CHAPTER 12

137 6 0
                                    

Iris fokus membahas materi Entrepreuner dengan kelompoknya. Sedangkan kelompok Dasar Pemogramannya ada di lantai atas. Secepat mungkin Iris mengerjakan bagiannya agar bisa mengontrol ke atas.

"Menurut gua ya, ini terlalu panjang untuk di masukin ke slide presentasi. Maaf ya Na, ini jadi kaya baca buku," ucap Iris mengoreksi isi slide presentasinya.

"Nah, bener kata Iris. Di singkat-singkat aja Na," ucap Lutfi selaku ketua kelompok.

"Yaudah, Kak Iris bantu aku buat mempersingkat kata-katanya," ujar Erna.

Setelah berkutat dengan tugas masing-masing, akhirnya selesai juga.

"Jadi udah deal ya, bagian-bagiannya," ujar Erna.

"Nah, buat bang Budi, tolong ya di pahami lagi materinya. Jadi nanti pas presentasi kita gak terpaku pada teks. Di slide kan kita buat per point, jadi penjelasannya kudu di rangkai sendiri," ujar Iris.

"Ajarin Ris, gimana ngembangin per pointnya," ucap Rohman.

Setelah Iris memberi penjelasan materi yang harus di kuasai Budi, selesailah mereka. Kerja kelompok pun di tutup dan Iris pamit untuk ke atas.

"Hey bro, gimana udah kelar belum?" ujar Iris menggelegar. Tak ada sedikitpun malu yang Iris rasa, sekalipun ada Farel disana.

Hanya ada kekehan dari bapak-bapak beranak di meja ini. Farel sibuk mengotak-atik coding di laptopnya.

"Makan dulu Ris," tawar Jams. Terpampang box ayam besar di meja. Mungkin ada yang baru dapat bonus kali ya, sampai menyediakan sebanyak ini.

"Ah ntar aja. Masa Iris baru datang langsung makan, kan jadi enak," ujar Iris tertawa.

Farel hanya menatap Iris geli. Iris tanpa malu-malu duduk di sebelah Farel. Mencubit pelan lengan Farel, sebisa mungkin gerakannya tidak di ketahui teman-temannya.

Farel hanya menahan ringisan sambil menatap Iris. Iris acuh dan memainkan ponselnya.

"Eh foto yuk," ajak Iris.

"Yaudah lo foto dari sana, kita pura-pura lagi ngerjain," narsis Nikho.

"Jangan sampai gua kelihatan," ucap Farel.

"Kenapa?" tanya Iris.

"Kan ini bukan kelompok gua micin," ucap Farel.

"Sellow aja kali, kan ini foto umum. Bukan foto buat cover makalah," jengah Iris. Sebenarnya Iris sangat paham tentang Farel yang tidak begitu suka dunia foto-foto.

"Ris? Kamar udah rapih kan?" ujar Bayu yang mulai absurd.

"Yaudahlah," jawab Iris enteng.

"Eh, ini ada codingnya tau. Di google," ucap Budi.

"Wah wah, mau makai yang mana nih?" tanya Farel.

"Coba pindahin ke Borland, running gak programnnya?"

"Masa ada sih?" tanya Iris penasaran dan beranjak mendekat ke laptop Budi.

Setelah menguji programnya, Farel menghentikan kerjanya.

"Jadi mau make itu?" tanya Farel lagi.

"Eh make punya Farel aja. Takutnya nanti kita di uji sama dosen, gak bisa jawab lagi. Itu tingkatnya tinggi lagi, gegayaan," ujar Iris menolak mentah.

"Lo kerjain aja Rel, kita modif yang di google," ucap Nikho.

"Wah, gabisa gitu dong bang. Gua ngerjain, taunya kalian makai google, sia-sia gua yang hidup ini bang," ujar Farel.

"Pokoknya gua gak setuju make google. Kalopun mau make, modif semuanya,"ujar Iris jengah.

Merasa capek dengan perdebatan ini, Iris pun diam. Percuma saja dia melawan empat orang. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil dari google. Farel menutup laptopnya.

"Mau minum apa nih, biar gua pesenin," tawar Jams.

"Ice cream bang heheh," ujar Iris.

"Gua apa aja deh," tambah Farel.

"Kamu makan nasi makai Ice cream?" tanya Farel pelan.

Iris langsung mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Udah kok, aku mesen air mineral juga," jawab Iris.

Berkutat dengan kesibukan masing-masing dan memilih untuk pulang.

"Ris? Kasur udah siap kan? Lo siap kan malam ini," kekeh Bayu.

"Anjir, inget bini woy," jawab Iris.

"Bini gua kan elo,"

"Najis ih."

"Malam ini Iris sama gua dulu pak Bay, malam berikutnya sama elo," canda Nikho.

Tampak Farel memasang wajah jengahnya. Iris yang paham akan posisi memilh untuk diam. Tak ada gunanya mendengarkan obralan nafsu mereka.

Karna tadi Iris pergi bersama Nikho, mau tidak mau ia pun harus pulang bersama Nikho.

Iris mengetikkan pamit pada Farel. Entah di baca atau tidak, ada kalimat hati-hati juga di sana.

Setengah jam di kost, ponsel Iris berdering.

"Aku gak suka ya sama obrolan mereka," ujar suara di sebrang sana.

"Eh aku juga tau yang, siapa sih yang suka di begituin."

"Pokoknya kamu kalau ada kelompok lagi jangan sama mereka. Kamu itu apaan sih, kenapa sekelompok sama mereka?" ujar Farel mengebu-gebu.

"Itukan kelompok pra UTS, pas aku di luar kota. Namaku di masukin Cahyo, mana aku tau isinya kaya begitu."

"Ya Allah Ris, sumpah demi apapun gua emosi tadi. Rasanya pengen nyeret lo dari sana. Lo tau gak? Gua pulang gak pamit tadi, langsung pergi aja. Sampai halte si Aris aja kelewat gua buat saking marahnya gua."

"Ya maaf Rel, kan mereka yang ngobrol gitu bukan Iris."

"Ah ntahlah. Terus malam minggu lo jadi ketemu si Nikho?"

"Hm jadi kayanya. Kan aku harus minta file pemograman yang di modif."

"Gak. Gak ada ketemu-ketemu sama bapak-bapak tanpa gua," tegas Farel.

"Lah terus gimana? Yakali kamu ikut, kamu kan sabtu di Bogor."

"Udah tolak aja. Suruh dia kirim via email, kamu pelajarin. Kalau kamu gak paham, kamu tanya aku."

Iris merasa percuma berdebat dengan Farel. Lagipula, Iris pun enggan ketemu Nikho, membayangkan ia duduk berdua di kafe dengan bapak-bapak beranak membuat bulu kuduk Irus meremang.

"Yaudah deh, aku juga gak mau."

"Bagus deh, aku gak cemburu cuma aku gak terima obrolan mereka penuh nafsu," ujar Farel menghembuskan nafasnya. Kali ini suaranya lebih teratur dan terdengar lebih tenang dari sebelumnya.

CINTA SATU SEMESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang