End of 7 Days

32 5 1
                                    

Terdengar suara batuk disertai ringisan kesakitan dari orang di depannya. "Kau masih sanggup?" Tanyanya.

°°°

"Jangan anggap aku remeh. Bertarunglah serius denganku!" Sera memukul pedang Ar yang hampir menampar pipinya dengan pedang kayu.

Ar mengernyit. "Kamu yakin?"

"Kamu anggap aku apa, hah?"

Mendengar jawaban yang meyakinkan dari Sera, Ar mempercepat gerakan tangannya mengincar tulang kering Sera.

"Shh..." Sera meringis.

"Aku tidak akan main-main, loh."

"Tidak ap...a. Kalahkan aku dengan serius." Suara gadis itu bergetar seiring benturan pedang kayu Ar mengenai sebagian tubuhnya.

Ar terlihat ragu. Selama ini dia tidak pernah serius melawan maupun menyakiti perempuan teringat akan ibunya yang mengajari etika itu.

"Kumohon..." Melihat mata Sera yang memancarkan tekad yang tidak pernah dilihatnya di mata orang lain membuat Ar berpikir dua kali jika tidak bersungguh-sungguh.

"Kamu yang minta loh ya."

Pemuda itu mulai bersungguh-sungguh dengan kuda-kudanya. Mereka bertarung layaknya pertarungan sungguhan.

"Dengar Sera, kamu harus tahu di luar tidak akan sama seperti di tempat ini, tidak juga seperti di kota ini. Tempat yang akan kita tujui mungkin terlihat damai, tapi mereka berperang secara ideologi. Hanya dengan fisik kuat saja tidak akan mampu." Ar menjelaskan di tengah gesekan pedang kayu.

"Hubungannya dengan saat ini?"

"Aku hanya mengingatkan." Dengan santainya, Ar mengangkat bahu lalu membuang jauh pedang Sera dengan pedangnya.

Tangan Sera bergetar ringan karena beban yang berat harus ditanggung pergelangan tangannya saat pedangnya terlepas.

"Kamu tidak apa?" Tanya Ar mendekat kemudian melihat jam digital di kaca.

"Zeff, hari ini akhiri saja. Sera, ikut aku." Ucapnya singkat kemudian diangguki Zeff.

Sera ingin membantah, entah apa yang akan dilakukan Ar. Ar segera menatap Sera dengan tatapan tajam. "Hari ini dia sensitif sekali." Gerutu Sera dalam hati.

Malam ini terasa dingin bagi Sera. Pergelangan tangan kanannya mulai terasa berdenyut nyeri. Jari-jarinya sulit untuk digerakkan, dan ia meringis untuk itu.

"Kenapa harus tangan kanan?"

Setelah mengembalikan peralatan, Erina dan Zeff sudah pergi terlebih dahulu membiarkan Sera dan Ar berdua untuk sementara waktu.

Dalam perjalanan mereka menuju ruang kesehatan, keadaan begitu canggung. Tidak ada yang memulai pembicaraan meskipun mereka ingin.

Angin malam berhembus pelan dari sisi koridor yang terbuka membelai wajah mereka. Sejuk dan juga dingin, rasa nyeri kembali menyerang pergelangan tangan gadis itu. Tanpa sadar rintihan kecil keluar dari bibir tipis gadis itu dan mengundang perhatian Ar.

"Hei, kamu tidak apa?" Tanya Ar dengan raut khawatir yang samar terpasang di wajahnya. Dengan pencahayaan malam Sera dapat melihat pemandangan itu.

Jujur dalam hati kecil Sera terdapat perasaan senang saat ada orang yang mengkhawatirkan dirinya, tapi ia tidak ingin membuat orang lain khawatir. Sera tersenyum kecil disertai rona tipis di kedua sisi pipinya. Ia mengangguk kemudian kembali berjalan diikuti Ar dari belakang.

Di pandangan mata Ar saat ini, ada siluet seorang gadis yang disinari cahaya bulan. Ukiran sabit terbentuk di wajahnya. Ia telah menemukan pemilik sosok punggung yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Namun kali ini, sosok itu lebih tegap dan terlihat tegar.

әлем•älem•earthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang