Jennie Pov.
Dengan segala kegusaran di dalam hati, aku mencoba mencerna kembali kejadian demi kejadian yang bertubi-tubi menghampiriku, yang memaksa air mataku untuk terus saja mengalir.
Bagaimana bisa unnie melakukan hal seperti ini? Apa alasannya sehingga ia merencanakan hal itu?
Kesalahan besar apa yang telah ku perbuat sehingga menyebabkan unnie begitu ingin menghancurkanku?Bagaimana dengan Lisa? Apa yang saat ini tengah terjadi padanya?
Apakah Lisa sedang baik-baik saja?
Jika iya, kenapa ia tak kunjung menghubungiku hingga sekarang?!
Air mataku yang semakin tak dapat ku bendung, mengalir dengan sendirinya, membuat isakan tangisku semakin menggema.Haruskah aku menghubungi Yu Bi unnie dan Rosé? Mau kah mereka menolongku setelah perkataan kasar yang ku lontarkan pada mereka?
Segala macam pertanyaan itu berkecamuk di dalam benaku, sesak yang begitu menggunung seperti memenuhi rongga dadaku.
Aku kembali melihat arah jarum jam, yang kini menunjukan tepat pukul 03.00 pagi. Dan hingga saat ini, tak ada satu pun pesan dari Lisa.
Lisa..
Kau dimana?**
"andai saja kau singkirkan keegoisan mu itu, dan mendengarkan apa yang ku katakan, mungkin hal ini tak akan pernah terjadi!" bentak Rosé kepadaku saat aku baru saja sampai dirumahnya
Aku yang sadar atas kesalahanku, yang bahkan menganggap Rosé dan Yu Bi unnie meng ada-ada perkataannya tentang unnie, hanya dapat menerima apapun yang Rosé katakan, aku bahkan terlalu malu hanya untuk sekedar menatap wajahnya.
"jika sudah begini, apa yang harus kita lakukan?! Apa?!" Rosé terus saja mencecar ku dengan pertanyaan-pertanyaan yang semakin membuatku frustasi
"sejak awal, kau hanya semakin mempersulit keadaan Lisa!"
Mendengar apa yang baru saja Rosé katakan, seketika membuat mataku tertuju padanya.
Aku menghela nafasku panjang "kau benar Rosé, aku ini tak lebih dari sekedar pembawa masalah untuk Lisa. Kehadiranku dalam hidup Lisa hanya sekedar mempersulitnya. Andai saja Lisa tak pernah mengenalku, mungkin Lisa tak akan mengalami kesialan-kesialan ini. Dan segala hal buruk lainnya yang terjadi pada Lisa, tak lain adalah pasti karenaku. Aku memang seburuk yang kau fikir, bahkan lebih buruk dari itu. Apa semua itu cukup membuat hatimu puas, dan mau membantu ku untuk menemukan Lisa?"
Rosé hanya menatapku dalam kebisuan sebelum akhirnya ia menghempaskan tubuhnya di sofa.
Ia nampak memajamkan matanya, memijat pelan keningnya.Dering handphone ku memecahkan ketegangan di antara kami. Untuk sesaat aku tertegun menatap layar handphoneku,
Mino?"sayang?" suara Mino terdengar di sebrang sana, sesaat setelah aku mengangkat panggilannya.
"ahh, maafkan aku, ku fikir bukan aku yang sedang kau tunggu. Wanita lemah di sampingku ini kah yang kau tunggu?"
Mataku seketika membulat, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ku dengar.
"brengsek! Dimana Lisa?!"
"wuahh! Bersemangat sekali kau ini, kau bahkan sudah berani berkata kasar padaku?"
"tutup mulut sialanmu itu!! Katakan saja dimana Lisa?!"
"aku tak yakin ia masih memiliki kekuatan untuk berbicara denganmu, tapi sepertinya jika hanya untuk meminta pertolongan, ia masih memiliki sedikit tenaga yang tersisa"
"bicaralah! Pinta pertolongan pada kekasihmu itu!"
**
Lisa Pov.
"bicaralah! Pinta pertolongan pada kekasihmu itu!"
Aku menatap lekat pria biadab di hadapanku ini, ia memaksasku berbicara dengan tangannya yang mencengkram erat rambutku.
"ayo! Bicaralah!"
Pria itu semakin kuat mencengkram rambutku, menatap puas ke arahku.
"sayang, aku baik baik saja, tak usah mengkhawatirkanku, hm?" aku mencoba menenangkan kekasihku yang dapat ku dengar dengan jelas kekhawatirannya padaku lewat nada suaranya.
"Lisa!! Katakan! Kau ada dimana sekarang?!"
"aku baik-baik saja, kau percaya aku mampu mengatasinya kan?"
Aku meringis, menahan perih di wajahku ketika pria biadab itu mencengkram erat wajahku. Dengan sisa tenaga yang ku miliki, aku berusaha meraih hanpdhone miliknya, lalu ku lempar dengan sangat kencang handphone itu ke lantai hingga menjadi beberapa kepingan.
Aku hanya tak ingin, Jennie mendengar ringisan ku, dan semakin mengkhawatirkanku.
PLAAKK!!
Tamparan kencang mendarat di pipiku, dapat ku lihat betapa meluapnya amarah pria biadab itu atas apa yang baru saja ku lakukan.
"dalam keadaan seperti ini saja, kau masih sempat berulah?!" ia membentak, dengan tangan yang semakin kuat mencengkram wajahku
Aku tersenyum, tentu saja senyuman ku penuh dengan ejekan.
Dan benar saja, senyumanku membuat amarahnya semakin meluap."apa kau sedang tersenyum?!"
Aku tetap tersenyum, mencoba menengadahkan wajahku ke arahnya.
"aku tersenyum untuk kemenanganku"
Mendengar jawabanku, membuat pria itu menatapku lekat, masih dengan tangannya yang mencengkram erat wajahku, dan nafasnya yang semakin memburu.
"kau fikir kau menang karena kau telah melakukan ini padaku? Hah? Bahkan jika aku mati pun detik ini, kau akan tetap kalah! Atau bahkan jika kau menghancurkanku dengan segala tenaga yang kau miliki, kau akan tetap kalah! Kau tau kenapa? Karena sampai kapanpun, kau tak pernah mampu memiliki hati Jennie. Dan tak perlu ku perjelas siapa yang memiliki hatinya bukan?"
Perlahan cengkraman tangannya melonggar, tatapannya kosong entah kemana.
"kau fikir aku disini yang terlihat menyedihkan? Kau salah, kau lah yang terlihat menyedihkan. Sebesar apa tenaga yang kau miliki? Sebatas ini? Atau masih ada lagi? Habiskan! Habiskan tenagamu! Bahkan sampai darah di seluruh bagian tubuhku habis, kau tak akan pernah memiliki hatinya, tak akan pernah!" aku terus saja mencecarnya dengan perkataanku
"kau salah jika kau menganggap kau dapat memaksakan sebuah perasaan dengan segala kekuatan yang kau miliki. Kau salah jika kau menganggap kau dapat memaksakan hati, dengan segala macam hal yang kau miliki. Kau mungkin dapat menghabisiku saat ini, disini, tapi itu tak akan menghabiskan perasaan Jennie untuk ku, apalagi jika kau berharap perasaannya akan beralih padamu? Kau salah! Hatinya akan tetap menjadi milik ku, dan kau? Selamanya hanya seorang manusia yang bahkan tak pernah memiliki hatinya!"
Pria itu semakin larut dalam kekosongan, aku dapat melihatnya dengan jelas melalui tatapan matanya.
"kau mengatakan bahwa aku lemah? yang tak kau ketahui adalah, setidaknya aku lemah untuk menjaga seseorang yang sangat berarti bagiku, yang bahkan jika aku diberikan pilihan untuk mengulang waktu, aku akan tetap memilih disini, menghadapi mu, membiarkanmu menghabisi ku, karena semua luka ini pada akhirnya akan dapat ku lupakan, atau bahkan jika kau menginginkan ku mati, disini, setidaknya hatiku tetap hidup bersamanya. Satu hal yang tak pernah ku sesali selama hidupku adalah, mencintainya"
"omong kosong!!!!" Pria itu mendaratkan pukulan kencang untuk ke sekian kalinya di wajahku
Kali ini berat ku tahan, aku bahkan tak mengingat berapa banyak hantaman yang ku terima, untuk sekedar menggerakan badan ku saja, aku rasa aku tak lagi mampu.
Seiring dengan pandanganku yang semakin gelap, hanya satu wajah yang nampak begitu jelas dihadapanku saat ini
Jennie.
Wajah gadis yang begitu ku cintai itu memenuhi pandanganku.
Persetan dengan segala sakit yang ku rasakan saat ini, hanya dengan melihatnya tersenyum saja, membuat semua ini bahkan tak terasa sedikit pun.Aku berharap, dimana pun kau berada sayang, tetaplah kuat seperti aku yang selalu kuat karena mu.
Bisakah kau berjanji itu, untuk ku?
**
YOU ARE READING
My first and last
RomanceDia bahkan tak menyadari, betapa berharganya ia untuk ku. -Lisa