CHAPTER 20

93 6 0
                                    

Aku tidak tau Farel ingin membawaku kemana. Yang pasti aku bahagia. Sepanjang jalan banyak perbincangan yang kami lakukan. Sesekali Farel menggodaku, tanpa fikir panjang aku melayangkan cubitan.

Jalan yang kami tempuh cukup jauh. Memasuki hutan dan penuh dengan tanjakan. Aku melihat mobil grobak penjual tahu bulat. Segera ku pukul pundak Farel agar ia menghentikan laju kendaraannya.

"Rel berhenti. Itu ada tahu bulet," ucapku histeris. Pasalnya Farel sudah melewati pedagang tersebut.

"Ntar di depan aja, pasti banyak kok."

"Gak mau Rel, dari tadi juga ngomong gitu. Puter balik ih," rengekku.

"Dasar micin," ledek Farel sembari memutarkan motornya.

Aku tersenyum penuh kemenangan.
"Bang? Tahu buletnya goceng, basrengnya goceng. Banyakin micin sama balado ya," ujarku.

Aku mengingit bibirku saat Farel geleng-geleng mendengar pesenananku.

"Gimana gak bucin, makanannya micin sih," ledek Farel melanjutkan perjalanan.

"Udah ah, enak tau. Kamu mau gak?" tawarku sambil mengunyah.

"Gak mau ah, banyak micinnya," tolak Farel.

"Gak, serius. Ini belum ke campur semua kok."

"Yaudah aku basrengnya deh."

"Aku suapin ya hehe."

"Hooh boleh."

Dan kami pun tertawa seperti remaja SMA yang baru mengenal cinta. Sengaja ku plesetin basrengnya agar melihat komuk Farel. Akhirnya Farel kenyang dengan sikap jahilku.

Aku melihat tulisan besar di gapura. Curug pangeran, ternyata ini tujuan kami memasuki hutan. Kami mendaki tanjakan penuh batu dan kuputuskan untuk turun saja dari motor.

"Gapapa kan kamu jalan ke atas bentar?" tanya Farel menatapku.

"Gapapa Rel. Deket doang," ujarku ngos-ngosan.

"Jantung kamu?" tanyanya khawatir.

"Gak akan kumat kok." Ujar ku mengatur pernafasan.

Farel mengetahui sakit yang aku derita, tenang saja tidak parah hanya butuh penanganan khusus.

Kami tiba di parkiran, tidak ada apa-apanya.

"Kita mendaki ke gunung  Halimun dulu ya baru main air di curug," tawar Farel.

"Oh boleh, emang di gunung Halimun ada apa?"

"Spot foto doang sih, kaya di Maribaya Bandung gitu."

"Lah, kamu kan gak doyan foto."

"Iya tapi kan aku lagi jalan sama cewek yang autis sama foto," ledek Farel berlari kecil ke posko penjual tiket.

Aku hanya mengerutu kecil, ingin sekali marah tapi itu memang benar adanya.

Jalanan untuk mencapai puncak tidak begitu mengerikan karena disediakannya tangga. Farel menyodorkan sebelah tangannya untuk menopangku. Pasalnya aku memiliki kebiasaan buruk, gampang terpleset adalah hobbyku.

"Kamu capek?" tanyanya.

Burung di udara pun paham jika aku sudah kelelahan.

"Masih jauh ya?"

"Enggak sih bentar lagi."

"Dari tadi bentar lagi mulu."

"Yaudah duduk dulu."

Kami duduk sejenak, ku hirup udara puncak yang sangat nikmat di hidungku.

Holla, aku minta maaf banget ya, jarang update. Kemarin aku janji kalo cerita ini tiba di 1000 viewers aku bakal lanjutin😭
Aku terharu banget, makasih yang pada nunggu cerita ini dengan sabar, kadang aku dapat DM di IG, di WA suruh lanjutin cerita ini. Baiklah, terimakasih semuanya😭 kalian yg membangkitkan gairah menulisku. Jangan lupa tombol bintang di bawah untuk di tekan ya🌹 i love you so much
_Anastia_

CINTA SATU SEMESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang