet.Setelah mendapatkan izin gadis blasteran jerman indo itu dengan riang beranjak keluar kelas sambil bersenandung ria.

Sebenarnya tujuannya bukan ingin ke toilet melainkan ia ingin menghindar dari mata pelajaran yang paling ia benci.Saat sampai tepat didepan toilet bukan malah masuk gadis itu malah berjalan menuju pinggir lapangan futsal.

Kini ia sedang bersembunyi dibalik tembok pembatas,kepalanya yang timbul dari balik tembok sedangkan badannya masih bersembunyi dibalik tembok bercat hijau itu.Perlahan ia mengintip kearah cowok berseragam olahraga yang tengah asik mengoper bola futsal kepada teman sebayanya.

Perlahan senyum terbit di pipi mulusnya,entah mengapa dari dulu ia selalu senang melihat cowok bermain futsal terlebih lagi rambut yang basah karna keringat membuat cowok itu terlihat semakin tampan.Nikmat Tuhan yang tidak boleh disia-siakan bukan?.

"Woii ngapain lo ngintip-ngintip?"

Suara berat yang berasal dari belakang tubuh mungilnya refleks membuat gadis berwajah bule itu membalikkan badannya dengan wajah menahan gugup setengah mati."Ehmm iii..tuu...guue".Bibirnya yang bergetar membuat Friska sulit untuk berbicara ditambah lagi jantungnya yang terus memompa lebih cepat dari biasanya.

Gani memicingkan matanya memandang gadis mungil didepannya."Ntar ntar...Lo itu anak baru yang bokapnya donatur sekolah kan?"

Friska menelan salivanya susah payah sebelum berujar."Iii..ya"

Dengan cepat cowok bermata sipit itu mulai merapikan tatanan rambutnya menggunakan jari."Ehem,waktu dikantin kita belum kenalan kan?".Gani membersihkan telapak tangannya dengan baju lalu mengulurkannya kepada Friska."Kenalin nama gue Ahmad Gani lo bisa panggil Gani atau cogan juga boleh"

Friska tertawa kikuk sembari mengulurkan tangannya menerima jabatan tangan Gani."Gue Friska Aurelia Wizzi".Setelahnya ia melepaskan tangannya dari genggaman Gani lalu kembali menatap lapangan.Namun cowok yang ia intip sebelumnya telah hilang,gadis berbando merah muda itu berdecak kasar jika bukan karena Gani pasti ia sudah menghampiri cowok berpakain olahraga itu.

Gani mengikuti arah pandang Friska."Lo lagi ngintipin siapa sih?".Tanyanya.

Betapa kesalnya ia,Friska lebih dulu meninggalkannya sebelum menjawab pertanyaannya.Perlahan cowok berbadan bantet itu mulai mengusap dadanya."Untung cantik,Kalau ileran udah gue jambak tuh cewe".Dengan tiga botol minuman ditangannya,ia kembali berjalan menemui kedua temannya yang sedang bermain futsal.

ºº₩ºº

Baru beberapa hari ia menjadi siswi baru di SMA TIS,Friska merasakan kebahagian yang luar biasa.Bukan karna sekolah yang ia masuki itu sekolah Internasional dan ayahnya yang menjadi donatur terbesar disana.Tetapi karna ia kembali satu sekolah dengan kedua sahabatnya.Kegembiraan yang dulu mereka rasakan bersama kini dapat mereka lakukan kembali.

Sekarang ia berada di bawah pohon besar yang sering ia sebut sebagai 'Pohon Harapan',nama itu diberikan oleh Yana sekitar tiga tahun yang lalu.Puing-puing kenangan dimasa lalu kembali merasuki ingatannya.Sakit! Itulah yang ia rasakan satu tahun belakangan ini.Apalagi ketika ia harus memaksakan diri untuk mengunjungi tempat terkutuk ini.Meski raganya menolak tapi hatinya terus memaksanya agar mau mengunjungi tempat ini setelah hampir satu tahun ia tidak pernah menginjakkan kaki disini.

Tatapannya masih sama,masih memandang pohon itu walau dengan tatapan benci.Bahkan ia menyempatkan untuk menendang batang pohon besar itu sebelum mulai meneteskan air mata,yang entah mengapa terus mengalir dengan derasnya.

"Benci!! Gue benci sama lo!! BENCI BENCI"

Gadis itu kembali menuju mobil mewahnya yang terparkir di ujung jalan.Pak Abdi supir pribadinya tengah memandangnya dengan cemas,sebelumnya gadis itu terlihat sangat ceria namun sekarang pipinya sudah dibasahi oleh air mata.

"Non friska baik-baik saja kan?".Ucap pak Ardi saat ingin membukakan pintu mobil berwarna putih itu namun Friska lebih dulu membukanya.

Gadis itu tersenyum simpul sembari mengusap air matanya."Aku ngak papa pak,jangan bilangin ayah kalau aku habis nangis".Pria paruh baya itu hanya mengangguk singkat lalu kembali masuk kedalam mobil sang majikan

Mobil itu perlahan melaju membelah jalan yang sangat sepi.Suara motor besar baru saja terdengar saat mobil itu sudah hilang dari pandangan sang pemilik.Sedari tadi pemilik motor ninja itu sudah berada disana,ia sudah mendengar percakapan Friska dengan Pak Ardi.Entah mengapa hatinya begitu cemas sekarang.

ºº€ºº

Suara burung yang berkicau membuat pemilik kamar sangat geram akan hal itu.Sedari tadi Ani ingin tidur siang namun burung pipit yang bertengger pada balkon kamarnya terus berkicau entah apa sebabnya.

Tanpa berpikir panjang gadis berbaju merah muda itu segera bangkit dari kasur menuju lantai satu rumahnya.Dengan decakan yang terus keluar dari bibir tipisnya,Ani menuju ruang makan disana ia melihat bi Rima asisten rumah tangganya.

"Bi,itu burung yang ada di balkon kamar Ani tolong dipindahin yah ke balkon kamar ayah,ngeganggu soalnya Ani pengen tidur".Setelah meneguk segelas air putih gadis itu mengambil cemilan yang ada didalam lemari pendingin.

"Tapi non,tuan ngak bolehin kan itu hadiah dari temen non".Bi Rima terus menolak namun anak majikannya itu terus saja bersikeras menyuruhnya memindahkan burung itu.

"Yaudah bi Ani tidur di kamar tamu aja".Gadis itu pergi sambil menahan kesal,bukan kesal terhadap Bi Rima melainkan kesal terhadap burung dan juga si pemberi burung pipit itu.

Sesampainya di kamar tamu bernuansa navy,Ani mulai merebahkan badannya pada kasur big size berwarna senada.Cemilan yang ingin ia makan justru ia lempar begitu saja di sembarang arah saat kepingan masa lalu mulai berputar di kepalanya memaksa dirinya untuk kembali mengingat si pemberi burung itu.

"Ck,kenapa gue ngak bisa lupain lo sampai saat ini sih?!"

ºº♡ºº

FranraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang