Go

20 5 0
                                    

Orang itu membuat suasana membosankan. Setiap kali orang itu mengulang materi sebelumnya Sera selalu memasang wajah masam.

Seragam yang digunakan murid perempuan di kelas saat ini adalah kemeja putih berlengan panjang dan rok hitam, dasi berwarna hitam dengan satu garis putih keabu-abuan horizontal di dasarnya, serta jubah hitam terkait di bahu seragam. Menyusahkan? Tentu. 

"...Pangeran pertama Ryles entah berada di mana sejak beberapa tahun yang lalu." Guru muda berperawakan tinggi, ramping, dan rupawan menjelaskan di depan kelas.

"Dia ada di dekatmu." Pikir Sera menguap lelah mengingat ternyata pangeran yang selama ini dicari-cari adalah orang tenar di sekolah.

"...ada yang menduga dia sudah mati, dan ada yang menduga dia berada di suatu tempat yang tidak kita ketahui."

"Dan sialnya dia masih hidup sebagai pemuda menyebalkan, di sini pula." Gerutu Sera dalam hati. Ia teringat kalau Ar memintanya merahasiakan identitasnya. Itu hal yang mudah sekaligus sulit untuk dilakukannya.

Mudah, karena bisa saja ia melupakan apa yang dikatakan Ar kemarin. Susah karena ia sangat gatal mengatakan,

'Hei, orang yang kalian cari itu ada di sini! Dia masih hidup, sangat sial bukan?'

Tidak, tidak...Sera tidak sejahat itu. Dia masih memiliki hati nurani, suramnya sejak pertama kali bertemu pemuda itu hati nuraninya telah dirusak terlebih dahulu akan tingkat menyebalkannya Ar.

"Tapi di waktu yang sama saat Pangeran Izana menghilang, Putri dari kerajaan lain ikut menghilang."

Kali ini Sera menegakkan badannya. "Aku belum pernah dengar soal ini...atau hanya aku yang tidak peduli?"

"Detektif, kepolisian, prajurit, tentara, bahkan orang pintar belum ada yang pernah menemukan logisnya mereka menghilang."

Sesaat bahu Sera terasa longgar. "Bukan tidak logis, mereka saja yang tidak tahu. Bagaimana ekspresi mereka jika pangeran itu membodohi mereka? Apa para detektif tahu kalau Si Pangeran Muda melarikan diri dari pernikahan politik?" Sera menyeringai mengejek.

Terkadang seseorang terlalu memikirkan kemungkinan, berpikir terlalu jauh, terlalu penuh dengan logika, tapi mereka lupa satu titik yang benar-benar ada di depan mata.

Ar sudah cerita semuanya. Sebagian penting dilupakan oleh Sera, dan sebagian yang dianggapnya konyol akan diingat selama hidupnya.

"Baik. Itulah sejarah keluarga Ryles di beberapa tahun yang lalu. Tapi ada yang lebih penting dari semua itu."

Sera kembali menegakkan tubuh, ia teringat dengan 'perang' yang dimaksud Ar. Mungkin guru itu akan menjelaskan yang 'ini' juga.

"Semua peristiwa dari yang terpenting hingga tidak penting akan menyusun sejarah baru. Dan yang paling mengerikan, saat mereka mengubah sejarahnya. Dimana tidak ada yang tahu cerita sebenarnya, saat itu kehancuran akan tiba."

"Sudah kuduga. Firasatku benar, inilah kenapa firasatku begitu buruk. Aku tidak mengerti sama sekali!" Alis gadis itu berkerut samar.

Gadis itu menatap ke arah guru muda itu. Mungkin umur mereka hanya terpaut lima atau enam tahun. Dalam pikirannya, Sera sangat ingin melupakan kesimpulan dari 'pidato' sang guru. Namun, dalam hati kecilnya, kalimat-kalimat tersebut seperti sebuah kunci kecil yang bisa dilupakan dan hilang sekejap tapi begitu berharga.

Nama guru itu, Dataka Jihan. Dia melirik Sera dengan ekor matanya, Sera sadar akan hal itu. Sejenak mereka melempar tatapan yang tidak bisa dijelaskan maksudnya. Seakan orang itu sedang memberikan kunci kecil menggantung pada gemboknya, sayangnya gadis itu tidak tahu cara memutarnya maupun mengeluarkannya.

әлем•älem•earthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang