Aku perhatikan rona ceria di wajah Khumairah sepulang dari supermarket. Hatinya tengah berbunga setelah bertemu dengan Ahmad.
“Sepertinya kamu begitu bahagia. Apa karena laki-laki itu tadi?” Tanyaku kepadanya.
“Iya, aku ingat masa kecilku dengannya dulu. Dia begitu baik. Aku ingat betul, bagaimana dia melawan dua orang anak laki-laki yang lebih besar darinya kala itu saat mereka menggangguku. Walaupun pada akhirnya wajah akhi Ahmad penuh luka.”
Khumairah kembali tersenyum. Nampak jelas dia begitu bahagia.
Bip ... Bip ...
[Yusuf sayang, temui aku di taman sekarang.]
Pesan dari Kat masuk. Aku membaca pesannya dan segera membalas.
[Oke, aku datang.]
Pesan kukirimkan. Aku tidak memberitahu Khumairah kalau yang mengirim pesan adalah Kat.
“Kamu pulang duluan saja, aku ada perlu,” pintaku kepada Khumairah.
Khumairah pun menurut saja tanpa harus banyak bertanya kepadaku.
Sesampainya di taman, Kat langsung memelukku erat dan langsung merangkul lenganku. Seolah sudah lama tak bertemu.
“Kamu tahu, aku sangat rindu. Katakan padaku, tidak terjadi apa-apa kan antara kamu dan dia?” Kat memandangi dengan tatapan mata tajam.
“Maksudmu?” tanyaku kepadanya yang tak mengerti arah pembicaraan Kat.
Kat tersenyum kemudian mengajakku untuk duduk di sebuah bangku yang ada di taman tersebut.
“Ya itu, hubungan selayaknya suami isteri seperti yang pernah kita lakukan.” Dia menarik hidungku dengan manja.
Aku menggeleng. Kami kemudian memutuskan untuk makan di sebuah restoran. Kat, memanggil pelayan yang ada di restoran tersebut dan memesankan udang saus tiram kesukaanku. Ternyata dia masih ingat semuanya.
Mataku tiba-tiba tertuju kepada gelang yang dipakainya. Gelang yang sebenarnya kutujukan untuk Khumairah.
“Gelang itu, apa yang ada di saku jasku?”
“Yang ini? Tentu saja, bukankah ini untukku?” Kat memegang gelang itu yang ada pergelangan tangan kirinya.
“Setelah kupandang, sepertinya tak cocok untukmu. Jelek!”
“Benarkah? Ini bagus kok, dan aku suka.” Dibuka gelang itu dan dipandangi.
“Sini, berikan padaku. Nanti kubelikan yang baru. Yang lebih bagus dari ini.” Kuambil gelang itu yang ada di tangannya. Aku tersenyum, karena pada akhirnya gelang itu bisa kudapatkan kembali.
Aku bisa membayangkan, bagaimana nanti Khumairah melihat ini. Dia pasti sangat senang. Aku tidak menyadari kalau sedari tadi Kat memperhatikanku.
“Kenapa sepertinya kamu begitu senang kalau gelang itu kulepaskan?” Kat mulai bertanya.
“Tidak, biasa saja.” Gelang itu kumasukkan ke kantong jasku dan menyantap udang saus tiram yang ada dihadapanku.
****
Tingtong ... Tingtong ...
Suara bel pintu dari luar terdengar. Khumairah segera menuju keluar untuk membukakan pintu. Seorang kurir mencul dihadapannya dengan menyodorkan sebuah paket yang terbungkus rapih dan indah. Setelah mengucapkan terima kasih, Khumairah kembali menuju ruang tengah untuk segera membuka bingkisan tersebut.
Tak ada nama maupun alamat dari sang pengirim. Hanya terdapat sebuah gelang cantik yang terbuat dari perak. Di dalam bingkisan tersebut, secarik surat dengan sebuah pesan yang ditujukan buat Khumairah.
Aku harap, kamu menyukai hadiah ini. Gelang yang cantik, untuk wanita yang cantik.
Khumairah tersenyum, dia berpikir kalau gelang tersebut pastilah dariku. Diciumnya secarik surat itu yang telah disemprotkan parfum .“Dibalik sikapnya yang cuek, ternyata dia romantis juga,” pikir Khumairah dalam hati.
Gelang tersebut segera dipakainya dengan hati yang berbunga-bunga.
Setelah bertemu Kat, aku bergegas menuju ke rumah. Sudah tidak sabar ingin memberikan gelang ini kembali ke Khumairah. Aku segera menuju kamar dan kutemukan Khumairah sedang tiduran sembari menatap sebuah gelang.
“Kamu sudah pulang?” Khumairah bangun dan menyambut aku datang.
“Iya, kamu sedang apa? tanyaku kepadanya.
“Sedang memperhatikan gelang yang kamu berikan. Terima kasih hadiahnya, aku sangat suka. Gelangnya juga cantik.” Khumairah tersenyum dan memelukku.
Sedangkan aku sedang kebingungan. Gelang apa, dari siapa, bahkan aku tak memberikan hadiah atau bingkisan apapun kepadanya. Gelang yang baru akan kuberikan, tak jadi kuperlihatkan dan tetap berada di saku jasku.
****
Ahmad sedari tadi duduk di beranda rumahnya sembari memandangi sebuah foto lama. Foto dua orang anak kecil yang saling merangkul dengan polosnya. Ahmad senyam-senyum sendiri kala mengingat kenangan indah waktu itu.
“Sekarang kamu sudah sangat jauh berbeda. Bahkan aku, semakin menyukaimu. Bodohnya aku yang tak pernah mengungkap rasa ini kepadamu. Sampai sekarang pun ketika kamu telah dimiliki orang lain, aku tetap menyayangimu,” gumam Ahmad dalam hatinya.
Dimasukkannya kembali foto yang telah usang itu ke dalam dompetnya. Dibalik foto terdapat tulisan dua nama anak kecil. Ahmad dan Airah sebutan nama kecil untuk Khumairah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDADARI DUNIA
RomanceYusuf yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang wanita bercadar yang bernama Khumairah, akhirnya bersedia menikahi Khumairah. Bukan dengan berlandaskan cinta, tapi karena warisan kedua orangtuanya yang akan jatuh ke panti sosial apabil...