Chapter 13

3.2K 417 16
                                    

Keadaan di ruang tengah saat itu tidaklah terlalu hening. Beruntung karena televisi di sana dihidupkan, walaupun dua orang yang duduk pada sofa di ruang tengah sana tak terlalu memperdulikan dengan tayangan yang berada pada layar datar itu.

"Ssaem, kenapa kau masih di sini? Ini sudah malam."

Lisa melirik ke arah Seokjin di sampingnya. Tak mendapatkan jawaban dari pria itu membuat Lisa melirik ke arah Seokjin. Dan mendapati pria itu tengah dengan dunianya sendiri.

Sepasang kacamata baca yang melekat di wajahnya. Lalu sebuah earphone yang terpasang di kedua telinganya dengan pandangan pria itu kini terfokus pada buku bacaan yang ia baca sebelumnya. Ya, kalau Lisa tak salah lihat. Jika Lisa adalah gadis lain, mungkin pemandangan ini akan membuatnya berteriak histeris karena ketampanan pria itu.

Ya. Lisa akui itu. Bahkan ia berpikir, jika keluarga Kim adalah keluarga dengan gen paling sempurna yang ia temui.

Lisa tak lagi berbicara. Hanya saja, kini tatapannya tak berpindah dari Seokjin yang bahkan tak terganggu dengan sekitarnya. Televisi di hadapan mereka bahkan tak lagi menarik bagi Lisa. Tentu saja, sudah ada yang lebih menarik bagi Lisa untuk dilihat saat ini.

Lisa masih tak menyangka sampai detik ini, jika Seokjin adalah kakak dari Taehyung. Sementara yang ia ketahui sebelumnya ini adalah jika Taehyung bahkan tak memiliki satupun keluarga di sekitarnya.

Tentu saja, gadis itu tidak mungkin bisa menerima semua ini. Kebohongan Taehyung juga tak akan pernah ia lupakan walaupun Lisa telah memaafkannya. Hingga membuat hubungan keduanya saat ini bisa dikatakan telah berakhir hanya karena ini.

Tapi, bukan berarti Lisa menerima begitu saja perjodohannya dengan Seokjin. Ia hanya membutuhkan sedikit waktu lagi, agar bisa menerima semua ini.

Helaan napas darinya keluar begitu saja. Dan itu tertangkap oleh mata pria Kim.

"Jika kau lelah, kau bisa istirahat."

Lisa melirik ke arah Seokjin. Yang kembali fokus pada buku bacaannya.

"Apa ssaem akan tetap di sini?"

"Ibumu menyuruhku untuk menjagamu hingga kau terlelap." Ucapnya, sembari melepaskan earphone di kedua telinganya. Menutup buku bacaannya dan menatap pada Lisa.

"Aku bahkan bukan anak kecil lagi. Kenapa eomma harus berlebihan seperti itu?"

"Kau memang bukan anak kecil. Tapi semua kelakuan masih seperti bocah sepuluh tahun."

"Mwo--"

"Jangan banyak bicara. Cepat ke kamarmu dan tidur. Jika aku melihatmu belum juga terlelap, aku akan tetap di sini."

"Kau bahkan bukan siapa-siapa bagiku. Dan jangan sebut aku anak kecil."

Lisa bisa mendengar sebuah tawa kecil dari Seokjin. Membuatnya mengerutkan kening dan bertanya, memangnya ada yang lucu dari ucapannya?

"Kau bodoh, atau sedang berpura-pura bodoh?"

"Apa maksudmu?"

Lisa bisa melihat pergerakan Seokjin yang kini mulai mendekat padanya. Membuatnya bergerak mundur tentunya, apalagi dengan tatapan pria itu yang seolah menembus pada kedua matanya.

Namun sial baginya, pergerakannya terhenti karena bahu sofa yang berada di belakang tubuhnya. Membuatnya tak bisa bergerak mundur kembali.

"A-Apa yang kau lakukan? Menjauh dariku."

Namun, bukannya menjauh, Seokjin semakin merapatkan jarak di antara keduanya. Membuat Lisa tanpa sadar menahan napasnya, dengan kedua matanya yang tertutup karena tak bisa membayangkan apa yang akan Seokjin lakukan padanya.

Sementara Seokjin, pria itu berusaha untuk menahan tawanya saat ini. Melihat bagaimana menggemaskannya Lisa saat ini.

Senyuman pria itu perlahan menjadi sebuah senyuman tipis. Menatap pada wajah cantik di hadapannya. Tidak berubah sama sekali, begitulah pikirannya berbicara. Gadis di depannya saat ini tak banyak berubah sejak terakhir kali ia melihatnya.

Terkadang, Seokjin merasa begitu iri dengan Taehyung. Mengapa pria itu bisa memiliki hati Lisa sementara dirinya tidak? Padahal, dirinya yang lebih dulu bertemu dengan Lisa sebelum Taehyung.

Menit demi menit berlalu, dan Lisa merasa sangat penasaran saat ini dengan apa yang akan Seokjin lakukan. Perlahan, ia membuka kedua matanya.

Gadis itu semakin terdiam, ketika mengetahui jarak wajah di antara dirinya dan Seokjin sangat dekat. Untuk detik selanjutnya, Lisa bisa melihat dekat wajah seseorang yang dijodohkannya itu.

Tampan. Lisa harus mengakuinya sekali lagi.

"Bisakah aku bertanya padamu?"

Lisa tak menjawab, dan Seokjin menganggap jika Lisa mengizinkan dirinya untuk bertanya.

"Kenapa kau sangat menolak perjodohan ini?"

Lisa memberikan jeda sejenak. "Itu karena aku tak memiliki sebuah perasaan untukmu. Dan juga, aku bahkan tak pernah bertemu ataupun mengenalmu."

Seokjin tersenyum tipis. Lisa benar-benar tak mengingatnya.

"Bukankah kau masih memiliki waktu untuk mengenalku? Dan untuk perasaan, bukankah itu akan muncul sendiri karena terbiasa?"

Lisa terdiam, dalam hati membenarkan semua ucapan Seokjin.

"Kau bahkan tak memberikanku kesempatan."

Lagi-lagi Lisa harus diam. Benar juga, dia bahkan tak memberikan kesempatan pada pria itu. Tapi tetap saja, Lisa tak ingin dijodohkan. Lisa hanya tak ingin dipaksa, apalagi untuk kehidupan masa depannya seperti pernikahan ini.

Dalam lamunannya, Lisa memikirkan kembali tentang Seokjin. Pria itu sebenarnya cukup baik. Lisa saja yang terus menganggap jika pria itu adalah pria yang paling ia benci seumur hidupnya, hanya karena pria itu adalah seseorang yang Ibunya jodohkan dengannya.

"B-Berikan aku waktu. Aku tidak mungkin bisa untuk menerimamu begitu saja."

"Kenapa? Apa karena kau masih memiliki perasaan untuk Taehyung?"

Lisa tak tahu harus menjawab apa saat ini. Ini semua terlalu mendadak baginya. Dan helaan napas itu keluar begitu saja dari Seokjin. Sedikit menjauhkan dirinya dari Lisa dan membuat gadis itu menatapnya.

Seokjin beranjak dari duduknya, setelah sebelumnya ia membereskan seluruh barang-barangnya dan mematikan televisi di hadapan mereka.

"Aku akan pulang. Aku bertaruh jika kau mungkin tidak akan tidur jika aku di sini."

Dan setelah mengatakan itu semua, Seokjin beranjak pergi. Bahkan memberikan sebuah senyuman bagi Lisa walaupun hanya sebuah senyuman tipis.

"Ssaem..."

Langkah Seokjin terhenti, namun tak berbalik ketika Lisa memanggilnya. Sementara gadis itu, beranjak dari duduknya.

"Aku tahu jika kau mungkin tak akan menyukai jika aku memanggilmu dengan ssaem jika di luar sekolah. Jadi, bisa aku memanggilmu dengan Oppa?"

Kerutan di dahi Seokjin terbentuk, dengan cepat berbalik untuk menatap pada Lisa.

"Kau bilang, jika kau ingin kesempatan. Maka, berikan juga aku kesempatan dan waktu untuk lebih dekat denganmu."

"Tunggu sebentar. Apa kepalamu terbentur sesuatu sebelumnya? Mengapa tiba-tiba kau berkata seperti tadi?"

Lisa rasanya ingin mengeluarkan tawanya, melihat wajah Seokjin yang terlihat terkejut dengan ucapannya. Namun ia menahannya, berusaha untuk mengontrol dirinya.

"Ck, jadi kau mau aku terus-terusan untuk menolak perjodohan ini? Ya sudah kalau begitu."

Lisa beranjak dari sana, berjalan menuju ke arah tangga rumahnya. Namun belum sempat satu kakinya menginjak satu anak tangga, tubuhnya sudah ditarik untuk berbalik. Mendapati Seokjin di hadapannya dengan pandangan pria itu menuju kedua matanya.

"Kau sudah memberikanku kesempatan. Maka kesempatan itu tak akan pernah aku sia-siakan. Dan kau, juga tak akan pernah bisa menghentikanku untuk ini."


--To Be Continued--

lovely wedding ❌ jinliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang