"Joochan adalah sahabatku. Ah, aku tidak bisa menyebutnya sebagai sahabat saja. Dia bahkan lebih dari kata sahabat itu sendiri."
Lisa bisa gila jika seperti ini terus-menerus. Pandangannya melirik pada jam yang berada di atas nakas tempat tidurnya. Menunjukkan jika waktu telah menunjukkan satu dini hari.
Tentu saja, pasti ada alasan mengapa ia menjadi seperti ini. Bahkan untuk menutup kedua matanya pun ia tak bisa. Sedangkan selimut yang menutupi tubuhnya sudah menjadi pelampiasannya.
"Dan juga, apa kau benar-benar tak mengingat pertemuan pertama kita?"
Lisa masih dalam keadaan terkejutnya. Mengetahui jika pemuda di depannya saat ini begitu dekat dengan mendiang kakaknya.
Memang, Lisa tak pernah menaruh perhatian sedikit pun dengan teman-teman kakaknya. Dan mendengar hal ini, tentu saja membuatnya semakin terkejut.
"A-Aku benar-benar tak mengingatnya."
"Aku sudah menduganya. Kurasa, untuk kali ini, aku tak akan memberitahumu kapan pertama kali kita bertemu. Biarkan dirimu yang mengingatnya sendiri."
"Kenapa begitu?"
"Entahlah. Aku merasa itu akan lebih menyenangkan jika kau bisa mengingatnya sendiri."
Pada akhirnya, Lisa beranjak dari berbaringnya. Bahkan turun dari tempat tidurnya dan melangkah mendekat pada meja belajarnya.
Pandangannya terhenti pada laci meja belajarnya. Menariknya dan menampakkan sebuah figura di sana.
Lisa memilih untuk mengambilnya. Menatap pada sosok dirinya di sana bersama sang kakak laki-laki. Gadis itu menghela napasnya setelahnya, sebelum akhirnya memeluk figura itu dan menutup kedua matanya.
"Lisa, coba kau lihat ini."
"Ck, oppa. Apa, sih? Jangan menggangguku dulu."
"Ck, lihat dulu. Baru kau bisa lanjutkan menontonnya."
Pada akhirnya, Lisa menyerah. Mengalihkan pada sang kakak yang sudah menarik kursi belajarnya, duduk di sana dan mendekat pada Lisa.
Pandangan Lisa beralih pada ponsel milik sang kakak. Menampakkan sang kakak di sana dengan seorang pria.
"Dia teman baru Oppa. Bukankah dia sangat tampan?"
Lisa masih menatap pada potret keduanya pada ponsel Joochan.
"Memangnya mengapa? Dan juga, kenapa Oppa bertanya jika dia tampan atau tidak?" Lalu Lisa menyadari sesuatu. Menatap pada Joochan dengan pandangan terkejut. "Jangan bilang padaku jika Oppa menyukai pria."
Joochan memasang wajah kesalnya. "Ck, pikiranmu itu jauh sekali. Oppa hanya ingin memberitahumu tentang teman Oppa ini. Kau tahu? Dia adalah teman pertama Oppa saat Oppa masuk sekolah menengah. Dan juga, dia terkenal di kalangan para wanita di sekolah Oppa."
"Itu berarti, dia adalah pria yang tidak baik."
Kening pemuda itu berkerut bingung. "Maksudmu?"
"Oppa bilang jika dia terkenal di kalangan para wanita di sekolah Oppa. Bukankah sudah jelas dia bukanlah pria yang baik?"
"Maksudmu, dia suka mempermainkan para wanita?"
"Apa lagi memangnya? Bukankah memang itu yang para pria selalu lakukan?"
"Ck, kau bocah 14 tahun tahu apa soal pria, huh? Kau bahkan belum bertemu dengannya dan sudah berpikir buruk tentangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
lovely wedding ❌ jinlice
Fanfic[18+] ✔ Lalisa Park, Masih sangat muda. Masih berusia 20 tahun dan baru saja naik tingkat 3 Sekolah Menengah Atas. Tapi ia sudah akan dinikahkan dengan seorang pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya. ----- ©iamdhilaaa, 2018