CHAPTER 21

102 8 0
                                    

“Ini masih jauh?” ucapku sembari merecord genggaman tangan Farel.

Aku merasa umur hubungan kami tidak akan lama, maka setiap detiknya aku selalu ingin mengabadikan sosoknya. Aku lihai dalam menganilis feelingku.

Aku melihat spot foto berebentuk love, ingin rasanya mengajak Farel berpose di sana tapi aku mengetahui karakter Farel, mana mungkin cowok cool sepertinya mengalay di sana.

“Kamu mau pose dimana?” Tanya Farel.

“Rame, masih antri, muter-muter dulu yu,” ajakku meninggalkan Farel. Aku melihan ayunan berbentuk daun, aku teriak kegirangan.

“Rel? aku mau deh main ayunan, tapi jangan di ayun ya, aku takut pohonnya roboh.”

“Yaudah naik.”

“Takut,” ujarku melihat jurang dibelakang.

“Gapapa aku pegangin,” ujar Farel menyakiniku.

Aku sedikit ragu akhirnya mendaratkan bokongku. Awalnya hanya ayunan santai-akupun menikmatinya,-semakin aku resapi Farel seperti menambah kekuatan dorongannya.

“Farel….” Teriakku di sela mata yang sedikit memejam, aku melihat Farel cengengsan-apa anak ini tidak tau bagaiamana perasaanku, tanganku yang tadinya sedang merekam kegiatan kami mulai lemas dan hampir terkulai.

“Hentikan Farel,”teriakku mulai berkaca-kaca.

“Rel, udah, hentiin, nangis nih ntar aku ih, Farel,” ujarku lagi.

“Hahaha, iya-iya,” ujar Farel menahan ayunan agar terhenti, aku langsung melompat dan meninggalkan tempat laknat itu.

Aku mengitari tempat ini dan behenti di gubuk tenda,aku lupa nama tempatnya.

“Jangan buat snap micin,” tegur Farel kala melihatku membuka Instagramku.

Ya mungkin aku yang terlalu berlebihan menangapi kedekatan kami, sudahlah aku sedang ingin membahas liburanku dengan Farel.

Sembari menunggu antrian berfoto di spot bunga, kami duduk di bebatuan yang dipenuhi rerumputan. Aku iseng membidik beberapa gambar dan hasilnya cukup membuatku berdecak kagum. Setelah sibuk berfoto, kami putuskan untuk duduk di atas spot berbentuk persegi panjang.

Tidak ada yang menarik namun cukup membuat kami saling terdiam. Saling merasakan keindahan yang Tuhan ciptakan, angin yang begitu sejuk membuatku ingintidur dan kami pun turun meninggalkan tempat yang aku rasa tidak akan pernah aku kunjungi lagi dengan Farel.

Tepat pukul 16.00 WIB, kami memutuskan untuk ke curug . Curug  merupakan air terjun yang ada di wisata ini. Jalananya hampir sama hanya saja ini sedikit basah dan aku dua kali hampir terjatuh. Farel merangkulku dan tiba-tiba di tengah perjalanan ia melepaskan rangkulannya kala melihat segerombolan anak kecil.

“Gak bagus ntar mereka contoh kita lagi,” ujar Farel menjelaskan padahal aku tidak membutuhkan penjelasan.

“Nanti aku buka baju ya, aku make tanktop aja, gak sexy kok sellow,” ujarku cengengesan.

“Apaan sih, udah make baju itu aja,” ujar Farel cemberut. Sungguh pemandangan ini jauh lebih indah daripada puncak Bogor.

“ih, masak mau main air make kemeja kaya gini sih,” ujarku semakin iseng.

“Yaudah, balik aja kalau memang mau make baju terekspos gitu,” ujarnya sedikit tajam.

Okay. Jika Farel sudah memberikan tatapan seperti ini, aku tak bisa lagi membantah.

“Tapi aku make celana pendek boleh kan?”

“Semana dulu?”

“Setengah dari lutut,” ujarku jahil

CINTA SATU SEMESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang