First Day Etheranos

8 4 0
                                    

Lagi-lagi pria tua yang sudah berbau alkohol membahas pemuda dengan tudung hitam di kepalanya. Hoka merasa pemuda itu sangat pendiam dan tidak bergerak sama sekali. Meski begitu ia merasa tidak asing dengan cara makan pemuda itu. Siapa lagi kalau bukan Ar.

Ar memakan mie berkuah dalam diam. Terlihat sangat anggun dalam menata caranya makan menggunakan sumpit. Namun hanya saat menggunakan sumpit.

Saat sumpit itu lepas dari tangannya dan hanya tersisa kuah dalam mangkuk, pemuda itu memilih mengangkat mangkuknya dan meneguk kuah dalam mangkuk dengan ganas meskipun terdapat sendok di sebelah mangkuk.

Sera membentuk mulutnya menjadi bulat lebar-lebar. Memang benar ada cara makan seperti itu di jenis makanan lain. Tapi mana ada dua cara makan berbeda di waktu yang sama jika bukan termasuk cara makan khas orang itu sendiri.

Ar menaruh mangkuknya di atas meja. Kesan meminum kuahnya langsung ditinggalkan dan kembali memiliki tata krama.

"Hei Nak...eh, tunggu..." Ucapan Hoka tertunda, pria yang sudah mabuk itu terlihat berpikir. "Apa yang tadi ingin aku katakan, ya? Hahahaha..." Hoka tertawa tidak jelas. Wajahnya sudah memerah, kali ini dua botol sake telah dihabiskannya.

"Paman sebaiknya berhenti menuang sake." Ryo memberi nasihat.

Seperti kehilangan pendengaran, Hoka tidak merasa ada orang yang berbicara dengannya jika menurutnya tidak penting.

Erina menepuk dahinya. "Begini kita yang akan repot." Sera mengangguk setuju

"Ar bagaimana menangani yang satu ini?" Tanya Zeff setengah mengeluh.

"Lakukan apa saja padanya bukan masalah. Bahkan jika aku menunjukkan wajah di depan matanya, setelah sadar dia akan lupa apa yang terjadi." Pemuda itu membentuk tongkat sepanjang empat puluh senti dari es.

Merasa gerah, Ar berani membuka tudung jubahnya dan berjalan ke arah Hoka yang berada di seberang mejanya. Ar benar-benar menunjukkan dirinya di hadapan Hoka.

"Halo paman. Maaf ini salam dariku setelah bertemu sekian lama." Ar mengucapkan kalimat tersebut dengan ceria. Belum sempat Hoka membalas, Ar memukul pelan tengkuk Hoka dengan tongkat es itu. Meskipun pelan, dampaknya dapat membuat Hoka pingsan dalam satu pukulan.

Sera bersiul. Ar benar-benar nekad.

Tangan Ar mengeluarkan asap dan ditempelkan ke tengkuk Hoka. Ia mengompres tengkuk pria itu, sehingga jika Hoka bangun rasa nyerinya akan berkurang. Rupanya asap tersebut menyalurkan suhu dingin dari tangan Ar.

Ar tidak memedulikan Hoka lagi yang sudah tidak sadarkan diri di atas meja. Ia menolehkan kepalanya ke arah Asra dengan santai. "Sudah dapat hotel nya?"

"Yap!" Asra tersenyum sumringah. Sepertinya dia berhasil menemukan tempat menarik.

•°•°•°•

"Kamu bercanda?"

Sera menyipitkan matanya. Memang di Etheranos bangunan sangat canggih dan tentunya mencari penginapan yang murah jarang ada di sini, tapi hotel yang dimaksud Asra benar-benar berkelas.

"Uang dari mana?!" Erina berseru serasa ingin memukul seniornya.

Erina sendiri bisa masuk ke sekolah elit itu melalui beasiswa. Ia merupakan gadis yatim piatu yang dititipkan di panti asuhan. Saat sudah bisa menghidupi dirinya dengan bekerja paruh waktu sebagai siswa, Erina meninggalkan panti asuhannya. Setelah belajar meningkatkan ability nya, Erina sempat membantu dalam organisasi kepolisian.

Selain otaknya yang pintar, pengetahuan akan gerak gerik manusia dibantu oleh ability sense, Erina pandai dalam bela diri yang biasanya orang dengan ability sense jarang menggunakan tubuhnya dalam pertarungan. Dengan bantuan kepala kepolisian, Erina mendapat koneksi untuk mendapat beasiswa.

әлем•älem•earthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang