7 Days

27 5 0
                                    

Seperti yang sudah dikatakan Ar, aku dan Erina pergi ke tempat pelatihan yang sesungguhnya. Sebenarnya ruang yang tadi kami masuki hanya tempat untuk mendapatkan peralatan, yang asli jauh berbeda.

Ruang pelatihan kosong, tidak seperti ruangan peralatan yang dipenuhi senjata, pakaian petarung, dan peralatan olahraga. Ruangan ini bercahaya, tidak gelap tapi kami tidak tahu dimana sumber cahayanya. Salah satu sisi tembok, cermin selebar dengan tembok tersebut membentang dari ujung ke ujung.

"Tempat ini memang khusus demi menjaga agar tidak terjadi kerusakan atau kecelakaan." Ucap Zeff mengikuti kami dari belakang.

"Di sini juga bisa dipakai siapa saja. Hanya satu syaratnya, tidak boleh lebih atau kurang dari jam yang ditentukan." Tambah Ar.

Tunggu, untuk apa kami 'membuang' barang-barang kami saat itu? Aku melirik Erina yang kutebak juga memiliki pikiran yang sama denganku.

Tapi kemudian dia mengangkat bahunya. Kurasa tidak apa, sih, memiliki tempat bertarung pribadi juga menyenangkan.

"Biar lebih efesien, aku akan mengajari teknik pedang dan Zeff teknik menembak. Bagaimana?" Tanya Ar memainkan ujung pedang tongkatnya.

"Aku setuju." Zeff mengangguk. "Kita tidak memiliki banyak waktu lagi. Kalian sudah harus mencapai kelas empat dalam tujuh hari."

Tidak buruk, aku mulai bersemangat. Saat aku punya tujuan, aku akan sangat berambisi mencapainya. Tapi aku tidak yakin aku mampu. Dan temanku Erina, dia pasti juga bersemangat meskipun sering mengeluh.

"Aku tidak mau menguras tenagaku untuk sesi pertama. Boleh aku berlatih dengan Zeff?" Tanyaku. Kalau aku berlatih pedang lebih dulu itu akan menguras tenagaku untuk berlatih menembak.

Ar hanya mengangkat bahu tak peduli. Tingkahnya yang selalu terlihat tidak peduli sangat menyebalkan. Aku senang dia pensiun dari jabatan mulia itu. Bagaimanapun juga seorang pangeran tidak boleh acuh tak acuh, apalagi terhadap rakyat dan negerinya.

Zeff menyuruhku memegang pistol di tangan kananku dengan posisi lengan lurus. Saat ini aku sedang menghadap cermin yang mengembalikan bayanganku. Kulihat Zeff menyentuh permukaan kaca dimana saat ini bayangan pistol yang aku pegang dipantulkan oleh cermin itu.

Sedetik kemudian, cahaya hijau keluar dan garis dengan warna hijau yang lebih tua membentuk sepuluh garis lingkaran berpusat pada titik 'x'. Semakin jauh dari titik 'x' garis lingkaran semakin lebar.

"Apa itu?" Tanyaku menurunkan sedikit tinggi lenganku yang memegang pistol.

"Targetmu. Ada sepuluh garis lingkaran, yang harus kamu tembak," Zeff menyentuh titik pusat, "yang ini. Jika dalam lima belas menit belum berhasil, kau lanjut ke teknik pedang dan lanjutkan latihan menembak besok."

Aku ingin protes karena dia tidak mengajariku dasarnya lebih dulu. "Praktikan dulu caranya, Zeff." Ucapku kesal. Tidak peduli dia ini seorang pangeran atau bukan, yang jelas dia saat ini di lingkungan sekolah. Artinya dia sama sepertiku, seorang murid.

"Ah, iya. Aku lupa, maaf-maaf." Ia terkekeh menyebalkan. Apakah semua pangeran di bumi ini sama?

Sebuah decihan keluar dari mulutku.

Sementara memperhatikan Zeff dengan posenya, aku sempat melihat Erina yang mengeluh dengan Ar yang selalu memarahi kuda-kudanya. Ar juga sama kesalnya karena anak didiknya tidak pernah mendengarkan perintahnya. Aku tertawa pelan. Ini lucu.

"Sera? Kau mendengarku?"

"Ah, iya. Maaf, aku sempat tidak memperhatikan." Zeff hanya mengangguk kemudian menyuruhku memperhatikannya memraktikan pose menembak yang benar dan akurat.

әлем•älem•earthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang