CHAPTER 8

200 10 25
                                    

"Aku yang salah. Aku terjebak di perasaan yang sedang aku rekayasa"
-Anastia Bertha-

Sejak saat itu, Farel dan Iris semakin dekat. Sesekali Iris yang petakilan, mengombal ria di pesan whatsapnya.

"Ris? Jangan ada yang tau ya kalo kita sering jalan," ujar Farel.

Tentu Iris sedikit merasa aneh. Pasalnya ada sesak yang ia rasa. Padahal, Farel tak lebih dari sekedar temen.

Mungkin ada perasaan yang sedang Farel jaga kali ya.

Farel bercerita tentang wanita yang akan ia lamar nanti jika dia sudah berhasil. Dia berharap, dia tidak terlambat menjemput wanita yang ia damba.

"Rel? Lo semangat ya. Semoga dia jodoh lu, amin."

"Amin Ris, makasih ya,"jawab Farel.

Aneh nya, saat Farel bercerita tentang wanita yang bernama Ifa, tak ada nyeri apapun dalam hati Iris.

Semakin hari, semakin seringnya mereka menjalani komunikasi, semakin Iris tak mengerti. Apa yang sebenarnya hatinya sedang rasakan.

Hari ini adalah kelas Algoritma. Namun dosen dengan gampangnya tidak masuk saat anak-anak kelas 12.1F.07 rela menerobos hujan agar sampai tepat waktu.

Iris yang sedang duduk dengan Ecca, Vian dan Angga memutuskan untuk tetap duduk di depan kelas.

Tiba-tiba ponsel Iris berbunyi. Dan Iris hanyut dengan percakapannya kepada Farel. Farel mengajak Iris untuk berkeliling  kota Jakarta di malam hari.

Iris tanpa berfikir langsung mengiyakan. Iris termasuk anak yang menyukai malam. Bukan berarti ia anak malam, namun memandang gemerlap lampu jalanan, memiliki arti tersendiri untuk Iris.

"Hmm, woy. Gua balik duluan ya," ujar Iris gelagapan. Dia tidak mau jika teman-temannya mengetahuinya, seperti permintaan Farel untuk mensecret hubungan mereka.

"Mau kemana si Ris," tanya Vian.

"Ada urusan penting nih, gua duluan bye," ujar Iris melenggang pergi.

Sesampainya di parkir motor, Iris bertemu dengan Nikho.

"Ris? Kok lu di luar?" tanya Nikho.

"Lah, lu ngapain datang? Kan dosen gak masuk !"

"Anjir, serius lo Ris."

"Lo ga baca group ya? Astaga haha, pulang sana," ujar Iris.

"Yaudah yok Ris, kita ke KFC  sama anak-anak lain," tawar Nikho.

Iris gelagapan. Alasan apa yang akan dia pakai untuk menipu Nikho agar dia tidak ketahuan.

Belum sempat Iris memberi jawaban, Farel datang dengan motor bebek kesayangannya.

Hanya ada kode mata yang Iris dan Farel isyaratkan.
Iris mendekatkan diri pada Farel dan menceritakan dengan bisik bahwa anak-anak mengumpul di KFC.

"Ayo Ris, lo bareng gua," ujar Nikho lagi.

Dengan berani, Iris bilang "hm, duluan aja deh bang."

"Oh lo sama Farel? Yaudah."

Tanpa fikir panjang, Iris menaiki motor Farel. Dan melaju meninggalkan kampus.

"Kita kemana Rel?" tanya Iris.

"Bingung gua Ris, kalo kita gak nyusulin ke KFC, pasti bang Nikho curiga kita kemana."

"Iya juga sih, gua ngikut aja deh Rel."

"Yaudah, kita ke Kfc aja deh a Ris, gua gak enak. Udah di ajakin soalnya."

Iris dan Farel memutuskan untuk ikut gabung dengan teman kelasnya. Tentu tidak semua, namun lebih dari belasan orang.

Iris hanya memesan cofee float, dia tak begitu menyukai soda, padahal tak bisa ia pungkiri soda itu nikmat namun dia harus tetap memikirkan sakit yang ia derita.

Ecca dan Ivan ternyata ikut menyusul. Lagi, Iris ketahuan.

"Oh, jadi ini urusan pentingnya Ris?" tanya Ivan yang ikut terkejut melihat Iris.

"Hehe, soalnya pas nyampe bawah, temen ku batalin. Terus ketemu anak-anak, jadi ya gitu, ikut kesini Van," kilah Iris.

"Bisa aja ngelesnya. Tadi ada yg liat Iris ke sini sama siapa gak?" Ivan sedikit berteriak.

"Sama gua Van, kenapa?" jawab dan tanya Farel.

Keadaan menjadi sedikit ricuh. Iris yang memang ahli memainkan keadaan, mulai mengahlihkan pusat perhatian anak-anak lainnya.

Setelah keadaan sedikit lebih pulih, Ivan datang membisikkan Iris "nanti lo balik sama gua ya Ris,"

Iris kebingungan menjawab ajakan Ivan. Tak mungkin dia balik dengan Ivan sedangkan awalnya dia berangkat bersama Farel. Lagipula, Iris ingin jalan jalan dan tak ingin langsung pulang.

"Gua sama Farel, lagian rumah lo kan gak searah sama gua."

"Gua ada urusan deket sana, jadi sekalian anter lo. Tapi kalo lo gak mau, yaudah," ucap Ivan meninggalkan Iris yang masih membeo.

Ah sudahlah, Ivan ada cewek ini. Gak boleh deket-deket juga gua. Batin Iris.

Iris memberi kode pada Farel bahwasanya ia ingin pulang. Farel yang peka pun langsung beranjak dan mereka berpamitan.

"Mau langsung balik Ris," tanya Farel yang berjalan beriiringan dengan Iris.

"Hm, main dulu yok. Kan tadi lo ngajak gua muter-muter. Lagian masih jam sembilan ini," usul Iris.

"Kemana ya Ris?"

"Gua bukan anak malam Rel, gatau tempat nongkrong. Mentok mentok Fathillah doang," jawab Iris sembari naik ke atas motor Farel.

"Nyoba ke Taman Senopati yu," ajak Farel.

"Boleh deh, gua juga penasaran."

Sepanjang jalan Iris hanya bertanya, masih jauh atau tidak. Iris menjadi petunjuk jalan dengan aplikasi  google maps  di ponsel Farel.

Setibanya, hanya gelap yang ada di sana. Hanya beberapa manusia yang sedang duduk di pinggiran taman.

"Ih ini apaan, gamau ah di sini. Apaan taman kek kuburan, sepi kaya hati ku," sunggut Iris.

"Eh biasanya ini ramai tau. Yaudah yu, kita kemana lagi," tanya Farel.

"Fathillah aja deh, sempat kali. Pen makan sosis gua," usul Iris.

Dan akhirnya mereka memilih taman Fathillah. Taman yang tak pernah sepi dengan lautan manusia. Mereka menyaksikan pertunjukan musik di pintu masuk, setelah itu Iris dan Farel berkeliling dan memutuskan duduk di tengah lapangan taman menyaksikan pertunjukan musik lainnya.

Kita duduk dengan perasaan yang hanyut. Entah itu menikmati lagu yang sedang di bawakan atau sedang memainkan teka teki yang otak mereka sedang rekayasa.

Fikiran Iris tertuju pada masa lalunya. Dulu, di kota tua Jakarta, Iris pernah merasa di cintai meski hanya sebatas sahabat. Dan di kota tua Jakarta pula, Iris memilih menyerah karna persahabatan lebih dari segalanya dari pada cinta yang ia rasa.

Setelah itu, mereka memutuskan untuk makan. Ternyata Farel juga sama dengan Kevin, masa lalu Iris. Sama sama menyukai telur gulung. Padahal Iris tidak begitu menyukai makanan berbahan telur itu.

Dan mereka memutuskan pulang mengingat Iris harus bekerja di pagi hari.
Ini adalah titik, Iris menyadari bahwa perasaan aneh terhadap Farel mulai menjalar.

Segera Iris tepis dan berhenti memikirkannya. Irus termasuk wanita yang sangat gampang dekat dengan orang apalagi pria. Namun, untuk benar-benar jatuh cinta, Iris masih meraba. Kadang dia menerima cinta orang lain hanya karna iba, sejak dua tahun lalu, Iris tidak pernah benar-benar menangisi pria lain.

Iris takut, jika nanti dia mendaratkan hatinya pada Farel, akan ada luka yang ia rasakan. Bukan takut karna Farel tak membalas perasaanya, hanya saja--

.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Eh jangan lupa vote !
Semoga suka
Happy reading
Gimana? Kepo gak? Kenapa Iris takut? Ah pasti gak kepo nih -.-
Is biasa aja ih,

CINTA SATU SEMESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang