"Kak, Mama pergi sekarang ya?" Mama mengelus kakiku, membuatku langsung memutar tubuh menghadap mama yang sudah duduk di ujung kasur.
"Hng? Iya pergi aja, Ma." Jawabku dengan suara parau dan mata yang terasa berat sulit untuk dibuka.
"Kamu beneran nggak apa-apa sendirian?" Tanya Mama lagi kali ini tangannya terulur memegang keningku. Aku mengangguk dengan lemas.
"Emang Jef kemana?"
"Tadi bilang mau nganter Irin katanya nggak enak udah janji. Kak, gojek mama udah di depan nanti mama pulang sama papa. Mama bawa kunci kok, Jef juga bawa. Kamu tidur aja biar cepet enakan badannya." Ujar Mama panjang lebar aku hanya mampu mengangguk karena badanku terasa tidak ada tenaganya.
"Kalau ada apa-apa whatsapp aja ya."
"Iya Mama. Udah sana berangkat ke rumah tante kasian gojeknya udah nungguin." Aku mengelus lengan Mama sekilas untuk menenangkannya. Terulas sedikit senyum di wajah sebelum beliau akhirnya berjalan keluar dari kamarku dan menutup pintunya.
Sebelum kembali memejamkan mata, samar aku masih bisa mendengar suara pintu depan yang di kunci juga suara pagar yang terbuka dan langsung tertutup. Dilanjut dengan suara sepeda motor yang melaju semakin menjauh dari rumah.
Aku kembali menarik selimut sampai menutupi leherku. Sesaat aku menatap ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ingin aku meraihnya, tapi aku nggak ada tenaga hanya untuk sekedar mengangkat tanganku.
Sebetulnya, sejak kemarin aku sudah merasa badanku tidak enak dan aku malah pulang kerja malam hari sambil menerobos hujan karena ingin cepat sampai rumah. Memperparah keadaan, akhirnya pagi ini aku tepar.
Rasanya aku baru memejamkan mataku ketika suara bel rumah terdengar bunyi beberapa kali. Aku dengan malas menyingkap selimut kemudian bangun dan keluar dari kamar untuk mengambil kunci cadangan di laci bufet TV. Selanjutnya berjalan ke pintu depan dengan pelan karena kepalaku masih terasa pusing. Tentu saja sambil menggerutu siapa yang tega menganggu waktu istirahat orang sakit ini?
"Cari siapa--" Kalimatku menggantung ketika pintu terbuka dan menyajikan seorang lelaki tengah bersandar di kusen menunggu pintu terbuka.
"Heh? Kamu ngapain ke sini?" Aku langsung memberinya pertanyaan begitu dia menegapkan tubuhnya berdiri sempurna.
"Mama bilang katanya kamu sendiri di rumah mana lagi sakit lagi." Johnny menjawabku sembari matanya meneliti dari atas ke bawah lalu kembali lagi menatap wajahku.
"Tapi kamu katanya--"
"Masuk dulu deh duduk dulu aku takut kamu tiba-tiba ambruk." Katanya sembari mendorong bahuku pelan dan menyuruhku duduk di sofa. Aku menurutinya.
"Katanya sakit biasa aja?" Tanya dia lagi.
"Ya emang biasa aja kok."
"Tapi kamu keliatan mengkhawatirkan." Jarinya menyeka rambutnya yang agak panjang ke belakang kemudian beralih melonggarkan dasi yang ia pakai. Mata mengerjap beberapa kali, memerhatikannya dihadapanku yang tengah melepas kancing paling atas kemejanya kemudian menggulung bagian lengannya.
"Udah ke dokter?" Ia mengulurkan tangannya menyentuh dahiku sedangkan tangan satunya lagi ia pakai untuk menyentuh dahinya sendiri.
"Sakit biasa nggak perlu ke dokter." Tukasku.
"Kamu demam." Katanya setelah selesai membandingkan suhu tubuhku dan tubuhnya.
"Udah minum obat?"
Aku mengangguk.
"Makan?"
"Udah tadi siang sedikit." Jawabku pelan. Ia berdecih tidak puas dengan jawabanku.
"Ck, siang. Sedikit lagi. Ini udah jam berapa? Makan lagi ya. Mau makan apa? Nanti aku beliin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterlove; Cerita Johnny--AU
Fiksi PenggemarNamanya Johnny Aldebaran. Mungkin ibunya tahu bahwa kelak anak laki-lakinya ini hobi membuat jantung anak orang berdebar nggak karuan. ©2019, coffecoustic