CHAPTER 7

196 8 7
                                    

Pagi menyapa kehidupan Iris. Rutinitasnya hanyalah berkutat dengan toleransi di alarm ponselnya.

Sebentar dia menjeda penambahan waktu, agar Iris mampu untuk tidur lagi.
Tepat di angka 06.05, Iris teringat bahwa Farel akan datang untuk menjemput almamater, Iris mengetikkan sesuatu di ponselnya. Dengan malas-malasan Iris pergi ke kamar mandi dan melakukan ritual mandinya.

Setelah berberes, Farel tak juga berbalas pesan. Centang satu terpampang jelas disana. Iris mulai spam chatt berharap ponsel Farel aktif kembali.

To Farel :
P
P
Rel?
Rel kereta api?
Woy?
Bangun,
Jadi ga sih?
Ish
Farel?
Ya awloh,
Kacang mahal euyy
Gw mau brgkt kerja rel.
Rel?
Yuhuu
Spada.

Iris mulai jengkel. Pasalnya, jika ia menunggu Farel aktif, dia bisa terlambat ke tempat kerja. Iris mencoba bertanya di group kelasnya, kali aja ada anak-anak yang ke kampus dulu baru ke Balai Sabrini. Balai Sabrini adalah lokasi seminar yang bakal Farel datangin, letaknya di Jakarta Barat.
Setelah bertanya, Nina menghubungi Iris.

Dengan singkat, Iris menceritakan perihal almet yang bakal Farel pinjam dan sepakat menitipkan di pos kampus.

Setelah itu Iris spamming chatt lagi.

To Farel :
Rel?
Gua dilema nih?
Antara letak almet di pos atau gausah ya?
Lo balas dong.
Gua kek jual kacang
Campur martabak mah enak Rel.
Ah bodo ah.
Dasar kebo
Gebluk
Eta saha?
Aing macan
Hahahha, anjir gua kaya org gila.
Yaudah Almet di pos
Hub kak Nina, kali aja kak Nina udah bawa ke balai sabrini.
Gw kerja.
Yes centang dua.
Ayolah Rel,
Baca
Baca
Baca ajian mantra gua
Is, apaan sih gua?

From Farel :
Gua baru bangun Ris.

To Farel :
Udah tau !

From Farel :
Jd almetnya sama siapa?

To Farel :
Hubungin kak Nina.

From Farel :
Oke deh, gua beberes dl.
Makasih ya Ris.

To Farel :
Sama sama.

Iris melanjutkan rutinitas kerjanya. Tak mau ambil pusing dengan Farel, sebab Farel hanya sebatas teman.

Tanpa Iris sangka, Farel berniat menjemputnya dari lokasi Iris bekerja. Dengan senang hati Iris mengiyakan ajakan Farel.

Lumayan, hemat ongkos tujuh ribu.

Iris dan Farel memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Namun sial, Farel hanya membawa helm satu. Untuk itu, kita harus was was dari pandangan polisi.

Farel yang harus mutar arah dan didepan ada rombongan polisi, mau tidak mau harus menurunkan Iris di sebrang jalan depan perpustakaan.

"Rel? Bawa hp lo nih," ujar Iris mengeluarkan ponsel yang sedari tadi menjadi peta perjalanan mereka.

"Pegang aja, deket ini. Lo hati-hati," ujar Farel melenggang pergi.

Iris yang jalan dengan gemulai, tidak melihat Farel. 10 menit Farel tidak menampakkan dirinya. Iris mulai cemas, setau Iris belokan putar arah tidak begitu jauh.

"Bang? Puter arah sebelah kanan, jauh gak sih ?" tanya Iris pada pria yang sedang berdiri di pinggir jalan. Mungkin,pria tersebut menanti gojek.

"Gak kok mbak, depan itu. Depan halte," tunjuk orang yang Iris tanyakan.

"Makasih ya Bang," pamit Iris.

Sudah lama Iris menanti Farel, akhirnya Iris memutuskan ke perpustakaan. Mungkin Farel udah di dalam, tapi gedung perpustakaan terdiri dari 24 lantai. Belum lagi Farel yang baru pertama ke perpustakaan pasti tidak banyak tau mana lantai tempat buku.

Iris yang mulai panik, karna tak kunjung menemukan Farel, akhirnya memutuskan keluar. Rasanya, Iris ingin menangis.

Dia kembali keluar ke pinggir jalan dan menghampiri security "pak? Parkir motor dimana sih?"

"Ada di sebelah neng, ada juga di bawah," ujar Security.

"Makasih pak," Iris bergegas pergi ke parkir sebelah pos security. Ada pria yg postur tubuhnya dari belakang mirip Farel, tinggi, rambut asal-asalan, memakai kemeja merah. Rasanya Iris ingin cepat-cepat menonjok lengan Farel, sewaktu hampir mendapatkan pria tersebut, Iris menelan pil pahit. Ternyata bukan Farel.

Untung belum aku tonjok, fikir Iris.

Iris hampir putus asa. Dia menimang, rasanya dia ingin pulang menggunakan busway. Iris membuka aplikasi instagramnya, kali aja Farel mencarinya via Instagram.

Ah, sial. Kenapa ponsel nya gak di bawa aja sih tadi, kaya gini kan jadi susah.

Iris pergi berjalan gontai ke perpustakaan, dia mulai menghentikan pencariannya. Tiba-tiba mata Iris hampir keluar melihat Farel yang duduk santai di teras perpustakaan. Kakinya yang dia naikin, sambil menikmati terpaan angin.

Tanpa sabar, Iris berteriak "FARELLLL ..." padahal mereka masih terjarak.
Semua mata memandang Iris, Farel pun mengahlihkan perhatianya kepada Iris yang siap ingin menerkamnya.

"Lo dari mana aja sih, gua nyariin elo. Gua nungguin elo di jalan kek orang begok, lo santai santai di sini," ujar Iris yang terkesan curhat.

"Sabar sabar, duduk dulu sini," kata Farel santai.

"Cepat jelasin !"

"Tadi gua liat lo di sini, tapi gua udah di lantai dua. Gua dada dada in elo dari atas, lo gak ngeh," jelas Farel.

"Pas gua turun, lo udah ngilang. Gua tanyai mbak-mbak deket kursi, cewek yang make cardigan pink, tapi mereka gatau," lanjutnya.

"Gua nunggu di pinggir jalan. Nyariin lo ke dalam, ke parkir luar, trus masuk lagi kesini kek orang begok. Sampe ng DM lo di Ig berharap lo aktif make laptop lo buat nyariin gua," ceriwis Iris.

"Pas gua nyampe sini, lo masih nyebrang jalan. Lo jalan kek pengantin baru, lama. Jadi gua ke parkir bawah lebih dulu," jelas Farel.

"Bodo ah, waktu kita tersita buat cari-cari an."

"Iya, nyesal gua gak bawa ponsel tadi," ujar Farel.

Setelah berkutat dengan penjelasan penjelasan yang di ulang-ulang, Iris yang telah menjadikan perpustakaan menjadi tempat favoritnya, mengajak Farel ke balkon perpustakaan di lantai 24.

Terlihat takjub, dari sini mereka bisa melihat monas dan seluruh kota Jakarta.

Setelah langit mulai menunjukan rona merahnya, Iris dan Farel memutuskan berangkat ke kampus. Sebab, pukul enam sore ada kelas pengganti bahasa inggris.

"Rel? Lo yakin kita bakal sampai tepat waktu? Ini udah setengah enam, belum macet. You know kan Jakarta itu kaya apaan?"

"Sok inggris lo Ris, kalo telat ya tinggal gausah masuk. Ribet amat," celetuk Farel.

"Yaudah deh, gua juga malas. Presentasi mulu, gak nambah-nambah ilmu gua."

Dan benar. Mereka terjebak macet. Karna mereka tidak hapal jalanan Jakarta, akhirnya demi menghindari macet mereka memilih berbelok ke perkampungan.

Bukannya tepat waktu, malah membuat mereka melilit waktu. Nyasar ! Mereka tidak tau sedang berada di mana. Farel dengan sok tau nya yang enggan untuk bertanya.

Tibalah mereka jam tujuh malam. Sedangkan kelas ditutup setengah jam lagi. Dan Iris memutuskan untuk kembali ke kost dan membersihkan diri, karna jam 8 malam akan ada mata kuliah lagi.

Jangan lupa vote
Kira kita Farel itu kaya apa ya?
Kalo Iris mah cantik, manis hahah.
Chapter ini kepanjangan ya? Biarin ajalah ya, soalnya kalo di bagi dua takut kependekan kaa badan author.
Eh jangan lupa koment.
Selamat menjelang tahun baru

CINTA SATU SEMESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang