[05]

1.5K 58 3
                                    

Setelah bel pulang berbunyi, biasanya Mawar tidak mau berlama-lama untuk tetap berada di sekolah, tapi hari ini berbeda, Sisil dan Dira telah pulang setengah jam yang lalu setelah bel berbunyi, tapi Mawar masih berdiam diri di dalam kelas, mengintip dari jendela apakah ada orang atau tidak.

Setelah dirasanya tidak ada orang, koridor kelas sebelah juga telah sepi, itu berarti ini waktu yang tepat baginya untuk keluar dan pulang.

Mawar membuka pintu kelas perlahan, berjalan berjinjit dan mengendap-endap, seperti maling yang takut ketahuan sedang mencuri.

"Oke, aman Mawar, tinggal jalan ke gerbang depan, nyari angkot, beres." Ujar Mawar pada diri sendiri.

Mawar tersenyum riang, seperti sepertiga beban hidupnya berkurang, dia baru saja melewati kelas Vian dengan tenang, lorong bagian kelasnya benar-benar sudah sepi penghuni.

Kini dia masih tersenyum karena berhasil berada di gerbang sekolah tanpa bertemu siapapun, padahal di lapangan masih ada siswa yang punya kegiatan, tapi dia berhasil sampai tujuan. Mawar memeluk dirinya sendiri bangga, mengagumi diri sendiri sambil berdiri menunggu angkot lewat.

Dan semesta seperti berada di pihaknya, hanya butuh waktu sepuluh menit Mawar menunggu, angkot sudah berada didepannya. Tanpa berpikir dua kali, Mawar langsung menaiki angkot yang berhenti tepat didepannya itu.

Baru saja pantat Mawar menempel pada jok mobil, dia kembali memalingkan wajah dengan merengutkan wajah yang persis seperti tadi siang. Dia menyisir rambutnya dengan jari ke depan hingga menutupi seluruh wajahnya.

Sulit dipercaya, kenapa cowok ini berada di dalam angkot yang sama. Benar, itu Vian. Cowok itu sama frustasinya dengan Mawar, dia menghembuskan nafas kasar, pasrah.

Mawar berdehem kecil, menetralkan rasa malunya. "Emm, be-besok gue ganti." Ujar Mawar pada Vian.

"Lo ngomong sama gue?" Tanya Vian.

"Ya iyalah, masa gue ngomong sama supir angkot, emang nya disini ada orang lagi selain kita?" Jawab Mawar setengah emosi.

"Apanya yang diganti?"

"Seragam lo lah, akhlak-akhlak lo gue ganti sekalian kalo bisa."

"Coba aja."

"Sumpah, lo laki-laki paling nyebelin yang pernah gue kenal."

"Gue gak kenal lo."

"Aaahh!" Mawar sudah tidak bisa berkata-kata lagi. "Berhenti di depan pak- eh gak usah didepan, disini aja pak udah, saya udah gak kuat."

•••

Mawar mengelap wajahnya yang basah dengan handuk, setelah hari yang melelahkan ini, Mawar segera mandi untuk menyegarkan diri, hari ini Mawar harus berjalan agak jauh dari biasanya karena turun di tempat yang terbilang cukup jauh dari rumahnya, perkara sudah tidak sanggup seangkot dengan Vian.

"Lagian ya, setau gue dia setiap hari bawa motor, gue liat kok tadi pagi motornya di parkiran, kenapa? Kenapa bisa-bisanya dia naik angkot." Gumam Mawar. "Apa dia gak tau seberapa malu gue? Aishhh gue gak tau harus ngapain besok, semoga aja gue gak ketemu lagi sama dia."

Mawar merebahkan tubuhnya ke atas kasur, dia mengambil ponsel yang berada di atas nakar di sampingnya.

"Wihh, tumben-tumbenan hape gue banyak notif." Ujarnya sedikit merasa senang, pasalnya ponsel Mawar jarang sekali muncul notifikasi, itu pun kalau ada pesan dari operator.

MAWAR (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang