"Bada" Votan datang ke kuil putranya. Sudah beberapa minggu ini setelah pertengkarannya dengan Seokjin, Namjoon lebih sering menghabiskan waktunya sebagai Bada. Mengawasi dari kuil dan kembali menjadi manusia saat Taehyung sudah di rumah.
"Aku sudah mendengar beberapa peristiwa yang terjadi akhir akhir ini" Bada menoleh pada ayahnya. Dapat ia tahu bahwa ayahnya sedang serius sekarang.
"Jadi Taehyung sudah tahu siapa dirimu?"
"Ya, ia terlalu pintar untuk tidak mengetahuinya" Votan mengangguk paham
"Cepat atau lambat memang dia harus tahu takdirnya. Talenta darimu jelas menurun padanya, anak itu jenius dan aku bangga padanya karena ia tak membencimu setelah tahu apa yang kau sembunyikan. Dia hanya terpuruk kalian berselisih"
"Tapi, bukan ini yang aku inginkan Ayah. Aku ingin putraku menjadi manusia seutuhnya saja. Dan aku.. kalau bisa aku juga menjadi manusia" Votan memandang serius. Ia terlihat sedikit marah.
"Sejak kapan kau jadi sosok yang menghindari takdir? Apa cinta membutakanmu?" Bada mengangguk
"Ya. Aku dikuasai oleh wanita. Aku bahkan rela mati dan turun dari tahta ku bila aku bisa dia selamanya"
"Dimana kebijaksanaan ibumu yang turun padamu? Akibat kau menolak takdirmu Reya membuat kekacauan di bumi dengan mencari putramu, gelombang besar di laut sehingga banyak nelayan tak bisa berlayar,juga putramu menderita karena kau tak tegas mengambil keputusan"
"Lalu aku harus apa ayah? Kembali kesini dan meninggalkan Seokjin. Atau seperti yang lain? Menghilangkan ingatan Seokjin atasku dan Taehyung? Kalau ayah menyuruhku berbuat seperti itu maka jawabanku. Tidak" Bada tegas dengan jawabannya. Votan bukannya kejam. Tapi ini seperti bola salju yang bergulir tiada henti. Semakin besar dan semakin membahayakan.
"Asal kau tahu Bada. Membuatmu dan Taehyung menjadi manusia tak hanya tentang menjadikan Darya adikmu sebagai penggantimu" Bada menoleh heran pada ayahnya. Bagaimana ayahnya tahu rencananya selama ini.
"Jangan tanyakan. Tapi ayah tahu betul strategimu, jangan remehkan kemampuanku sebagai dewa perang. Darya mungkin mampu menjalaninya, tapi membuat putramu menjadi manusia itu berarti kau harus menghilangkan talenta nya. Melepasnya di lembah ratapan dan membuatnya sampai ke kawah racun yang bisa menghilangkan kekuatannya. Kemungkinannya hanya dua, selamat sebagai manusia atau mati. Dan membuatmu menjadi manusia, itu berarti kau harus meletakkan tahta dan kekuatanmu. Jangan lupakan penguasa dunia kita, Azoc. Sudah kupastikan dia pasti menentang semua ini. Darya itu anaknya yang sudah dibuang kalau kau ingat lagi. Dia pasti membencinya"
"Aku bingung Ayah, sekarang hatiku tak menentu. Aku butuh Seokjin, tapi aku tak sanggup ia tahu tentang kenyataan kalau aku bukan manusia"
"Ayah mohon, jangan biarkan dua dunia yang sudah damai ini kacau karena amukan Azoc. Pilihlah jalan yang paling bijak. Kalau kau percaya di dunia ini, cinta sejati pasti akan dipertemukan. Kalau cinta kalian itu murni dan agung, keajaiban pasti milik kalian" Votan meninggalkan Bada yang sedang meratapi nasibnya. Kesimpulan dari ayahnya itu berarti Bada dan Taehyung harus meninggalkan Seokjin. Tidak, Bada tidak bisa.
.
.
."Tae, sudah pulang?" Taehyung baru saja kembali dari latihan renangnya. Namjoon sudah di rumah karena ini sudah malam.
"Pa, Taehyung rindu mama" Taehyung duduk di sebelah Namjoon. Menyandarkan kepalanya pada ayahnya.
"Papa juga Tae. Papa tersiksa. Tapi papa tidak sanggup kalau mama tahu kebenarannya" Namjoon merangkul pundak putranya
"Pa, kalau saja Tae tidak lahir. Mungkin mama papa tidak akan seperti ini"
"Bicara apa kau? Kau adalah hadiah terindah dalam hidup papa dan mama. Alasan papa untuk hidup sebagai Kim Nam Joon adalah dirimu. Begitu juga alasan kenapa kita bisa hidup bahagia"
"Taehyung takut pa. Paman Hoseok sudah banyak bercerita tentang kehidupan disana. Hidup dalam bayang banyang seorang dewa air pasti tidak mudah" Namjoon memeluk erat Taehyung. Hoseok sekarang juga jadi sering menemani Taehyung, Namjoon rasa hanya Hoseok yang dapat ia andalkan untuk mengurus Taehyung dan membantunya mengenali dunia para dewa.
"Apakah tae cukup kuat untuk masuk akademi itu? Apa Tae akan bertahan? Bagaimana mama bila kita tinggalkan? Itu selalu berputar putar dalam benak Taehyung" Namjoon semakin iba pada putranya. Harusnya benar kata Wang, dia terlalu jauh dan tidak memikirkan akibatnya.
"Kau pasti jadi anak yang tangguh sayang. Pasti, papa yakin itu. Untuk kita meninggalkan mama, papa juga enggan. Papa akan cari cara agar mama dapat bersama kita selamanya. Percaya pada papa" Namjoon hanya menenangkan Taehyung. Ia tak mau putranya terus terbebani. Satu kebohongan lagi muncul, ia tidak tahu persis apa rencananya untuk membuat keluarganya utuh dan juga perdamaian kedua dunia ini tetap terjaga.
.
.
.Namjoon sudah membulatkan hatinya untuk menjelaskan segalanya pada Seokjin. Termasuk segala konsekuensinya yang ia harus terima. Ia tak tahan lagi putranya terus menerus murung karena rindu pada ibunya. Mungkin ia belum menemukan rencana paling baik. Tapi Namjoon rasa ketika nanti Taehyung masuk akademi, dia masih bisa kembali ke bumi untuk sesekali menemani Seokjin. Ia hanya berharap Seokjinnya mau menerima itu semua.
"Tae, sudah siap? Kita akan ke rumah haraboji" Taehyung mengangguk. Mereka menuju rumah tuan Kim tempat Seokjin tinggal selama mereka berselisih.
Ponsel milik Namjoon berbunyi saat perjalanan menuju ke rumah tuan Kim.
"Ya Jimin?"
"Hyung ada dimana sekarang?"
"Aku dan Taehyung sedang dalam perjalanan menuju rumah appa. Ada apa jim?"
"Berputarlah. Noona baru saja dibawa ke rumah sakit"
Namjoon menegang. Ia ingat betul Seokjin dalam keadaan baik dan sehat kemarin saat ia menanyakan kabar Seokjin pada tuan Kim. Namjoon berubah kalut.
"Ada apa pa?" Taehyung yang sedang menyetir menoleh kearah Namjoon
"Putar balik. Mama ada di rumah sakit" Taehyung segera memutar bailikkan mobilnya menuju rumah sakit. Ia juga tak kalah khawatir.
.
.
."Hyung" Jimin menghampiri Namjoon dan Taehyung yang baru saja datang. Ia menunggu mereka di lobby rumah sakit.
"Dimana mama sekarang samchon?" Taehyung sudah panik.
"Tenang tae, mama ada di ruangannya. Kita segera ke sana"
Namjoon dan Taehyung menatap Jin yang tertidur tenang di ranjang rumah sakit. Taehyung sudah berlinang air mata, ia tadinya beeharap bisa memeluk ibunya yang ia rindukan. Tak menyangka ia bertemu ibunya dalam kondisi seperti ini. Tuan dan nyonya kin merangkul Taehyung karena ia terlihat sangat terpukul.
Jin masih segar kemarin. Hanya saja ia tidur lebih cepat, lalu entah kenapa ia tertidur sangat pulas dan hampir menghabiskan 24 jam tidur. Nyonya kim yang waktu itu masuk kamar Jin membangunkannya tapi tak berhasil. Segala upaya membangunkan Jin tak berhasil hingga akhirnya Jin dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan bahwa Jin memang tertidur. Bukan terkena sebuah penyakit. Dokter pastikan jin hanya tertidur dan di diagnosa terkena sindrome klein levine.
Hingga malam Namjoon terjaga, Taehyung juga enggan pulang. Ia bersikukuh akan menemani ibunya bersama dengan ayahnya.
"Tuan" Hoseok datang ke rumah sakit untuk membawakan pakaian milik Namjoon dan Taehyung.
"Oh paman Hoseok" Taehyung menerima tas pakaian yang ada di tangan Hoseok.
"Bagaimana dengan Nona Seokjin?" Hoseok bertanya pada Namjoon.
"Dia terkena syndrome. Dia hanya tidur Hoseok. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi padanya sebelum ini" Hoseok mengerutkan dahinya. Masih tak percaya bahwa Seokjin terkena syndrome itu.
"Boleh saya periksa?" Namjoon mengangguk. Hoseok memeriksa Seokjin dengan hati hati. Membuka telapak tangannya, melihat matanya. Hoseok benar benar teliti. Kemudian matanya membelalak saat ia menekan nadi Seokjin.
"Nona Seokjin tidak sakit Tuan" Hoseok berbicara sedikit panik
"Maksud paman?" Taehyung sedikit terkejut dengan pernyataan Hoseok
"Ini kutukan Azoc"
KAMU SEDANG MEMBACA
Across The Sky [Namjin FF]
Fanfiction(GS) Air laut memenuhi seluruh dadaku. Aku tidak bisa bergerak. Kakiku lumpuh, tanganku seakan enggan membawaku keatas. Tolong. Seseorang tolonglah aku. Aku takut. Cahaya matahari semakin hilang dari pandanganku. Ini semakin gelap. Ini semakin d...