[25]

1.2K 35 0
                                    

•••

Gino memakaikan jaket miliknya pada Mawar, lalu mengeluarkan slayer miliknya yang berawarna putih dengan nama kecil bertuliskan Cakram, dia akan mengikatkan itu di kaki Mawar yang berdarah.

"Jangan, itu kainnya warna putih, nanti nodanya susah ilang!" Mawar menolak.

Tanpa mendengarkan apa yang Mawar katakan, Gino langsung mengikatnya di kaki Mawar, lalu dia berdiri dan mengulurkan tangannya, "Ayo, gue gendong,"

Kali ini Mawar menerimanya, "Makasih,"

Mawar tidak tau Gino akan membawanya kemana, tapi merasa lebih aman jika dia bersama Gino. "Lo mau bawa gue kemana?"

"Ngambil motor," jawab Gino.

Tak lama hening, tiba saat Gino mendengar isakan tangis dan merasakan ada yang basah mengenai punggungnya. "Lo nangis?"

"Nggak," jawab Mawar singkat.

"Lo takut gue macem-macem?" Gino tertawa geli, "Lo tenang aja, gue emang berandalan tapi bukan bangsat sialan kayak preman tadi,"

"Gue takut," ucap Mawar.

"Gue gak suka mukul cewek, jadi kalem aja,"

"Tapi putri--" Mawar menutup mulutnya dengan tangan. Bodoh, kenapa bisa bicara soal putri?

"Putri? Ohh mungkin lo kira gue suka mukul cewek, jujur gue emang kasar, tapi bukan berarti gue harus perlakukan cowok sama cewek itu sama, dulu waktu itu gue gak sengaja mukul Putri, dan sampe sekarang rasa bersalah itu masih ada," nada bicara Gino berubah.

"Gue minta maaf," ujar Mawar merasa bersalah, karena membuka luka lama Gino.

"Gak papa, tapi mungkin lo harus liat dari berbagai sudut pandang mengenai suatu hal, lo punya sudut pandang sendiri, tapi belum tentu orang pandangannya sama kayak lo,"

Dan memang benar, mengenal orang tidak bisa hanya mendengar cerita dari orang lain, tapi memang harus mengenali benar sikap dan sifatnya secara mendalam.

"Udah nyampe," ujar Gino

"Iya terus?" Mawar sungguh tidak mengerti apa maksud Gino.

Gino tertawa singkat, "Lo harus turun, gue gak bisa hidupin motor kalo lo pengen digendong terus."

Mata mawar melotot malu, spontan menjatuhkan tubuhnya. "Sorry, lupa."

•••

Walaupun jalannya agak sedikit berbeda dengan biasanya. Mawar tetap memaksakan dirinya untuk sekolah, sekaligus ingin mengembalikan slayer milik Gino. Yang semalaman di cuci dan memasukannya kedalam microwave agar cepat kering.

Namun, saat berjalan kekelas Gino, Mawar berpapasan dengan Vian. Vian berhenti, tapi Mawar tetap berjalan.

"Mawar," panggil Vian.

Mawar berlagak tidak mendengar, dia tetap berjalan. Tetap saja pada akhirnya Vian menahan Mawar.

"Kaki lo kenapa?" Tanya Vian.

"Menurut ko kenapa? Lo senengkan sekarang? Gue bener-bener udah muak, gue udah cape,"

"Kemarin maaf gue gak--"

"Maaf? Lo gak tau gimana takutnya gue saat lari dikejar preman brengsek, lo gak tau takutnya gue! Terus dengan mudah lo bilang maaf?" Mata Mawar mulai berkaca-kaca. Entah kenapa cinta ini membuatnya menjadi mudah cengeng dan lemah.

"Preman? Lo gak--" Vian tampak khawatir.

"Gak usah sok peduli,"

"Mawar, gue gak bisa dateng karena Putri, dia--"

"Iya semuanya tentang Putri, kalo lo cuma main-mainin gue aja, gue mohon stop, gue udah cape," Mawar menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya, perlahan tangannya mulai basah, karena air mata.

Vian memeluk Mawar erat, apa yang dia lakukan? Membuat orang yang di cintainya menangis. Ya Vian mencintai Mawar. "Maafin gue," bisiknya.

"Gue benci sama lo," Mawar terisak ketika Vian memeluknya.

•••

"Hati gue udah memilih bahwa gue cuma cinta sama Mawar, tapi gimana sama Putri, apalagi dengan keadaan yang menyudutkan gue sekarang!?"

"Menurut gue, kita tunggu sampai Putri benar-benar sehat, udah itu baru lo jujur sama dia, kalo lo memang hanya cinta sama Mawar," Ujar Guntur memberi saran.

"Untuk berapa lama? Semakin lama gue simpan, semakin lama juga Mawar menderita, tapi semakin cepat gue ungkap, semakin banyak juga peluang Putri untuk terus sakit,"

"Lo aja bingung apalagi gue,"

"kan gue minta saran lo anjing,"

•••

"Mata lo ngapa merah gitu? Abis ditonjok lo?" Tanya Gino yang melihat mata Mawar yang merah, terlebih hidungnya pun agak sedikit merah, "Chaaa, abis mewek? Cengeng banget lo, kemarin malem nangis, sekarang nangis,"

"Berisik lo," Mawar menghampiri wastafel yang dekat, mencuci wajahnya. "Gue cuma mau balikin ini," menunjukan slayer Gino.

"Kok bersih, bukannya kemarin darah doang?" Tanya Gino spontan.

"Ya gue cuci lah,"

"Lah kan malem tadi, cepet amat keringnya!?" Gino penasaran.

"Gue masukin ke microwave biar cepet kering,"

"Anjir, microwave? Lo kira makanan? Harga diri gue ini! Untung gak rusak," Gino menelaah slayer miliknya, takut jika benar-benar rusak.

"Dih, biasa aja kali,segala bilang harga diri lagi,"

"Emang harga diri gue, eh btw kaki lo gimana?"

"Gini-gini aja sih, tapi ya gak kayak malem," ujar Mawar, "Eh gue juga mau nanya, slayer lo ada nama cakramnya, abis lomba maen cakram? Itu hadiahnya? Itu harga diri lo? Murah amat,"

Wajah Gino tampak kesal mendengar perkataan Mawar, "Enak aja, cakram itu keluarga kedua gue, semacam organisasi motor, dan setiap anggota dapet slayer ini," Jelas Gino.

Mawar mencebikkan bibirnya, "Serah lo deh, gue mau balik kekelas gue,"

Saat Mawar akan berjalan, Gino kembali memanggil Mawar.

"Tunggu,"

Mawar berhenti dan berbalik, "Apaan lagi?"

"Mungkin lo kesel banget sama Putri, tapi jangan benci sama dia, dia dirawat sejak kemarin, gue kemarin kerumah sakit, tapi gak berani buat masuk, pas gue cabut, kebetulan gue liat lo sama preman brengsek itu," jelas Gino, "Gue mohon jangan benci sama Putri,"

"Gue gak pernah benci sama Putri, sedikitpun enggak, gue maklumi apa yang dia takutkan, apa yang dia rasakan, gue berusaha untuk ngerti," kini Mawar tau mengapa Vian tidak datang kemarin.

Gino mengangguk memberi isyarat berterimakasih, kini mulai ada rasa yang sama ketika Gino merasakan itu pada Putri. Tapi bukankah Vian juga merasakan itu? Lalu siapa yang akan dipilih Mawar jika benar seperti itu?

•••

Jangan lupa ajak temen, sahabat, keluarga, doi kalo punya :v buat baca cerita Mawar.

Komennya juga, komen apa aja diterima, mau nulis asdfghjkl juga gak papa :v apalagi kalo vote

MAWAR (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang