Bab 13

338 8 0
                                    

Lorong rumah sakit terlihat sepi, jam menunjukkan pukul sebelas malam. Seorang cowok berlarian melewati lorong-lorong rumah sakit. Setelah mendapatkan pesan dari Azkia, Raga langsung pergi ke rumah sakit yang sudah Azkia sebutkan.

Di ujung lorong ada dua orang berbeda gender menampilkan raut wajah yang sama panik seperti Raga, itu Azkia bersama dengan cowok yang entah Raga ketahui siapa. Raga langsung saja mendekati dua orang itu.

"Raga!" Panggil Azkia. Matanya sudah terlihat sembab, hidungnya juga memerah.

"Mana Alsa Ki?" Tanya Raga, dengan jantung yang masih berdegup cepat.

"Didalam," jawab Azkia sambil menunjuk pintu ruangan yang bertuliskan UGD Itu.

Tatapan Raga beralih pada seorang cowok yang sedang mondar-mandir dengan telfon di telinganya. Wajahnya terlihat bercucuran keringat.

"Itu siapa?" Tanya Raga pada Azkia.

"Bang Marsel, abangnya Alsa. Dari tadi lagi nyoba nelfonin orang tuanya, tapi gak ada jawaban."

Raga mengangguk, ia duduk dengan perasaan gelisah, mengkhawatirkan keadaan gadis yang sedang berada didalam ruangan yang sedang ia tunggu pintu nya segera dibuka.

Tidak lama kemudian pintu itu terbuka dan keluarlah pria paruh baya dengan setalah serba putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya.

Raga, Azkia, juga Marsel langsung mendekat ke arah dokter itu.

"Gimana keadaan adik saya dok?" Tanya Marsel.

"Yang perempuan hanya luka-luka ringan saja, tapi masih belum sadar. Ia juga sepertinya mengalami syok berat, tapi yang laki-laki,..." Dokter itu menggantungkan ucapannya.

Raga mengangkat sebelah alisnya, laki-laki?

"Maaf saya tidak bisa menyelamatkan nyawanya, karena dia mengalami pendarahan hebat." Lanjut dokter itu dengan raut wajah menyesal.

Azkia menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang di dengarnya.

"Dimas...." Lirih Azkia.

"Dimas?" Raga justru bingung.

"Dimas Ga.. Dimas udah gak ada," air mata Azkia mengalir terus menerus di pipinya ia tak menyangka teman sekelasnya itu pergi begitu cepat.

Dokter itu pamit dan segera melangkahkan kakinya menjauhi orang-orang itu.

"Ki? Lo udah kabarin keluarga nya Dimas?" Tanya Marsel.

Azkia mengangguk, "udah kak, orang tua nya baru bisa kesini besok. Sekarang masih di Kalimantan," jelas Azkia.

Ketiga orang itu masuk ke dalam ruang UGD dan mendekati brangkar tempat Alsa di baringkan.

Ketiga orang itu menatap Alsa dengan tatapan iba, namun mereka sedikit lega sebab Alsa tidak kenapa-kenapa. Namun berbeda dengan Marsel, ia mengerti sekali bagaimana adiknya itu. Ia pasti terpukul saat mendengar Dimas sudah tidak ada. Hatinya begitu lembut, hal itu membuatnya menjadi mudah menyayangi seseorang dan begitu sedih saat ditinggalkan.

Mata gadis itu mengerjap, perlahan matanya terbuka.

"Sa? Lo bangun? Lo gapapa?" Azkia langsung histeris, ia mengusap pipinya yang basah karena sejak tadi tidak berhenti menangis.

"Ki.." Gumam Alsa.

"Iya Sa, ini gue"

Alsa mencoba mendudukan tubuhnya, Marsel yang melihat itu mencoba melarang namun adiknya itu bersih keras ingin mendudukan tubuhnya.

RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang