•••
"Tangan lo kotor noh, cuci sana!" Sisil menyuruh Mawar membersihkan tangannya yang kotor bekas praktek menanam tanaman hydroponic
Mawar mendelikan mata, lalu pergi untuk mencuci tangan, saat akan mencuci tangan, rambutnya tertiup angin, dan menghalangi pandangan. Dia ingin mengikat rambutnya, tapi sulit karena tangannya tidak bisa dipakai.
Namun, ada gerak tangan, yang tiba-tiba mengikat rambut Mawar dari belakang, Mawar terkejut dan melihat Vian akan mengikatkan rambutnya.
"Ternyata ngiket rambut susah juga," ujar Vian basa-basi. Dan mengambil sebagian rambut yang pindah arah kemana-mana.
Mawar hanya diam, namun hatinya bergejolak gugup dan senang. Betapa cepat jantungnya berdetak sekarang.
"Lo masih marah sama gue?" Tanya Vian sambil menyelesaikan mengikat rambut Mawar.
"Gue gak marah, gue cuma kecewa,"
"Asal lo tau, gue," Vian mengantungkan perkataannya, "Gue cinta sama lo,"
Awalnya bibir Mawar akan membuat simpul, tapi belum sempat sempurna simpulnya memudar, "Jangan bohong, gue tau lo cintanya sama Putri, jangan buat gue bahagia dalam sesaat, itu sakit."
"Gue gak bohong," Vian menatap Mawar dalam, "Gue baru mengerti, bahwa cinta gue adalah lo,"
"Lo sama aja mainin perasaan gue sama Putri, lo punya hati apa nggak? Lo mikir apa nggak?"
"Iya gue salah, gue tau itu, tapi bukan berarti gue harus memaksakan hati, itu cuma akan melukai semuanya,"
"Jujur gue seneng banget lo bilang, lo cinta sama gue, tapi gue gak mau egois, gimana sama Putri? Gimana sama perasaannya?"
"Oke lo gak mau egois, tapi lo nyakitin diri lo sendiri kan?"
Mawar tidak menjawab, karena memang benar apa yang Vian katakan, dia tidak mau bersikap egois, mementingkan perasaan orang lain, tapi perasaannya ia sakiti tanpa ia sadari.
"Gue bakal buktiin, gue sungguh-sungguh, gue akan kasih tau Putri, tentang perasaan gue yang bukan lagi miliknya,"
"Gue gak tau harus apa, gue gak tau harus gimana, gue bingung!"
"Kasih gue kesempatan," ujar Vian berharap.
"Gue gak tau," Mawar pergi, bingung, tidak berdaya lagi.
"Gue bakal buktiin!" Teriak Vian.
•••
Vian berdekap dada, berpikir keras, bagaimana caranya dia berbicara pada Putri? Dia bahkan belum menemukan jalan pemecahan untuk mengatasi suatu persoalan ini.
Perawat baru saja keluar dari ruang rawat Putri. Beberapa saat Vian berdiri diluar, semuanya telah matang, dia kemudian masuk ke ruang/kamar rawat Putri.
Vian duduk disebelah ranjang Putri. Putri pun tersenyum, alat bantu nafasnya saja sudah dilepas, dia sudah lebih baik dari sebelumnya.
"Hai," sapa Vian.
Putri kembali tersenyum "Hai,"
"Gimana kabar kamu?"
"Lumayan baik, kamu sendiri? Kamu di sekolah rindu aku gak?"
Vian hanya tersenyum tanpa menjawab. Dia menghembuskan nafas panjang, "Sebenarnya, aku kesini, aku mau--"
"Ngejelasin sesuatu?"
"Iya," Vian mengangguk pelan.
"Gak perlu di jelasin, aku udah ngerti,"
Vian menautkan kedua alisnya, "Maksudnya?"
"Apa yang mau kamu bilang, gak usah kamu bilang, aku udah paham maksud kamu kesini mau apa,"
"Kamu--"
"Vian. Maaf,"
"Maaf kenapa Put?"
Putri melempar pandangannya ke arah lain. Berlawanan dengan dimana Vian berada. "Maaf karena udah jadi egois, aku pengen kamu selalu sama aku, dan kamu harus turuti apa mau aku, bukan maksud aku untuk bersikap seperti itu, tapi semua bisa halal dalam cinta dan perang bukan?" Putri menjeda. "Awalnya aku berpikir, kamu hanya milik aku, hanya aku, tapi sekarang aku ngerti, hati dan pikiran kamu bukan untuk aku, cinta kamu milik orang lain,"
"Put?" Tanya Vian khawatir.
"Kalau kamu benar-benar serius sama dia, tolong menetap sama dia, jangan pikirin aku, jangan pikirin gimana perasaan ku, ini memang sulit, tapi aku yakin aku bisa,"
"Aku juga mau kembali ke London, seperti dulu, tinggal sama kakek-nenek, dan mama ku, dipenghujung usia aku," Putri tertawa getir.
Vian memegang tangan Putri, kali ini dia benar-benar khawatir. "Kamu gak boleh kayak gitu,"
Putri menoleh dengan mata berkaca-kaca, berusaha menutupinya. "Iya, kamu pikir aku serius dengan wajah kayak gini?" Memperlihatkan wajah gembira, seolah tak terjadi apa-apa.
Vian memeluk Putri. "Makasih put,"
"Sama-sama," Putri membalas pelukan Vian, lalu menghapus air matanya yang jatuh.
•••
Terimakasih Putri, 😊
Seeyou❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
MAWAR (Lengkap)
Teen FictionFollow dulu bole mereun :) Entah ada masalah apa dengan hati dan pikiran Mawar, yang jelas dia tidak suka bertemu dengan cowok dingin yang bernama Vian. Mau kapan pun dan dimana pun. Namun semesta berkonspirasi melawannya, takdir mempermainkan suasa...